Belut. (Foto: iStock)

Dalam dunia hewan, berkembang biak adalah proses yang lazim dan umumnya dapat diamati. Namun, ada satu makhluk yang selama ribuan tahun menantang pemahaman manusia, hewan itu bernama belut.

Hingga kini, belum ada seorang pun yang benar-benar menyaksikan proses perkawinan belut secara langsung. Kekosongan pengetahuan inilah yang membuat reproduksi belut menjadi salah satu teka-teki terbesar dalam biologi laut.

Rasa ingin tahu para ilmuwan mengenai cara belut berkembang biak muncul karena kompleksnya siklus hidup hewan ini. Dengan berbagai tahap metamorfosis yang unik dan penampilan berbeda di setiap fase, belut membuat para peneliti bingung selama berabad-abad.

Namun, misteri terbesar bukan hanya soal bagaimana mereka kawin, melainkan ke mana mereka bermigrasi pada akhir hidup sebelum bertelur di laut dalam. Untuk mengetahui misteri mengenai bagaimana belut berkembang biak, mari kita telusuri melalui artikel berikut.

Jejak Misteri yang Berawal dari Zaman Kuno

Kisah belut sebagai makhluk penuh teka-teki dapat ditelusuri hingga peradaban Mesir kuno. Menurut laman Smithsonian Ocean, orang Mesir percaya belut muncul dari Sungai Nil ketika matahari menghangat, seakan-akan terlahir begitu saja. Kepercayaan ini lalu mengakar selama ribuan tahun.

Aristoteles, filsuf besar Yunani, turut memperkuat anggapan itu. Setelah meneliti anatomi belut, ia menyimpulkan bahwa hewan ini berasal dari “isi perut bumi”. Alasannya, belut tampak tidak memiliki alat kelamin, sehingga ia menganggap belut terbentuk tanpa hubungan seksual.

Di era Romawi, Pliny the Elder menghadirkan teori lain. Ia meyakini bahwa bayi belut muncul dari partikel tubuh belut dewasa yang terlepas ketika mereka menggosokkan diri pada batu-batu di dasar sungai.

Selama berabad-abad, para ilmuwan gagal menemukan jawaban berbeda. Ketidakpahaman ini berlangsung hingga akhir 1800-an, ketika pada 1890-an peneliti akhirnya mengamati metamorfosis terakhir belut menuju fase dewasa seksual lengkap dengan organ kelamin yang sebelumnya tidak diketahui.

Siklus Hidup yang Membingungkan Ilmuwan

Belut memiliki siklus hidup panjang dan rumit, mencakup beberapa tahap metamorfosis yang sangat berbeda satu sama lain. Setiap fase dahulu bahkan disangka sebagai spesies berbeda.

Setelah menetas di laut, belut memulai hidup sebagai larva leptocephalus. Bentuknya memanjang, tembus pandang, hanya beberapa milimeter panjangnya, dan hampir tak dikenali sebagai calon belut dewasa. Larva mungil ini hanyut melintasi Samudra Atlantik melalui Gulf Stream, memakan sisa-sisa organik laut dan fitoplankton. Perjalanan ini dapat berlangsung beberapa tahun.

Ketika mencapai pesisir Eropa, larva itu berubah menjadi “belut kaca” yang tampak lebih mirip ikan kecil bening. Dari sini, ia masuk ke sungai dan berubah menjadi elver, kemudian menjadi belut kuning, fase terpanjang dalam hidupnya. Pada tahap ini, belut menjadi ikan berotot yang dapat bertahan di musim dingin dan bahkan merayap di daratan untuk mencari perairan baru.

Seolah mengikuti isyarat tak terlihat, belut kuning suatu hari berubah lagi menjadi belut perak, sebuah fase dewasa seksual yang siap melakukan migrasi terakhir menuju laut dalam. Dari sinilah misteri semakin menebal begitu belut dewasa pergi ke laut, mereka tak pernah kembali.

Larva-larva belut kemudian muncul di dekat pantai, tetapi tak pernah ada yang melihat di mana tepatnya mereka memijah.

Petunjuk pertama mengenai tempat pemijahan belut datang dari penelitian panjang Johannes Schmidt, ahli zoologi Denmark. Antara 1904 dan 1921, ia menelusuri Atlantik untuk memahami siklus hidup belut Eropa dan Amerika. Ia menemukan bahwa semakin jauh ia berlayar ke barat, semakin kecil ukuran larva yang ditemukan.

Akhirnya, ia tiba di wilayah yang dikenal sebagai Laut Sargasso, hamparan laut di tengah Atlantik yang dipenuhi rumput laut sargassum dan menemukan larva yang begitu kecil sehingga hampir mustahil berasal dari tempat lain.

Schmidt menyimpulkan bahwa Laut Sargasso adalah tempat kelahiran belut. Namun, selama hampir satu abad, kesimpulan itu hanya berdasarkan lokasi larva. Tak ada yang pernah menemukan belut dewasa memijah, apalagi telur belut di sana.

Pembuktian Setelah 100 Tahun

Kemajuan teknologi penandaan satelit pada pertengahan 2000-an membuka peluang baru. Pada 2018 dan 2019, para ilmuwan memasang penanda satelit pada 26 belut betina di lepas pantai Azores. Setahun kemudian, lima di antaranya berhasil dilacak tiba di Laut Sargasso.

Hasil ini menjadi dasar publikasi ilmiah pada tahun 2022 dan menegaskan bahwa belut benar-benar bermigrasi sejauh 3.000–6.200 mil (5.000–10.000 km) ke Laut Sargasso untuk berkembang biak, sebuah migrasi terpanjang kedua pada ikan bertulang.

Meski demikian, proses perkawinan itu sendiri tetap belum pernah terlihat. Belut kawin di laut dalam, tempat yang tidak dapat dijangkau kamera atau penyelaman manusia.

Berbagai pertanyaan yang masih menggantung soal reproduksi belut itu saling berkaitan dan mengalir seperti kisah panjang yang belum selesai ditulis. Ilmuwan menduga belut memiliki cara tersendiri menentukan lokasi bertelur, seolah mengikuti kompas biologis yang tertanam dalam tubuh mereka sejak awal kehidupan.

Ketika saatnya tiba, belut dewasa bergerak menuju lautan, menempuh jarak ribuan kilometer menuju wilayah yang sama yaitu Laut Sargasso meski tak pernah belajar dari generasi sebelumnya. Alam memberi mereka semacam penunjuk arah bawaan, namun mekanisme pastinya masih tersembunyi.

Proses pemijahan dan pembuahan pun tak kalah misterius. Karena tak ada yang pernah menyaksikannya, para ilmuwan hanya bisa menyusun gambaran berdasarkan potongan informasi seperti belut dewasa yang tiba-tiba menghilang di laut dalam, dan larva-larva mungil yang kemudian ditemukan di sekitar Sargasso.

Kemungkinan besar belut bertelur di kedalaman yang tak dapat dicapai manusia, dalam kondisi gelap pekat, lalu mati setelah proses itu selesai. Bagaimana mereka bertemu, bagaimana telur dilepaskan dan dibuahi, semuanya masih menjadi teka-teki.

Ketika telur-telur itu menetas, larva belut menghadapi perjalanan panjang melintasi samudra. Dalam wujud leptocephalus yang tembus pandang, mereka terbawa arus Gulf Stream, memanfaatkan aliran laut sebagai jalur “transportasi alami”.

Tanpa matahari atau daratan sebagai penanda, larva mengikuti arus yang secara evolusioner telah menjadi bagian dari siklus hidup mereka, hingga akhirnya mencapai perairan pesisir dan bermetamorfosis menjadi belut kaca. Dari sanalah mereka beranjak memasuki sungai, seolah mengetahui bahwa daratan adalah fase berikutnya dari takdir biologis mereka.

Pertanyaan lama tentang alat kelamin belut menambah lapisan misteri lain. Selama berabad-abad, belut dianggap tidak memiliki organ reproduksi, karena sulit ditemui pada individu yang hidup di air tawar. Baru pada akhir 1800-an, ketika belut mencapai tahap dewasa penuh, organ kelamin itu akhirnya teramati.

Namun, hingga kini masih ada perdebatan, apakah semua belut dilahirkan dengan jenis kelamin tertentu, ataukah mereka mengalami perubahan kelamin sepanjang hidupnya? Ada pula dugaan bahwa sebagian spesies belut berubah dari satu jenis kelamin ke jenis kelamin lain sesuai kebutuhan populasi. Semua ini belum memiliki jawaban yang benar-benar pasti.

Deretan misteri tersebut menunjukkan bahwa, meski manusia telah mengungkap sebagian perjalanan hidup belut, masih banyak ruang gelap di tengah laut yang belum tersentuh pengetahuan.

Di balik misteri biologinya, belut menghadapi ancaman nyata. Sejak 1980-an, populasi belut Eropa menurun hingga 95 persen. Spesies ini kini berstatus sangat terancam punah. Penurunan tersebut disebabkan oleh kombinasi faktor, pembangunan bendungan, penyakit, perdagangan ilegal, hingga perubahan iklim yang memengaruhi fase kehidupan belut di laut fase yang justru paling sedikit diketahui.

Penemuan tahun 2022 memberi harapan baru. Dengan mengetahui jalur migrasinya secara pasti, upaya konservasi dapat dilakukan secara lebih terarah. Namun, masih banyak yang harus dipahami sebelum misteri belut benar-benar terungkap.

Seperti yang terjadi selama ribuan tahun, belut terus memikat para ilmuwan yang tekun mengejar jawabannya. Dengan ketekunan yang sama, barangkali umat manusia dapat menemukan rahasia terakhir makhluk penuh teka-teki ini dan menyelamatkannya sebelum terlambat. [UN]