Ilustrasi/Antarafoto-Puspa Perwitasari

Koran Sulindo – Foto dan video Presiden Joko “Jokowi” Widodo naik motor gede berlapis emas sambil memakai jaket denim dan sepatu Vans Metallica ramai diperbincangkan banyak orang di media sosial. Sebuah meme yang menggambarkan Presiden Jokowi dengan jaket denim seolah-olah seperti Dilan, tokoh utama di sebuah film remaja yang mengetop beberapa waktu yang lalu, langsung viral. Gelinya, meme itu juga dilengkapi kalimat pelesetan yang diambil dari film tersebut. Kalimat itu berbunyi : “Jangan Jadi Presiden. Berat. Biar Jokowi Saja” lengkap dengan tagar #Jokowi2019.

Ini bukan kali pertama Jokowi memenangkan hati rakyat lewat media sosial. Semua aktivitasnya, termasuk aksi khas Jokowi blusukan, disebarkan lewat pesan media sosial dan mendapat respons positif dari masyarakat. Kegiatan Jokowi, mulai dari kegiatan kepresidenan sampai aktivitas sehari-hari seperti menonton film, pergi ke konser dan bermain dengan cucu terekam dengan baik di media sosial dan biasanya menjadi trending.

Jokowi yang berhasil memenangkan pemilihan presiden (pilpres) tahun 2014 dengan citra kesederhanaannya berniat memperpanjang masa jabatannya dengan memenangkan pemilu tahun 2019.

Ahli komunikasi politik melihat bahwa tingkah laku Jokowi di media sosial adalah salah satu strateginya untuk meraih suara pemilih muda di pemilu yang akan datang.

Nyarwi Ahmad dari Universitas Gadjah Mada dan Akhmad Danial dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sepakat bahwa tontonan kegiatan sehari-hari Jokowi yang remeh temeh di media sosial adalah upayanya membangun citra agar tetap relevan bagi pemilih muda.

Pemilih muda itu penting

Jumlah pemilih muda di pilpres mendatang diperkirakan akan tetap signifikan.

Pada pemilu sebelumnya, pemilih muda, yang usianya berkisar antara 17 sampai 25 tahun, mencapai hampir 30% dari total jumlah pemilih. Tahun ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memperkirakan bahwa jumlah pemilih akan mencapai 196,5 juta. Lembaga-lembaga survei pemilu telah memperkirakan bahwa persentase jumlah pemilih muda akan tetap berkisar antara 30% hingga 35% dari total jumlah pemilih untuk pilpres mendatang. Ini artinya, jumlah pemilih muda akan berkisar antara 60 atau 70 juta di tahun 2019, termasuk 7 juta pemilih pemula.

Nyarwi berargumen bahwa dengan perhitungan di atas, memenangkan suara dari pemilih muda menjadi penting buat Jokowi untuk memenangkan pilpres tahun 2019, mengingat dirinya hanya menang tipis dari saingannya Prabowo Subianto. Di pilpres 2014, Jokowi menang tipis dari Prabowo dengan marjin 9 juta suara.

Jika Jokowi bisa meraup tujuh juta suara pemilih muda, hal ini akan memberikan awal yang baik bagi Jokowi untuk menghadapi duel dengan Prabowo di pemilu yang akan datang. Prabowo baru saja mengumumkan bahwa dia mencalonkan diri sebagai presiden di pemilu 2019.

Namun, survei terkini menunjukkan bahwa Jokowi kurang populer dibanding Prabowo di antara anak muda dan di media sosial.

“Saya kira tim penasihat Jokowi sudah membisiki dia supaya berbuat sesuatu. Hal ini kemudian menjelaskan aksinya dengan motor gede dan yang lainnya di media sosial,” Akhmad berkata.

Presiden Joko Widodo menonton konser We The Fest di JIExpo, Jakarta, Jumat, 11 Agustus 2017/Antarafoto-Rosa Panggabean

Cara Jokowi Memenangkan Suara Milenial

Nyarwi menjelaskan bahwa pemilih muda memiliki karakter yang berbeda dengan pemilih yang lebih tua dan untuk memenangkan hari mereka, calon kandidat presiden harus mengenal mereka.

Dia menambahkan bahwa dalam mengenali karakter anak muda, tampaknya Jokowi sudah mengerjakan pekerjaan rumahnya dengan baik.

Tim kampanye Jokowi sadar akan adanya ikatan yang kuat antara anak muda dan media sosial dan mereka tahu benar bagaimana mengambil keuntungan akan hal tersebut. Selain memiliki akun Facebook and Twitter resmi, Jokowi memiliki video blog (vlog). Karena vlognya, Jokowi mendapat julukan the vlogging president, atau presiden yang suka membuat video blog.

“Dengan muncul di media sosial, dia ingin sedekat mungkin dengan calon pemilihnya,” Nyarwi berkata.

Skeptisisme anak muda yang tinggi pada politik merupakan hal lain yang perlu diperhatikan ketika mencoba berkomunikasi dengan para pemilih muda.

“Kandidat tidak ingin terdengar menggurui,” ungkap Nyarwi sambil merujuk pada strategi yang dilakukan Jokowi untuk menarik perhatian anak muda.

Nyarwi percaya bahwa Jokowi berhasil karena dia berbicara menggunakan bahasa anak muda.

“Tidak ada wacana yang berat, penekanan hanya pada gaya,” dia melanjutkan.

Pendekatan semacam ini dapat dilihat dari postingan Jokowi di media sosial yang ringan, seperti ketika dirinya berlatih tinju atau ketika dirinya beinteraksi dengan hewan peliharaannya. Meski nampak ringan, anak muda suka membicarakan postingan tersebut di internet

Strategi Rebranding Jokowi untuk Memenangkan Pemilu

Selain untuk meraih suara pemilih muda, Akhmad berpendapat bahwa perubahan dalam strategi kampanye Jokowi dilakukannya untuk membuatnya tetap relevan di kalangan pemilih.

Dirinya yakin bahwa pencitraan Jokowi yang lama di tahun 2014 tidak lagi cocok diterapkan untuk pemilu yang akan datang.

Jokowi memenangkan suara rakyat di pilpres 2014 dengan menjual citra seorang pemimpin yang rendah hati, yang suka memakai baju dan sepatu murah dan berbicara dan bertindak selayaknya orang dari kalangan menengah ke bawah.

“Tapi setelah dia menjadi presiden pencitraan seperti itu tidak lagi laku. Dengan kekuasaannya, uang dan penjagaan 24 jam yang dimilikinya, Jokowi bukan lagi seperti kebanyakan orang,” Akhmad berkata.

Oleh karena itu, layaknya sebuah merek, Akhmad mengamati bahwa Jokowi telah melakukan perubahan strategi rebranding untuk memenangkan pilpres.

“Sebelumnya, Jokowi menjual citra sosok yang rendah hati. Tapi sekarang dia menjual citra seorang pemimpin yang muda dan energik,” lanjutnya.

Akhmad mengatakan citra Jokowi yang baru diciptakan untuk meraih suara millenial yang diyakini menjadi kunci kemenangan buat kandidat di pilpres 2019.

“Dengan citra yang baru, saya yakin slogan kampanye Jokowi yang lama ”Jokowi adalah kita“ akan berganti menjadi ”Jokowi, Gue Banget,“ ujarnya. [Ika Krismantari, Deputi Editor, Politik + Masyarakat, The Conversation Indonesia]. Tulisan ini disalin dari The Conversation Indonesia, di bawah lisensi Creative Commons.