Muncul, Petisi Online Tolak Ahok

Ilustrasi: Warga yang menolak Ahok dalam laman petisi online Urban Poor Consortium/http://tolakahok.urbanpoor.or.id

Koran Sulindo – Urban Poor Consortium  membuat petisi online yang berisi penolakan terhadap Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) karena dianggap sebagai tukang gusur. Petisi yang beredar di dunia maya sejak dua hari lalu bisa diakses di http://tolakahok.urbanpoor.or.id

“Ini sebenarnya lebih kepada wadah mengekspresikan keinginan warga. Banyak dari warga mungkin enggak sempat ikut aksi. Dengan teknologi, mereka masih bisa menyuarakan aspirasi,” kata Koordinator UPC Gugun Muhammad, Jumat (26/8).

Dalam laman petisi tersebut terdapat sekitar 90 foto warga yang memegang kertas dan bertuliskan  ‘Saya tolak Ahok Gubernur tukang gusur’.

Gugun mengatakan tempat itu untuk mengekspresikan keinginan para warga DKI Jakarta. Banyak warga masyarakat yang mungkin saja tidak sempat ikut aksi  melakukan tindakan penolakan terhadap Ahok secara langsung. Untuk itulah dengan adanya teknologi yang sudah maju, mereka yang ingin berekspresi melalui dunia maya.

Pada Minggu (21/8) lalu, Forum Kampung Kota mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.

Forum Kampung Kota adalah gerakan gotong royong lintas disiplin dan lintas generasi, berisi akademisi dan praktisi dari berbagai bidang ilmu, dengan tujuan berkontribusi bagi pembangunan kampung dan kota di Indonesia sesuai dengan nilai-nilai demokrasi, kemanusiaan, keadilan, dan berkelanjutan.

Sebagai pengantar surat mereka mengutip pidato Presiden Soekarno pada ulang tahun Jakarta ke-435 pada 1962. “Marilah Saudara-saudara, hai saudara-saudara dari Djakarta, kita bangun kota Djakarta ini dengan cara semegah-megahnya. Megah bukan saja materiil, megah bukan saja karena gedung-gedungnya pencakar langit, megah bukan saja ia punya boulevard-boulevard, lorong-lorongnya yang indah, megah bukan saja ia punya monumen-monumen indah, megah di dalam segala arti, sampai di dalam rumah-rumah kecil daripada Marhaen di kota Djakarta harus ada rasa kemegahan.”

Surat itu berisi tiga hal. Pertama, mengingatkan bahwa yang mereka pilih pada Pilkada DKI 2012 sebagai Gubernur DKI adalah Joko Widodo.

Saat Jokowi menjadi Presiden RI tahun 2014, warga miskin di Jakarta rela, ikhlas, dan mendukung pergeseran posisi ini. “Kami berharap gubernur pengganti akan meneruskan semangat pendahulunya selalu melibatkan warga dalam mengambil keputusan strategis. Namun harapan kami terus mengabur. Kebijakan-kebijakan Pemprov DKI terus menjauh dari nilai-nilai keadilan bagi warga miskin ibukota.

Kedua, surat itu menyampaikan keprihatinan, kekecewaan atas orientasi dan kinerja kebijakan Pemprov DKI yang dipimpin Gubernur Basuki Tjahaja Purnama dalam mengelola Jakarta.

Ketiga, dengan mempertimbangkan data dan fakta terkait kinerja dan arah kebijakan Pemprov DKI yang dipimpin oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama dalam mengurus Jakarta, mereka mendesak PDI Perjuangan, sebagai partai wong cilik, sekaligus partai politik terbesar di Indonesia, untuk menolak mendukung pencalonan Basuki Tjahaja Purnama sebagai gubernur DKI (2017-2022).

Surat itu ditandatangai 37 orang tokoh masyarakat, diantaranya I. Sandyawan Sumardi, Tamrin Amal Tamogola, dan Nursyahbani Katjasungkana.

Unjukrasa ke PDI Perjuangan

UPC juga sempat menggelar aksi di Kantor DPP PDI-Perjuangan pada Kamis (26/8). Mereka meminta agar partai berlambang moncong banteng itu tidak mengusung Ahok pada Pilkada 2017.

Pada aksi yang juga diikuti Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) Jakarta, Serikat Becak Jakarta (Sebaja), dan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI).

Korban penggusuran mengatakan, mereka kini tak lagi memiliki tempat tinggal setelah pemukiman mereka digusur Pemda DKI Jakarta di bawah perintah Ahok. “Kami digusur semena-mena, tidak diperlakukan sebagai manusia. Kami ingin PDIP memilih kadernya sendiri, bukan Ahok,” tutur salah seorang korban penggusuran.

Mereka berdemonstrasi dengan mengenakan kaos bertulisan “Bersatu Tolak Ahok untuk Jakarta” dan membawa spanduk “Kami Minta PDIP Jangan Usung Ahok”. Juga meneriakkan yel-yel “Tolak Ahok”.

Pada hari ini juga, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengeluarkan pernyataan tertulis tentang  sejumlah persoalan yang tersisa setelah kawasan Kalijodo, Penjaringan, Jakarta Utara, digusur. Menurut Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Peristiwa Penggusuran Kalijodo, Hafid Abbas, mengatakan persoalan itu merupakan aduan yang disampaikan sejumlah perwakilan warga kepada Komnas HAM.

Sedikitnya ada enam permasalahan yang paling mendesak yang dikeluhkan warga. Mulai dari penyediaan tempat tinggal warga yang digusur hingga alokasi anggaran untuk penggusuran dan penataan kembali kawasan yang bersumber dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) pihak swasta. Warga mengadu ke Komnas HAM pada Rabu (24/8). [DAS]