Koran Sulindo – Peluang Anies Baswedan menjadi calon presiden pada 2019 tetap terbuka. Akan tetapi, nasibnya Gubernur DKI Jakarta itu ditentukan oleh solidnya keputusan 3 partai oposisi yaitu Partai Gerindra, PKS dan PAN.
Namun, kader Partai Gerindra yang menjadi anggota DPRD DKI Jakarta Abdul Ghoni menginginkan agar Anies menyelesaikan tugasnya sebagai Gubernur DKI. Abdul tak mau menjelaskan apakah Partai Gerindra membuka peluang kepada Anies untuk diusung menjadi capres tahun depan.
“Tunggu keputusan partai koalisi,” kata Abdul Ghoni singkat ketika dihubungi lewat pesan WhatsApp pada Kamis (12/7).
Partai Gerindra seperti yang diungkapkan pengurus pusatnya Ahmad Riza Patria memastikan secara internal partainya sudah menetapkan Prabowo Subianto menjadi calon presiden 2019. Dukungan itu disebut berasal dari kader dan simpatisan dari Sabang hingga Merauke. Atas dukungan itu, Prabowo telah menyanggupinya, kata Riza.
Berbeda dengan Partai Gerindra, PKS belakangan justru membuka peluang agar Anies diusung pada 2019. Wacana itu disampaikan Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid. Dikatakan Hidayat, Anies bahkan berpeluang diusung bersama dengan mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan.
Perbedaan pendapat itu, menurut Abdu Ghoni, tidak membuat Gerindra, PAn dan PKS pecah. Koalisi hingga hari ini disebut tetap solid. Wacana yang disampaikan setiap petinggi partai koalisi disebut hanya untuk meramaikan media massa.
Potensial
Mengenai pertarungan Pilpres 2019, sebuah tulisan di Straits Times berjudul Jakarta governor said to be eyeing presidency menyebutkan, pendukung Joko Widodo mengharapkan adanya “tarung ulang” dengan Prabowo pada tahun depan. Namun, tarung ulang bisa batal apabila spekulasi Anies menjadi capres menjadi kenyataan.
Merujuk hasil wawancara dengan Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research Center (SMRC) Djayadi Hanan, Anies disebut sebagai salah satu kandidat potensial dalam Pilpres 2019. Peluangnya pun besar asal dukungan partai oposisi solid kepadanya. Jika oposisi mengusung lebih dari 1 kandidat, maka sulit untuk mengalahkan Jokowi.
Anies disebut sebagai intelektual publik yang dihormati dan mendukung keberagaman dengan visi Islam moderat. Akan tetapi, pada pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2017, ia merangkul kelompok intoleran yang kerap menggunakan cara kekerasan terutama kepada kaum minoritas. Dan itu dinilai meresahkan.
Sebuah tulisan berjudul Indonesia: Anies Baswedan, Identity Politics Win Jakarta Governor’s Race yang dimuat medium.com pada 2017, Anies kini menjadi tokoh politik nasional dan bagian dari pertarungan Pilpres 2019. Jokowi sebelum menjadi presiden juga merupakan Gubernur DKI Jakarta.
Anies karena itu bukan tidak mungkin melakukan hal yang serupa untuk Pilpres 2019. Ia mendapat dukungan kuat dari Prabowo Subianto, tokoh oposisi yang berpengaruh kendati mengalami kekalahan pada Pilpres 2014. Prabowo mungkin sekali akan mencoba lagi peruntungannya pada 2019 nanti.
Soal peluang Anies itu, menurut Djayadi, bergantung pada banyak hal. Di samping dukungan solid dari kelompok oposisi, juga mesti mendapat dukungan dari Prabowo. Apalagi dukungan itu penting mengingat pemilih Prabowo juga tidak sedikit sehingga bisa dialihkan ke Anies.
Namun, dukungan solid partai oposisi bukan segalanya. Setelah itu, Anies perlu mengalahkan elektabilitas Jokowi. Pasalnya, berdasarkan survei terakhir SMRC persepsi masyarakat terhadap kinerja pemerintah saat ini masih positif. Kuncinya, kata Djayadi, para partai oposisi tetap harus berhati-hati menentukan pasangan capres dan cawapresnya dan tentu saja harus bersatu.
Hasil survei terakhir SMRC pada akhir tahun lalu, elektabilitas Anies hanya berada di kisaran 0,5%. Sedangkan Jokowi mencapai 38,9% dan Prabowo 10,5%.
Sejauh ini telah ada 2 organisasi yang mendeklarasikan Anies untuk menjadi presiden. Ia dinilai layak untuk menggantikan Presiden Joko Widodo memimpin Indonesia. Kedua organisasi itu adalah Gerakan Indonesia untuk Indonesia dan Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (Anies). [RLJ/KRG]