Koran Sulindo – Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menetapkan, 1 Romadon 1440 Hijriah bertepatan dengan 6 Mei 2019. Adapun 1 Syawal 1440 H atau Idul Fitri bertepatan dengan 5 Juni 2019. Penetapan ini, seperti diungkapkan siaran pers-nya, berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal.
Metode hisab ini menghitung pergerakan posisi hilal di akhir bulan untuk menentukan awal bulan. Meski posisi bulan bersifat prediktif, tingkat akurasi dapat dipertanggungjawabkan karena menggunakan perhitungan ilmu falak (astronomi). Apalagi, teknologi atau alat bantu untuk melakukan perhitungan itu juga semakin canggih, dengan presisi tinggi.
Akan halnya yang dimaksud hilal adalah penampakan bulan baru atau bulan sabit muda pertama (the first visible crescent) di cakrawala saat terbenamnya matahari (ghurub), sebagai dimulainya bulan baru dalam kalender Hijriah. Dalam perhitungan kalender Hijriah, perhitungan hari memang dimulai saat matahari terbenam, magrib. Kalender Hijriah ini didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi atau revolusi bulan terhadap bumi.
Selain metode hisab, ada pula metode rukyatul hilal. Metode ini menggunakan mata telanjang untuk memantau hilal. Biasanya dilakukan waktu matahari akan terbenam. Titik lokasi pun umumnya telah ditentukan. Jika ada dua orang melihat hilal, pergantian bulan pun dinyatakan sah. Untuk penentuan awal puasa Romadon pada tahun ini, rukyatul hilal di Indonesia dilakukan pada 95 titik pemantauan, yang tersebar di 32 provinsi.
Para pemantau dengan metode ini akan mengamati hilal di hari ke-29. Karena, bulan memerlukan waktu mengitari bumi selama 29,531 hari. Jadi, satu bulan itu dalam perhitungan kalender Hijriah dapat bisa 29 hari atau 30 hari.
Masalahnya, melihat hilal dengan mata telanjang bukanlah perkara mudah. Karena, hanya kurang-lebih 1,25% bagian dari permukaan bulan yang terkena paparan sinar matahari. Penampakan bulan dari bumi pun hanya seperti garis lengkung tipis. Apalagi, kondisi saat hilal akan terlihat adalah waktu langit masih dalam keadaan terang pada waktu magrib, sementara cahaya bulan kadang kalah dengan berkas cahaya matahari, sehingga hilal terlihat samar. Kadang, langit juga dalam kondisi mendung, gelap.
Tambahan pula, hilal muncul hanya sebentar, kurang-lebih 15 menit sampai 1 jam, dan kemudian ikut tenggelam bersama matahari. Ini terjadi karena gerak rotasi bumi lebih cepat daripada gerak revolusi bulan.
Kalau diperhatikan dari bumi di ufuk barat, posisi matahari, hilal, dan cakrawala membentuk sudut segitiga. Cakrawala sebagai garis di bawah, hilal nerada di titik sudut atas, dan matahari di titik sudut bawah. Jarak antara bulan dan cakrawala disebut sebagai sudut azimut; sementara garis antara bulan ke matahari disebut sudut elongasi.
Agar dapat terlihat, hilal setidaknya harus berada di sudut azimut, dengan lebih 2 derajat dari posisi matahari. Kalau kurang dari itu, bulan akan tampak sejajar dengan matahari, sehingga penampakan hilal akan segera hilang seiiring mulai gelapnya langit. [PUR]