Foto: bfsi.eletsonline.com

Koran Sulindo – Untuk mendanai pembelian saham PT Freeport Indonesia, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) akan menggunakan pinjaman dari bank asing. Ada kurang-lebih 11 bank asing yang siap memberikan pinjaman tersebut.

Diungkapkan Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Fajar Harry Sampurno, bank-bank pemberi pinjaman itu akan dipimpin bank asal Jepang. “Mitsubishi UFJ Financial Group, MUFG, yang mengatur nilai semua sindikasi,” tutur Fajar di Jakarta, Rabu (1/8).

Inalum harus membayar US$ 3,85 miliar untuk membeli 51% saham PT Freeport Indonesia. Jumlah itu sesuai dengan kesepakatan yang diteken Inalum, Freeport McMoran, dan Rio Tinto. Dari nilai tersebut, US$ 3,5 miliar untuk membeli 40% hak kelola Rio Tinto, yang katanya akan dikonversi menjadi saham. Sebesar US$ 350 juta untuk membeli 9,36% saham PT Indocopper Investama. Namun, kas Inalum hanya sekitar Rp 16 triliun.

Agar dapat menguasai 51% saham itu, Inalum harus melewati tiga perjanjian lagi: purchase agreement, exchange agreement, dan shareholder agreement. Bila semua itu selesai, Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Freeport yang permanen akan dikeluarkan. Dalam IUPK ini akan ada lampiran mengenai keuangan dan lingkungan. Lampiran ini bisa menjadi jaminan kepada bank untuk mendapatkan pinjaman.

Bila IUPK selesai dan pembangunan smelter disepakati, Inalum akan membayar US$ 3,85 miliar itu. “Settlement dulu. Lalu baru IUPK bilang kalau settlement selesai, smelter, financial agreement, dan lingkungan sepakat, baru bayar,” kata Fajar.

Sebelumnya, pada akhir Juni 2018 lalu, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno mengatakan, PT Freeport Indonesia tetap menjadi operator di Tambang Grasberg, Papua, walau Freeport-McMoran nanti tak lagi memegang saham mayoritasnya. Rini juga mengatakan, nantinya akan ada perusahaan patungan (joint venture) antara Inalum dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Nantinya, mereka akan memegang 51% saham dan sisanya Freeport McMoran.

“Memang mereka mengatakan, ‘Okelah kalian 51 persen, tapi kan Anda tidak mengerti operasi.’ Itu kami setuju,” kata Rini, 30 Juni 2018.

Diharapkan Rini, perusahaan patungan itu bisa mengelola secara transparan dan profesional. Apalagi, Freeport-McMoran menginginkan tidak ada intervensi dari pemerintah terhadap pengelolaan perusahaan patungan tersebut. “Ini benar-benar dikelola secara terbuka,” kata Rini.

Perusahaan patungan itu, lanjut Rini, dapat memberikan manfaat kepada pemegang saham dan masyarakat setempat. Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) juga harus ditingkatkan.

Dalam kesempatan yang sama itu, Fajar juga pernah mengatakan, pendanaan dari akuisisi ini berasal dari Inalum. “Konsorsium Inalum-lah,” tutur Fajar.

Pada perkembangannya, Direktur Utama PT Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan, jika daerah masih belum memiliki dana untuk transaksi saham tersebut, pihaknya bakal menalangi dulu pembelian tersebut. “Kami akan membantu pemerintah daerah untuk bisa merealisasi transaksi ini,” tuturnya di Kompleks Parlemen, Jakarta, 23 Juli 2018.

Daerah, lanjutnya, akan mendapatkan keuntungan berupa akses ke dividen jika memiliki saham Freeport. Karena itu, dana talangan bisa dilunasi dengan dividen yang diperoleh itu. “Jadi, kami bayarin dulu, nanti dibayar cicilannya pakai dividen. Sama kan kalau mau beli motor, dibayarin dulu cicilannya, lalu potong gaji,” kata Budi.

Kendati begitu, pihak Inalum tidak menutup peluang jika pemerintah daerah ingin melunasi transaksi tersebut dengan pembayaran tunai, meski masih akan menghitung dan berdiskusi dengan pemerintah daerah. “Kami akan diskusikan. Kalau mau cash, ya, bisa. Enggak pun tak apa-apa,” ujar Budi. [RAF]