Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat, Nancy Pelosi tiba di ibu kota Taiwan, Taipei, Selasa (2/8). Kehadirannya disebut untuk menyatakan dukungan untuk demokrasi di Taiwan.
Pemerintah Cina sejak awal memperingatkan negaranya tidak akan tinggal diam dan memandang tindakan AS sebagai ancaman kedaulatan bagi Cina.
Sebelum kunjungan Pelosi pemerintah Cina telah memperingatkan Taiwan dan AS akan adanya konsekuensi jika Pelosi benar-benar berkunjung ke wilayah itu.
“[Kedatangan Pelosi] akan sangat mengancam perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan, sangat merusak hubungan China-AS dan mengarah pada situasi yang sangat serius dan konsekuensi serius,” ujar diplomat senior China Liu Xiaoming.
Menanggapi sikap Cina, Presiden AS Joe Biden sempat gentar dan memperingatkan Pelosi bahwa kunjungan ke Taiwan dinilai bukan ide yang bagus dan tidak di waktu yang tepat.
Namun pemerintah AS melalui Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan bahwa Pelosi dapat mengambil keputusan sendiri tanpa intervensi pemerintah.
Kirby juga mengatakan bahwa Cina tak punya alasan untuk membuat kunjungan Pelosi menjadi krisis yang dapat merusak stabilitas dan keamanan di kawasan.
“Ketua DPR punya hak mengunjungi Taiwan. Tak ada alasan bagi Beijing mengubah kunjungan potensial sesuai kebijakan lama AS ini menjadi semacam krisis,” kata Kirby dalam siaran pers resmi.
Militer AS dikabarkan mengerahkan empat kapal perang termasuk satu kapal induk USS Ronald Reagan untuk mengawal lawatan Pelosi ke Taiwan.
Cina kerahkan pasukan
Sebagai respons atas kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan, China akan melakukan serangkaian operasi militer di sekitar Taiwan mulai Selasa malam.
Tindakan itu diumumkan oleh Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) sebagai eskalasi sikap Cina, operasi itu kemungkinan akan berlanjut secara bertahap seiring meningkatnya krisis.
Tepat ketika Pelosi mendarat di Taiwan, PLA mengumumkan “respons militer yang kuat” seperti yang telah diperingatkan sebelumnya. Respons itu di antaranya pengerahan angkatan laut dan angkatan udara bersama di utara, barat daya dan tenggara garis pantai dan wilayah udara Taiwan.
Tanggapan juga terdiri dari penembakan artileri jarak jauh, tembakan langsung di Selat Taiwan serta uji coba rudal konvensional di perairan timur pulau itu.
PLA dilaporkan memindahkan beberapa kapal perang dan pesawat ke dekat perbatasan tidak resmi antara China dan Taiwan yaitu di selat Taiwan.
Selain itu ada pengerahan lusinan tank dan kendaraan lapis baja lainnya melalui kota daratan Cina Xiamen, yang berjarak 3 mil (5 km) di seberang perairan dari Kepulauan Kinmen, Taiwan.
Kementerian pertahanan Taiwan dilaporkan meningkatkan kewaspadaan militernya selama empat hari ke depan dan memperingatkan akan mengirimkan pasukan sebagai reaksi terhadap “ancaman musuh”.
Dalam sebuah pernyataan, kementerian Taiwan mengatakan pihaknya memiliki “tekad, kemampuan, dan kepercayaan diri” untuk memastikan keamanan nasional Taiwan, dan telah membuat berbagai rencana untuk keadaan darurat.
Provokasi AS
Tindakan provokatif Amerika Serikat ini tentu akan meningkatkan ketegangan di kawasan Asia Pasifik, setelah sebelumnya AS menghembuskan isu Invasi Cina ke Taiwan dan mencoba mencampuri isu Laut Cina Selatan.
Dalam pembicaraan melalui telepon dengan Biden, presiden Xi menyatakan bahwa kedaulatan Tiongkok atas integritas wilayahnya adalah sikap jelas dari 1,4 miliar rakyat Tiongkok.
Selain itu Xi memperingatkan adanya konsekuensi bagi siapa pun yang mendukung pemisahan Taiwan dari Tiongkok.
Sebelumnya pemerintahan Xi memberikan kritik keras atas rencana kunjungan ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan. Beijing menyebut kunjungan itu akan meningkatkan tensi di kawasan hingga mengganggu stabilitas nasional negara tirai bambu itu.
“Siapa bermain api dia akan terbakar” tegas Xi kepada Biden melalui telepon. Ia memperingatkan agar presiden AS memahami posisi Tiongkok memandang langkah Biden di taiwan.
Menanggapi lontaran Xi, presiden AS Joe Biden menyatakan bahwa kebijakannya terhadap Taiwan tidak berubah seperti sebelumnya. Biden kemudian mengatakan, “AS dengan keras menolak upaya unilateral untuk mengubah status quo [satu Cina] atau merusak perdamaian dan kestabilan selat Taiwan.” [PAR]