Koran Sulindo – Pernahkah Anda bertanya-tanya siapa yang pertama kali menggagas penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan? Mohammad Tabrani Soerjowitjitro, sosok yang lahir di Pamekasan, Madura, pada 10 Oktober 1904, merupakan tokoh penting di balik penggunaan bahasa Indonesia yang kita pakai saat ini.
Melansir laman Badan Bahasa Kemdikbud, Tabrani adalah penggagas bahasa Indonesia. Pada Hari Pahlawan, 10 November 2023, Presiden Jokowi menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada Tabrani sebagai bentuk penghormatan atas jasanya.
Tabrani tidak hanya berperan besar dalam kemerdekaan Indonesia, tetapi juga dalam pergerakan kebahasaan. Dalam Kongres Pemuda, yang menjadi cikal bakal lahirnya Sumpah Pemuda, Tabrani menyuarakan gagasannya untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Namun, gagasannya ini tidak serta-merta diterima oleh semua kalangan, bahkan sempat ditentang oleh tokoh lain, termasuk Mohammad Yamin.
Tabrani memang setuju dengan sebagian pendapat Yamin dalam pidatonya pada Kongres Pemuda Pertama tahun 1926. Namun, ia berbeda pendapat soal penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
Tabrani berpendapat bahwa nama “bahasa Indonesia” lebih tepat untuk dijadikan bahasa persatuan. Sebagai Ketua Kongres Pemuda dan seorang jurnalis yang handal dalam berbahasa, Tabrani tegas menyatakan pendiriannya, “Alasanmu, Yamin, betul dan kuat. Maklum lebih paham tentang bahasa daripada saya. Namun, saya tetap pada pendirian. Nama bahasa persatuan hendaknya bukan bahasa Melayu, tetapi bahasa Indonesia. Kalau belum ada harus dilahirkan melalui Kongres Pemuda Indonesia Pertama ini.”
Pendapat Tabrani yang berani ini sempat memancing reaksi dari Yamin, yang meragukan gagasan tersebut. Dalam sebuah kutipan dari buku “Sebuah Otobiografi M Tabrani: Anak Nakal Banyak Akal”, Yamin bahkan menyindir, “Bahasa Indonesia tidak ada; Tabrani tukang ngelamun.”
Namun, Tabrani tetap teguh pada keyakinannya bahwa bahasa Indonesia lebih cocok sebagai bahasa persatuan, terutama karena sudah banyak dipakai oleh anak muda dalam pergaulan sehari-hari pada masa itu.
Usulan Tabrani akhirnya tidak sia-sia. Gagasannya diadopsi dalam Kongres Pemuda yang berlangsung pada 28 Oktober 1928, yang kemudian melahirkan Sumpah Pemuda.
Dalam Sumpah Pemuda, bahasa Indonesia diakui sebagai bahasa persatuan, sesuai dengan visi Tabrani. Dalam kolom koran Hindia Baru pada masa itu, Tabrani menegaskan, “Bangsa Indonesia belum ada. Terbitkanlah bangsa Indonesia itu! Bahasa Indonesia belum ada. Terbitkanlah bahasa Indonesia itu!” Ia percaya bahwa bahasa Indonesia mampu mempercepat pergerakan kaum muda dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa.
Tabrani berkeyakinan bahwa penggunaan bahasa Indonesia, bukan bahasa Melayu, akan menghindari pengaruh imperialisme yang bisa merusak persatuan bangsa. “Karena menurut keyakinan kita, kemerdekaan bangsa dan tanah air-kita Indonesia ini terutama akan tercapai dengan jalan persatuan anak-Indonesia yang antara lain-lain terikat oleh bahasa Indonesia,” tuturnya dalam kolom yang sama.
Sebelum dianugerahi gelar pahlawan nasional pada tahun ini, Mohammad Tabrani telah menerima tanda jasa Perintis Kemerdekaan dari Kementerian Sosial RI. Penghargaan ini merupakan pengakuan awal atas kontribusinya, sebelum akhirnya Badan Bahasa Kemendikbud mengusulkan namanya sebagai pahlawan nasional.
Usulan ini kemudian disetujui oleh Presiden Jokowi, yang pada Hari Pahlawan 2023 memberikan penghargaan tertinggi kepada Mohammad Tabrani atas dedikasinya bagi bangsa.
Jasa Mohammad Tabrani dalam memperjuangkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa adalah salah satu tonggak penting dalam sejarah Indonesia. Dengan anugerah pahlawan nasional ini, nama Mohammad Tabrani semakin diakui sebagai salah satu tokoh besar dalam perjalanan bangsa Indonesia. [UN]