Ilustrasi: Jessica, Mirna, Hani, dan Vera/Instagram

Koran Sulindo – Di sebuah restoran yang menjadi bagian dari hotel, duduklah seorang perempuan muda di depan meja bar. Usianya sekitar 30-an tahun. Sesekali dia melirik jam tangannya. Sambil menunggu, dia menikmati live musik yang di restoran itu.

Setelah melirik jam tangannya, dia meninggalkan restoran. Tujuannya ke sebuah kamar di hotel itu. Tibalah dia di depan pintu kamar yang ditujunya. Dia lalu merogoh kunci kamar dari dompet yang ditentengnya. Dia sempat lirik kanan, kiri dan ke belakang.

Dia terkejut ketika seorang lelaki yang sudah berumur keluar dari pintu kamar sebelah. Mereka lantas saling menyapa dan berpelukan. Lalu, keduanya masuk ke kamar yang dituju perempuan itu.

Perempuan itu merupakan seorang perwira menengah di Angkatan Laut Amerika Serikat. Sementara lelaki yang sudah berumur itu merupakan jenderal bintang 3 dari Angkatan Darat. Jenderal ini merupakan teman lama dari bapak perwira menengah AL tersebut.

Setelah basa-basi, sang jenderal lalu menawari perempuan tersebut segelas anggur yang sudah ada di meja kamar itu. Sebotol anggur dan 2 gelas yang sudah terisi. Gelas itu lalu diberikan kepada perwira menengah AL tersebut. Tanpa pikir panjang, perempuan itu lalu meneguknya.

Dia tersedak. Batuk-batuk dan muntah darah. Seketika perempuan itu roboh dan tidak sadar. Setelah diperiksa secara seksama, dia tewas. Melalui uji laboratorium forensik, perempuan itu tewas karena racun arsenik. Karena racun itu, sang jenderal pun mesti mendapatkan perawatan.

Kisah Mirna

Ini hanya sebuah kisah dalam film serial detektif Dinas Investigasi Kriminal Angkatan Laut [NCIS] New Orleans, Amerika Serikat. Kendati fiktif, tentu kisah seperti ini sangat mungkin terjadi di dunia nyata. Buktinya Wayan Mirna Salihin mengalaminya pada 6 Januari lalu di Kafe Oliver Grand Indonesia. Dia merupakan korban pembunuhan setelah kopinya positif mengandung racun sianida.

Sumber racun berdasarkan pemeriksaan laboratorium forensik dinyatakan berasal dari kopi es Vietnam. Awalnya, polisi kesulitan untuk menemukan dalang pembunuhan Mirna. Namun, 23 hari sejak kematian Mirna, polisi menetapkan Jessica Kumolo Wongso, 27 tahun sebagai tersangka tunggal pembunuhan Mirna. Kedua orang ini pernah sama-sama kuliah di kampus Billy Blue College of Design Sidney, Australia.

Berbeda dengan apa yang dialami Mirna, justru kisah pembunuhan perwira menengah dalam serial NCIS New Orleans itu masih misteri. Pasalnya, setelah diselidiki terutama tempat kejadian perkara, anggur itu steril dari racun arsenik. Setelah diautopsi, rupanya racun arsenik itu sudah berada di tubuh perempuan itu selama 10 jam hingga 15 jam.

Itu berarti perempuan tersebut sudah diracun jauh sebelum bertemu dengan sang jenderal. Penyelidikan kemudian dimundurkan ke waktu sebelum perempuan itu bertemu si jenderal. Rupanya sebelum bertemu, perwira menengah AL tersebut sedang berada di kantornya dan menenggak kopi.

Penyidik bergerak cepat dan menyita barang-barang yang ada di kantor perempuan tersebut. Hasilnya sebuah cangkir kopi melalui uji labortorium forensik positif mengandung zat racun arsenik. Penyidik lantas memburu asal dari cangkir kopi.

Motif

Sebelum memutuskan tersangka utama pembunuhan itu, penyidik terlebih dulu mendalami motif pembunuhan sang perwira menengah AL itu. Meski masih muda, perempuan ini rupanya sedang menyelidiki proyek besar yang terindikasi korupsi di tempatnya bekerja. Kasus ini diduga melibatkan orang “besar” karena nilainya mencapai jutaan dolar AS. Apalagi dalam penyelidikannya, dia kerap mendapatkan kesulitan dan selalu dihalang-halangi.

Karena itulah, dia meminta tolong kepada jenderal bintang 3, teman lama bapaknya. Agar dia bisa mengakses informasi terkait proyek dan kasus yang sedang diselidikinya. Berbekal informasi ini lantas memeriksa pihak-pihak yang berkepentingan dengan proyek tersebut, termasuk pihak swasta. Ujung penyelidikan tersebut bermuara kepada seorang pemuda, pemilik perusahaan swasta yang sudah lama bermitra dengan AL.

Perusahannya yang mulai bangkrut itu, tiba-tiba seringkali mendapat proyek besar dari AL. Namun, nyatanya proyek tersebut fiktif. Kendati demikian, AL mesti tetap membayar atas proyek fiktif itu. Singkat cerita, pemuda ini berhasil ditangkap. Meski tak mau mengaku, tapi karena bukti yang dimiliki NCIS New Orleans, pemuda ini dimasukkan ke dalam penjara.

Ketika kisah ini sudah dianggap selesai, tiba-tiba pemuda yang menjadi tersangka utama pembunuh perwira menengah AL itu ditemukan tewas dalam sel. Berdasarkan penyelidikan penyidik, kematiannya tidak wajar alias bukan bunuh diri. Siapa pembunuhnya? Masih misteri.

Berangkat dari film ini, motif pembunuhan terhadap Mirna dengan tersangka utamanya, Jessica masih samar. Penyidik sama sekali tidak menemukan motif yang kuat alasan Jessica untuk membunuh Mirna. Apalagi dengan menggunakan racun sianida. Jessica disebut dendam kepada Mirna hanya karena pernah menasihatinya. Motif yang agak sulit diterima mengingat Mirna bukan siapa-siapa dan tidak sedang menyelidiki kejahatan Jessica.

Pembunuhan menggunakan racun sianida dengan motif dendam masih sangat jarang dijumpai di Indonesia. Apalagi untuk mendapatkan sianida tidak mudah. Pembunuhan menggunakan racun terutama sianida selalu melibatkan orang-orang high profile seperti Yasser Arafat di Palestina atau aktivis HAM Munir Said Thalib di Indonesia.

Yasser diracun karena kegigihannya berjuang untuk melawan invasi Israel terhadap negaranya. Sementara Munir diracun karena gigih memperjuangkan dan menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu yang melibatkan jenderal-jenderal jebolan Orde baru. Lantas atas dasar apakah Jessica mesti meracuni Mirna dengan sianida?

Berdasarkan surat dakwaan jumlah racun sianida yang masuk ke tubuh Mirna mencapai sekitar 298 miligram. Padahal hanya dengan 1,5 miligram sudah berakibat fatal bagi manusia. Itu berarti sianida yang ditenggak Mirna bisa menghabisi sekitar 20 orang lebih.

Merujuk pada kisah film itu, penyidik barangkali perlu memperluas penyelidikannya. Tidak hanya semata mengarah pada Jessica. Dengan demikian, kasus tersebut menjadi tuntas dan tidak menjadi misteri seperti kasus Munir. [Kristian Ginting]