Kapal MV Ever Judger/marinetraffic.com

Koran Sulindo – Polisi mengumumkan nakhoda (kapten) kapal MV Ever Judger, ZD (50), warga negara Tiongkok, menjadi tersangka tumpahan minyak di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Tumpahan minyak terjadi karena jangkar kapal itu mematahkan pipa minyak Pertamina di bawah laut perairan itu. Kejadian ini berujung pada tewasnya 5 pemancing akibat kebakaran minyak mentah di tengah Teluk dan pencemaran laut seluas lebih dari 12,7 ribu hektare persegi.

“Nakhoda yang memerintahkan Mualim I menurunkan jangkar sepanjang 1 shackle,” kata Direktur Direktorat Kriminal Khusus, Kepolisian Daerah Kalimantan Timur (Dir Ditkrimsus Polda Kaltim), Kombes Yustan Alpiani, di Balikpapan, Kamis (26/4/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Dalam satuan ukuran jangkar kapal, 1 shackle adalah 27,5 meter.

ZD bersama 21 anak buah kapal MV Ever Judger masih berada di Balikpapan dan diurus oleh agen kapal tersebut. Paspor mereka ditahan dan seluruhnya dikenakan cegah tangkal.

ZD dikenai Pasal 99 ayat 1, 2, 3 dan pasal 99 ayat 1, 2, 3 Undang-Undang Perlindungan dan Pengawetan Lingkungan Hidup dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara. Juga dikenakan pasal 359 KUHP tentang kelalain yang menyebabkan orang lain kehilangan nyawa dengan ancaman hukuman 5 tahun.

Menurut polisi, dari komunikasi dengan Kapal Pandu di depannya, disebutkan untuk persiapan lego jangkar cukup turunkan jangkar di posisi 1 meter dari atas permukaan air.

Komunikasi antarkapal menggunakan Bahasa Inggris.

Rekaman dan catatan komunikasi antara Kapal Pandu dan MV Ever Judger ini menjadi alat bukti bagi polisi dalam penetapan tersangka tersebut. Alat bukti lainnya adalah material yang ditemukan di ujung jangkar kiri kapal, yang oleh Pusat Laboratorium Kriminal (Puslabfor) Mabes Polri dinyatakan identik dengan beton yang membungkus pipa yang patah.

Menurut polisi, Kapal Pandu mengatakan tempat kejadian itu bukan daerah yang diizinkan melepas jangkar dan diperintahkan untuk segera menaikkan jangkar tersebut.

Lokasi laut di mana ada pipa minyak atau gas di dasarnya adalah daerah terlarang terbatas (DTT). Kapal boleh melintas tapi tidak boleh melepas jangkar. Daerah DTT itu dibatasi dengan buoy dengan lampu kuning berkedip-kedip di tepi-tepinya.

Lokasi laut di mana ada pipa minyak atau gas di dasarnya adalah daerah terlarang terbatas (DTT). Kapal boleh melintas tapi tidak boleh melepas jangkar. Daerah DTT itu dibatasi dengan buoy dengan lampu kuning berkedip-kedip di tepi-tepinya.

Saat itu juga Nakhoda ZD sudah memerintahkan mesin dimatikan, dan jangkar diangkat dalam keadaan kapal masih meluncur. Dengan berat 12 ton dan rantai terulur 27,5 meter, 5 meter lebih panjang daripada kedalaman air yang 22 meter, jangkar haluan kiri diangkat.

Jangkar itu berdimensi tinggi lebih kurang 3 meter dan bagian lebarnya tak kurang 2 meter, dengan berat diperkirakan 12 ton.

Para penyelam Hidro-Oseanografi TNI-AL (Hidrosal) menemukan parit sepanjang 498 meter, lebar 1,6-2,5 meter, dalam 0,7-0,4 meter di lintasan yang dilalui kapal, dan parit berhenti di titik jangkar menyentuh pipa.

Saat jangkar tersangkut pipa, daya lenturnya membuat pipa tertarik hingga akhirnya membuat kapal berhenti. Merasakan sesuatu menahan di bawah air, kapal bermanuver mundur. Setelah itu jangkar terbebas dan terus diangkat.

Rangkaian kejadian terjadi pada dinihari Sabtu 31/3 sebelum pukul 03.00, di mana mulai terdeteksi minyak mengapung di laut.

Sebelumnya kapal baru selesai mengisi muatan batubara sebanyak 78.000 ton di Jetty Gunung Bayan. Haluan kapal menuju ke timur atau ke arah Selat Makassar untuk keluar dari Teluk Balikpapan dan melanjutkan perjalanan. Kapal bermaksud berhenti menunggu air pasang agar mudah bermanuver keluar Teluk Balikpapan.

MV Ever Judger terdaftar di Panama dan berbendera Panama. Kapal dikelola sebuah perusahaan yang berpusat di Hong Kong, dan kepemilikannya terdaftar di Cayman Island. Kapal ini berdimensi panjang 229,05 meter, lebar 32,31 meter, dan bobot mati 82.000 ton.

Kapal merupakan kapal cargo curah (bulk carrier) dan datang ke Balikpapan untuk mengambil batubara dan kemudian diantar ke Malaysia. Saat kejadian dinihari (31/3/2018), kapal sudah dimuati batubara 78.000 ton.

Polisi menduga nakhoda Kapal MV Ever Judger telah bersikap lalai ketika membuang jangkar di Teluk Balikapapan. Jangkar itu mematahkan pipa minyak milik Pertamina dan berujung pada tumpahnya minyak.

“Sepertinya nakhoda tidak sadar bahwa jangkarnya memutus pipa. Mungkin dia juga kaget kenapa tiba-tiba muncul minyak mentah setelah dia membuang jangkar. Ada faktor kelalaian,” kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto, di Jakarta, Kamis (26/4/2018).

Jangkar hanya boleh diturunkan pada jarak dan kedalaman tertentu, tidak boleh sembarangan.

Pertamina Tuntut Pemilik Kapal

Sementara itu PT Pertamina (Persero) menuntut ganti rugi terhadap pemilik kapal MV Ever Judger.

“Kami ajukan somasi dulu. Kalau mereka merasa tidak melakukan maka kami ajukan gugatan perdata,” kata Kuasa hukum Pertamina, Otto Hasibuan, di Jakarta, Kamis (26/4/2018).

Menurut Otto, seluruh pengeluaran Pertamina yang timbul akibat pengrusakan ini diajukan sebagai beban tergugat, termasuk minyak yang tumpah.

“Jadi seluruh pengeluaran Pertamina yang timbul akibat kejadian ini akan kami ajukan sebagai beban tergugat termasuk minyak. Berapa triliun itu biayanya, saya tidak tahu persis, itu lagi dihitung Pertamina,” katanya.

Pemilik kapal tercatat di British Virgin Island. Sementara operator kapal tercatat di Hongkong.

Somasi ini tidak perlu menunggu proses pidana selesai karena Pertamina telah melaporkan dugaan pengrusakan pipa dengan terlapor kapal MV Ever Judger pada 13 April kemarin.

“Kita persiapkan gugatannya segera dengan pertama melakukan teguran dan somasi. Gugatan ini bisa dilakukan di Indonesia dan mungkin juga kita bisa lakukan di negara yang bersangkutan,” kata Otto.

‘Black ‘Box’ MV Ever Judger

Komite Nasional Keselamatan Transportasi sedang menganalisa sejumlah data yang terekam dalam black box (kotak hitam) dari kapal MV Ever Judger.

Dalam rekaman kotak hitam itu ada percakapan dari empat saluran komunikasi, yaitu antara para perwira di anjungan kapal dengan kru, antarperwira di anjungan dan anjungan dengan pelabuhan. Para perwira di kapal MV Ever Judger adalah kapten kapal, juru mudi, hingga kepala kamar mesin.

Saat ini KNKT berusaha mendapatkan rekaman yang bersih, yaitu dengan menghilangkan suara bising yang banyak ditemui dalam rekaman percakapan itu, untuk kemudian dibuatkan transkrip tertulis.

“Lebih fokus lagi pada rekaman antara hari Jumat (30/3) ketika kapal MV Ever Judger sedang berlabuh hingga Sabtu (31/3) dini hari sampai semua kru harus meninggalkan kapal karena kebakaran di laut,” kata Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono, di Balikpapan, Kamis (26/3/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Ketua KNKT menegaskan hasil penyelidikan oleh KNKT, termasuk transkrip rekaman, tidak untuk mendukung proses hukum, tetapi untuk menyusun rekomendasi agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa depan.

“Untuk keselamatan, baik pada transportasi udara, laut, juga darat,” katanya.

Selama penyelidikan maupun nanti setelah selesai, KNKT tidak akan membagi hasilnya dengan pihak manapun, termasuk polisi, sampai rekomendasi diumumkan. Dalam kasus ini, KNKT memerlukan waktu lebih kurang empat bulan hingga dianggap selesai.

“Meskipun selesai dalam dua bulan laporannya, saya harus kirim kepada otoritas di Panama sebagai state of register di Panama, state of operator di Hongkong dan state of ownership di Cayman Island. Ada tiga negara yang saya kirimkan dan mintai komentar. Bila ada komentar, maka perlu waktu satu bulan kalau perlu saya perbaiki, seminggu, jadi totalnya kurang lebih 3 hingga 4 bulan,” kata Tjahjono.

Latar Belakang

Sebelumnya, Mabes Polri menyatakan bencana tumpahan minyak mentah di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, akhir Maret lalu mengarah pada tindakan pidana.

“Indikasi ada, baik sengaja mau pun tidak. Tidak sengaja tapi mengakibatkan orang mati ada korban loh ini,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Irjen Setyo Wasisto, di Jakarta, Minggu (22/4/2018).

Sedangkan, Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal) mengatakan pipa yang patah milik Pertamina di Teluk Balikpapan sudah tergambar pada peta, baik electronic navigational chart (ENC) maupun peta kertas. Peta tersebut, sesuai ketentuan International Maritime Organization (IMO) yang berlaku sejak 2014, wajib dibawa setiap kapal besar yang berlayar.

“Ini mandatory. Tidak mungkin kapal berlayar tanpa peta, apalagi dengan kecepatan tinggi,” kata Kepala Pushidrosal, Laksamana Muda TNI Harjo Susmoro, di Jakarta, Sabtu (21/4/2018), seperti dikutip antaranews.com.

MV Ever Judger diduga melakukan lego jangkar di Teluk Balikpapan.

“Saya buka ENC kapal itu ternyata masih bagus dan bisa berfungsi dengan baik. Dan setelah saya cek, ENC juga update. Saya lihat, semua data terbaru ada pada peta itu, termasuk keberadaan pipa, larangan-larangan lego jangkar, semua ada. Maka patut diduga, bahwa ada pelanggaran di situ,” katanya.

ENC yang dibawa semua kapal di seluruh dunia yang berlayar di wilayah perairan Indonesia memang mengacu pada peta Pushidrosal. Bahkan peta British Admiralty Chart (BAC) pun memperoleh suplai data dari Pushidrosal.

Pushidrosal menyatakan Pertamina merupakan korban pada peristiwa patahnya pipa di Teluk Balikpapan setelah melakukan pencitraan dasar laut di lokasi, tak lama sesudah kejadian. [DAS]