Koran Sulindo – Biaya untuk membangun kereta cepat Jakarta-Bandung naik menjadi Rp 81,95 triliun dari nilai semula Rp 80,87 triliun. Kenaikan tersebut dipicu tambahan biaya asuransi proyek dan biaya pelindung pinjaman terhadap volatilitas tak terduga atau debt service reserve.
Namun, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwi Windarto menyebut kenaikan nilai proyek tersebut sudah disepakati sejak lama.
Dwi Windarto menambahkan, porsi pendanaan proyek tersebut dibagi menjadi dua yakni 75 persen ditanggung China Development Bank (DBC) dan sisanya 25 persen dari ekuitas pemegang saham PT KCIC.
Sementara itu Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan memastikan proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung tetap berlanjut meski meleset dari target awal.
“Kereta cepat kita bahas semua angka-angkanya supaya tahu kalau ada kelemahan bisa kita perbaiki. Tapu kita tak berbicara jalan atau tidak jalan. Proyeknya tetap jalan,” kata Luhut menegaskan.
Luhut menyebut sejumlah kelemahan proyek tersebut di antaranya soal pembebasan lahan hingga waktu konstruksi. Ia menambahkan, saat ini tim kecil tengah membahas teknis proyek tersebut.
Meleset dari rencana sebelumnya, operasi kereta cepat Jakarta-Bandung diperkirakan bakal meleset dari jadwal semula yakni awal tahun 2019. Pengoperasian molor setahun menjadi tahun 2020.
Pemegang saham pada KCIC, 40 persen dimiliki oleh badan usaha China, sementara empat BUMN Indonesia yang tergabung dalam PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia memiliki 60 persen. Empat BUMN yang tergabung adalam PT Pilar Sinergi BUMN adalah PT Kereta Api Indonesia, PT Wijaya Karya, PTPN VIII dan PT Jasa Marga.
Menurut rencana, tahap awal pengucuran pinjaman akan dilakukan oleh CDB pada bulan Maret 2018 senilai US$ 500 juta setelah pembebasan lahan terpenuhi minimal 53 persen. Hingga saat ini pembebasan lahan sudah mencapai 54 persen yang berarti telah memenuhi syarat.(TGU)