Mirip di Indonesia, Kedatangan Columbus di Kuba Picu Kolonialisme

Christopher Columbus terkenal sering bersikap arogan terhadap penduduk asli dari pulau-pulau yang dikunjunginya selama penjelajahannya. (Sumber: history.com)

Koran Sulindo – Christopher Columbus (1451–1506), seorang penjelajah Italia yang diyakini sebagai penemu benua Amerika, telah melakukan empat pelayaran transatlantik selama hidupnya. Pendaratannya di pulau Kuba adalah bagian dari pelayaran pertamanya di tahun 1492–1493.

Melansir dari beberapa sumber, Columbus memulai pelayaran pertamanya pada tanggal 3 Agustus 1492. Dia berlayar dari Palos, Spanyol, dengan tiga kapal kecil, yaitu Santa Maria, Pinta, dan Nina.

Pada 27 Oktober, dia tiba di pantai utara pulau Kuba, dan keesokan harinya dia mendarat. Ukuran dan keberagaman bentang alamnya membuat Columbus mengira pulau tersebut adalah Cathay (Cina).

Sumber lain mengatakan bahwa Columbus mengira dia telah tiba di India sehingga memutuskan untuk menyebut penduduk setempatnya sebagai orang Indian. Tetapi Columbus menamakan pulau tersebut “Juana” untuk menghormati Pangeran Don Juan, putra Ratu Isabella.

Columbus jatuh cinta dengan keindahan pedesaan di pulau Juana (Kuba) karena sinar mataharinya yang cerah, warna hijau pekat dari vegetasinya, dan warna biru kehijauan yang kontras dengan laut. Dia menulis dalam buku hariannya bahwa pulau tersebut adalah “tanah terindah yang pernah dilihat oleh mata manusia.”

Dalam buku hariannya, Columbus menjelaskan pulau Juana (Kuba), dan juga pulau-pulau lain di sekitarnya, sangat subur. Terdapat banyak pelabuhan yang aman dan luas di semua sisinya, sungai yang sangat lebar dan menyehatkan; dan gunung yang sangat tinggi.

Selain mencatat tentang bentang alam pulau Juana (Kuba), Columbus menyebutkan bahwa penduduknya tidak dilengkapi dengan besi jenis apa pun dan tidak bersenjata, karena mereka telah dikaruniai fisik yang baik. Mereka pemalu dan penuh rasa takut, tetapi ketika mereka melihat bahwa mereka aman, semua ketakutan langsung hilang. Mereka sangat polos, jujur, dermawan, dan penuh kasih sayang.

“Tidak ada seorang pun yang menolak permintaan sang pemohon atas apa pun yang mereka miliki; sebaliknya, mereka sendiri mengundang kita untuk memintanya. Mereka menunjukkan kasih sayang yang terbesar kepada kita semua, menukar barang-barang berharga dengan barang-barang sepele, merasa puas dengan barang yang paling sedikit atau tidak sama sekali,” tulis Columbus dalam buku hariannya.

Sayangnya, Columbus memanfaatkan kebaikan penduduk pulau Juana (Kuba) pada masa itu untuk tujuan kolonialisme.

Columbus memberi mereka banyak barang indah yang dia bawa untuk memperoleh kepercayaan mereka, untuk membuat mereka mencintai Raja, Ratu, Pangeran, dan semua orang Spanyol, dan “supaya mereka bersemangat untuk mencari, mengumpulkan, dan memberikan kepada kita apa yang mereka miliki berlimpah dan sangat kita butuhkan.”

Columbus juga mencatat argumennya tentang mengapa penduduk kepulauan Juana (Kuba) harus diperbudak:

“Mereka… membawakan kami burung beo dan bola kapas serta tombak dan banyak barang lainnya, yang mereka tukarkan dengan manik-manik kaca dan lonceng elang. Mereka dengan sukarela memperdagangkan semua yang mereka miliki… Mereka tegap, dengan tubuh yang bagus dan paras yang rupawan… Mereka tidak membawa senjata, dan tidak mengenalnya, karena saat saya menunjukkan kepada mereka sebilah pedang, mereka memegang ujungnya dan memotong diri mereka sendiri karena ketidaktahuan. Mereka tidak memiliki besi… Mereka bisa menjadi pelayan yang baik… Dengan lima puluh orang, kami bisa menaklukkan mereka semua dan membuat mereka melakukan apa pun yang kita inginkan.”

Penduduk asli pulau Juana (Kuba) terbagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu Guanahatabeyes, Ciboneyes, dan Tainos. Kelompok terakhir adalah yang paling maju. Mereka adalah petani dan nelayan yang hebat, tinggal di desa-desa kecil yang disebut batey. Rumah-rumah mereka dibangun dari anyaman daun pohon palem.

Setiap keluarga memiliki sebidang tanah yang disebut conuco dan mereka menanaminya dengan ubi jalar, jagung, kapas, tembakau, dan singkong berbahan dasar yucca, yang digunakan oleh para pemukim awal sebagai pengganti roti.

Selama hampir lima bulan, Columbus menjelajahi Karibia, khususnya pulau Juana (Kuba) dan Hispaniola (Santo Domingo), sebelum kembali ke Spanyol. Selama penjelajahannya, dia mencari “mutiara, batu permata, emas, perak, rempah-rempah, dan benda-benda dan barang dagangan lainnya” untuk diberikan kepada pelindungnya dari Spanyol, untuk menunjukkan kekayaan benua yang dia yakini sebagai Asia.

Columbus meninggalkan tiga puluh sembilan orang untuk membangun pemukiman bernama La Navidad di tempat yang kini dikenal sebagai Haiti. Dia bahkan tidak ragu melakukan langkah ekstrim, seperti menculik 10-25 penduduk asli untuk dibawa kembali ke Spanyol, tapi hanya delapan yang selamat.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kolonialisme dan imperialisme di Kuba dan pulau-pulau sekitarnya pada masa Columbus sama persis seperti yang terjadi di Indonesia di bawah pemerintah Belanda. Latar belakangnya sama, yakni meraup keuntungan sebesar-besarnya, memperoleh kejayaan, dan penyebaran agama.

Ini merupakan sebuah misi yang dikenal sebagai Gold, Glory, Gospel atau 3G. Kolonialisme dan imperialisme sendiri terjadi di banyak benua di dunia karena pola pikir masyarakatnya belum berkembang. [BP]