Presiden Joko Widodo digendong oleh para prajurit Korps Marinir di Markas Korps Marinir, Cilandak, Jumat (11/11). (Foto: Humas Setkab/Jay)

Koran Sulindo – Di pintu masuk, berjajar belasan water cannon, sedangkan di sisi lapangan sudah terparkir beberapa kendaraan taktis Barracuda. Setibanya di lokasi, Presiden Joko Widodo langsung naik ke mimbar dan berpidato. Usai itu, ia turun dan menyalami satu per satu perwira dan anggota yang ada di barisan terdepan. Ribuan anggota Brimob hadir di lapangan utama Mako Brimob Polri, Kepala Dua, Depok, pagi itu.

Lepas dari Mako Brimob,  hari yang sama  Presiden Jokowi langsung meluncur ke Bhumi Marinir Ksatrian R Hartono, di Cilandak, Jakarta Selatan. Di sana Jokowi berpidato di atas tank BMP 3F yang dijadikan podium. Sebelumnya, Jokowi mengecek pasukan dengan berkeliling memakai tank berplat Indonesia I. Kepada ribuan anggota Marinir yang hadir, Jokowi kembali menekankan pentingnya menjaga kebhinnekaan, persatuan, dan kesatuan.

Dua pekan di awal bulan ini Jokowi memang agak demonstratif melakukan safari militer ke sejumlah markas pasukan elite TNI/Polri. Jokowi mulai dari memberikan arahan kepada 2.185 prajurit TNI AD di Mabes TNI AD, Jakarta pada Senin (7/11) . Tiga hari kemudian Jokowi kembali menengok 1.217 prajurit komando pasukan khusus (Kopassus) di lapangan Upacara Markas Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur.

Sehari setelah itu Jokowi menyambangi markas komando Brimob dan markas Marinir seperti ditulis di muka.

Safari militer itu berlanjut pada Selasa (15/11) dengan bertandang ke markas pasukan elite milik TNI AU Korps Pasukan Khas (Paskhas) di Bandung. Sehari kemudian ia berkunjung ke markas Divisi Infantri 1 Komando Strategi dan Cadangan TNI Angkatan Darat (Kostrad) di Cilodong, Depok, Jawa Barat.

Saat berkunjung ke Secapa TNI Angkatan Darat di Bandung Jokowi menyinggung soal ‘narasi besar’ di balik safari militer itu. Ia memberi sinyal negara dalam keadaan aman. TNI dan Polri siap siaga menjaga keamanan masyarakat. “Kita tahu TNI punya struktur dari pusat hingga daerah. Apabila ada perintah dari saya untuk memberikan narasi yang positif, akan diterima langsung akar rumput,” kata Jokowi di Markas Kostrad, pekan lalu.

Tak bisa dihindarkan safari ini tak terpisah dari unjuk rasa 4 November lalu. Puluhan ribu orang yang tergabung dalam Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI) turun ke jalan menuntut Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dihukum. Aksi itu berujung ricuh.

Ada tiga poin utama yang disampaikan Jokowi dalam kunjungan tersebut, yaitu legitimasi, keamanan, dan kebhinnekaan Indonesia. Ketiga hal ini terus diulang-ulang Jokowi.

Pada kunjungan pertama di hadapan ribuan prajurit, Jokowi menekankan dirinya adalah Panglima Tertinggi TNI dan Polri. Artinya, semua prajurit TNI-Polri harus patuh padanya.

Kunjungan kedua, di hadapan ribuan pasukan Brimob, Jokowi juga menegaskan dirinya sebagai pimpinan tertinggi Kepolisian.

“Sebagai pimpinan tertinggi Kepolisian, saya minta kepada seluruh Korps Brimob di seluruh tanah air untuk setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, kepada UUD 1945, dan kepada NKRI,” katanya.

Ia memerintahkan seluruh anggota pasukan elite Polri itu untuk waspada terhadap gangguan keamanan.

Safari Jokowi berlanjut ke Cilandak, Markas Korps Marinir. Di hadapan tiga ribuan infanteri laut itu, Jokowi menekankan loyalitas pasukan kepada Indonesia. “Sebagai panglima tertinggi TNI saya memerintahkan kepada prajurit Marinir untuk menjadi yang terdepan dalam menghadapi setiap kekuatan yang mengganggu kesatuan bangsa,” katanya.

Kunjungan ke pusat kekuatan pertahanan dan keamanan memiliki pesan kepada lawan politik yang diduga sedang menggoyang kekuatan TNI dan Polri.

Pertama, jelas untuk menepis isu yang tersebar bahwa TNI-Polri tidak mendukung Jokowi. Kedua, menyampaikan pesan ia memiliki kekuasaan penuh atas TNI dan Polri.

Pesan ini penting dikeluarkan untuk mengingatkan para TNI dan Polri untuk tidak bertindak di luar tugas dan kewajibannya, apalagi masuk terlibat dalam politik praktis.

Memang ada petinggi TNI atau Polri yang masuk gelanggang politik? Hanya samar-samar. Namun safari Jokowi ke pusat kekuatan TNI dan Polri dijawab dengan kesetiaan oleh Panglima TNI dan Kepala Polri.

Tito Karnavian langsung menghormat. “Hari ini momentum penting bagi kita Korps Brimob hadir pimpinan tertinggi Polri. Kapolri pimpinan tertinggi di internal Polri, panglima tertinggi di TNI dan Polri adalah Bapak Presiden,” kata Tito.

Panglima Gatot Nurmantyo mengatakan Jokowi adalah Presiden Indonesia dan komandan tertinggi yang harus dipatuhi. “TNI sebagai garda terdepan menjaga Bhinneka Tunggal Ika, serta menghadapi setiap kekuatan yang ingin mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa, dan beliau atasan saya. Saya lebih baik saya menjadi tumbal melaksanakan tugas untuk menjaga kebhinekaan daripada saya menjadi presiden,” kata Gatot.

Di antara itu, dalam pemberitaan media massa hampir berbarengan dengan safari presiden itu, Panglima Gatot juga berkeliling ke kampus-kampus menjadi pembicara di depan mahasiswa. “Sudah izin ke saya,” kata Jokowi di Istana Merdeka.

Menurut Jokowi, kegiatan Gatot itu memang diperlukan karena membahas soal keutuhan NKRI dan tantangan bangsa ke depan.

Sebelumnya memang mengalir deras isu pergantian Panglima TNI di media sosial dan pesan singkat. Jokowi disebut akan mengganti Jenderal Gatot dengan Marsdya Hadi Tjahjanto.

Gatot membantah kebenaran isu itu. “Yang mengangkat saya adalah Presiden. Tentunya kalau ada pergantian, Presiden panggil saya dulu kan. Selama ini enggak ada,” kata Gatot, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (9/11).

Bersiap untuk Aksi Bela Islam III?

Safari presiden ke institusi militer itu beriringan dengan safarinya ke organisasi massa Islam seperti NU dan Muhammadiyah. “Menghadapi peristiwa 411 Jokowi agak terperanjat karena ternyata empat elemen sektor pendukungnya boleh disebut tidak bekerja optimal dalam rangka menangkal terjadinya gelombang unjuk rasa yang begitu besar di era dua tahun kekuasaannya,” kata pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti, seperti dikutip BBC.

Aksi massa 4 November membuka kesadaran Jokowi ruang politik selama masa pemerintahannya tak cukup dikelola dan dibiarkan menggelinding sendiri. Karena itulah Jokowi mengulang dari awal memulai konsolidasi politik setelah demonstrasi besar itu.

Apalagi, sama seperti masa-masa menjelang aksi massa 411, kini media massa dan media sosial mulai mendengungkan kemungkin aksi masa besar susulan pada 25 November nanti. Drama tambahan ditiupkan bahwa pada Aksi Bela Islam ke-3, yang disebut aksi 2511 itu, nanti akan dibarengi penarikan uang besar-besaran dari bank (rush money). Ingat, kejatuhan Soeharto pada 1998 salah satunya didukung kepanikan masyarakat yang melakukan rush money.

Siapkah Jokowi? Bekas pedagang mebel di Solo itu tak menjawab langsung. “Enggak ada demo,” katanya saat berkunjung ke Mako Kostrad.

Sedangkan Jenderal Gatot mengatakan jika demo itu benar terlaksana nanti, bukan lagi soal Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama seperti aksi 411 lalu.

Ahok sudah ditetapkan sebaga tersangka dugaan penistaan agama 2 minggu setelah unjuk rasa itu. “Bila ada demo lagi maka temanya Gulingkan RI 1, pasti itu unsur-unsur dari luar yang akan membuat kekacauan dan memecah-belah NKRI dan akhirnya konsep membagi wilayah Indonesia akan terwujud, dan pastinya bila nanti tanggal 25 november demo terulang kembali, jangan salahkan kami bila akan terjadi yang tidak di inginkan,” kata Panglima TNI.

Kapolri idem dito. “Jadi kalau ada yang mau turun ke jalan lagi untuk apa? Jawabannya gampang. Kalau ada yang ngajak turun ke jalan lagi, apalagi membuat keresahan dan keributan, cuma satu saja jawabannya, agendanya bukan masalah Ahok. Agendanya adalah inkonstitusional, dan kita harus melawan itu,” kata Tito. [Noor Yanto/Didit Sidarta]