Modifikasi Huruf Braille di Era Digital

Cara membaca huruf Braille dengan sentuhan ujung jari (Sumber: idntimes.com)

Sehari-hari kita mengenal huruf Latin. Namun sebagian kecil orang mengenal huruf yang tidak biasa; Huruf Braille, begitulah sebutannya, digunakan oleh para penyandang tunanetra. Melalui huruf Braille, mereka dapat beraktivitas seperti menulis dan membaca. Entah bagaimana kehidupan para tunanetra sekarang kalau Louis Braille tidak menyempurnakan huruf itu.

Huruf Braille adalah simbol yang melambangkan huruf, angka, dan tanda baca. Bentuknya berupa titik-titik yang disusun sedemikian rupa sehingga huruf yang timbul mampu diraba oleh ujung jari. Setiap bentuk mewakili setiap abjad. Abjad Braille sama seperti abjad Latin. Karena sederhana dan praktis, huruf Braille dipakai di seluruh dunia.

Alfabet Braille berupa titik-titik timbul (Sumber: solider.id)

Huruf timbul itu terdiri atas enam titik dan dijadikan dua baris. Masing-masing tiga titik disusun dari atas ke bawah. Menurut Ensiklopedi Indonesia, jika hanya titik pertama dari baris pertama yang timbul, itu huruf a. Jika titik pertama dan titik kedua yang timbul, itu huruf b. Bermacam-macam kombinasi menunjukkan berbagai huruf.

Louis Braille

Huruf Braille diciptakan oleh Louis Braille (4 Januari 1809 – 6 Januari 1852) yang berkebangsaan Prancis. Saat berusia tiga tahun ia mengalami kecelakaan sehingga buta secara permanen. Pada usia 15 tahun, ia mulai menciptakan dan memperkenalkan huruf Braille. Untuk menghormati temuannya, setiap 4 Januari diperingati sebagai Hari Braille Internasional.

Semula huruf Braille digunakan oleh seorang perwira, Kapten Charles Barbier, untuk membantu tentara membaca dalam keadaan gelap. Bahkan untuk menyimpan sandi rahasia dengan kode & tulisan malam. Karena masih menggunakan titik dan garis, masih banyak kekurangan dalam sistem penulisan itu. Kemudian Braille menyempurnakan dan mengujicobakan pada beberapa orang tunanetra. Ternyata mereka lebih peka dengan titik-titik dibandingkan dengan garis.

Penyempurnaan huruf Braille rampung pada 1834. Awalnya huruf Braille ditolak oleh sekolah tempat Braille mengajar. Mereka menganggap tidak masuk akal untuk mengajarkan bentuk huruf yang berbeda dari bentuk huruf yang umum.  Namun Braille tetap mengajarkan huruf itu secara diam-diam.

Menurut Wikipedia, salah seorang penentang tulisan Braille adalah Dr. Dufau, asisten direktur Institution Nationale des Jeunes Aveugles. Dufau kemudian diangkat menjadi kepala lembaga yang baru. Untuk memperkuat gerakan anti-Braille, semua buku dan salinan yang ditulis dalam huruf Braille dibakar dan disita. Namun karena perkembangan murid-murid tunanetra yang begitu cepat sebagai bukti dari kegunaan huruf Braille, menjelang 1847 sistem tulisan tersebut diperbolehkan kembali.

Diakui universal

Pada 1851 tulisan Braille diajukan kepada pemerintah Prancis agar diakui secara sah. Sejak saat itu penggunaan huruf Braille mulai berkembang luas hingga mencapai negara-negara lain. Pada akhir abad ke-19, sistem tulisan itu diakui secara universal dan diberi nama; tulisan Braille. Pada 1956, Dewan Dunia untuk Kesejahteraan Tunanetra (The World Council for the Welfare of the Blind) menjadikan bekas rumah Louis Braille sebagai museum. Kediamannya terletak di Coupvray, 40 km sebelah timur Paris. Mengingat pentingnya huruf Braille, PBB mewajibkan setiap negara untuk mengoptimalkan dan mengusahakan sarana dan prasarana terkait penyediaan huruf Braille.

Dalam perkembangannya, huruf Braille bisa disesuaikan, tergantung kita menggunakan bahasa apa. Sebagai contoh, kata orang bisa dipersingkat menjadi ‘org’ sehingga buku semakin tipis. Huruf Braille juga telah diperkaya sehingga dapat digunakan untuk membaca not musik dan matematika. Selanjutnya huruf Braille diubah dari enam titik menjadi delapan titik. Ini memudahkan pembaca mengetahui huruf besar atau huruf kecil.

Huruf Braille bisa dibuat melalui mesin tik Braille yang dikenal sebagai Perkins Brailler, mesin rancangan David Abraham pada 1952. Sistem pemakaiannya mirip dengan mesin tik biasa. Huruf Braille dapat juga dihasilkan melalui mesin cetak Braille yang disambung ke komputer.

Huruf Braille diciptakan dalam kultur budaya Barat, terutama Prancis. Maka dalam penggunaannya ia merepresentasikan alfabet Latin. Untuk itu huruf Braille mengalami berbagai modifikasi ke dalam bahasa yang mempunyai aksara tertentu, seperti Kanji. Saat ini sudah terdapat Braille Jepang dan Braille Korea.

Di era serba digital ini, huruf Braille diintegrasikan dengan berbagai perangkat teknologi canggih, misalnya Braille EDGE 40. Alat ini dapat dihubungkan dengan ponsel pintar, tablet maupun komputer via bluetooth. Beberapa merk komputer, ponsel, kamera, dan jam tangan juga sudah dilengkapi huruf Braille.

Masyarakat minoritas Indonesia ikut merasakan manfaat kehadiran huruf Braille. Pemerintah mendapatkan bantuan mesin cetak Braille pada 1952. Menurut detik.com, selama bertahun-tahun mesin tersebut menempati Gedung Badan Grafika di Jakarta untuk mencetak buku pelajaran dan al-Quran. Pada 1962 pemerintah memindahkan mesin konvensional itu ke Bandung dan ditangani oleh Yayasan Penyantun Wyata Guna. [DS]