Erwiana Sulistyaningsih, mantan buruh migran di Hong Kong yang sempat menjadi sorotan dunia pada 2013 [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Ia pernah menjadi sorotan utama dunia. Ia menjadi gambaran atas buruknya perilaku majikan terhadap buruh migran terutama asal Indonesia di Hong Kong. Ketika itu, tepatnya di 2013, Erwiana Sulistyaningsih terluka parah di wajah dan sekujur tubuhnya karena siksaan dan pukulan bertubi-tubi dari majikannya.

Ia bahkan tak diberi makan sehingga merasakan kelaparan. Dan akibat siksaan itu, Erwiana sempat kehilangan kemampuan untuk menggerakkan tubuhnya. Namun, 4 tahun setelah peristiwa menyedihkan dan menyita perhatian dunia itu, Erwiana kini sah menyelesaikan pendidikan sarjananya dari sebuah universitas di Yogyakarta.

Erwiana kini menyandang gelar sarjana ekonomi pada September 2018. Itu merupakan mimpi yang telah dicita-citakannya sejak lama. Dan itu pula yang mendorongnya untuk menjadi buruh migran ke Hong Kong pada 2013. Sebelum ke Hong Kong, Erwiana bercita-cita bisa menghasilkan uang untuk menempuh pendidikan tinggi.

Akan tetapi, tiba di Hong Kong bukan seperti yang dibayangkan. Ia tak pernah menyangka akan mengalami peristiwa yang begitu mengerikan dan menyedihkan. “Setelah peristiwa itu, saya pikir saya harus melepaskan mimpi saya itu,” kata Erwiana seperti dikutip AFP pada Jumat (28/9).

Setelah foto-foto Erwiana dengan sekujur luka di tubuhnya tersebar secara masif pada 2014, majikan Erwiana yang bernama Law Wan Tung akhirnya divonis bersalah dan dihukm penjara. Liputan media massa secara luas tentang penyiksaan itu membuat banyak orang bersimpati terhadap Erwianan. Tanpa ia sangka, ada yang menawarinya beasiswa untuk menempuh pendidikan tinggi.

Tentu saja ia senang menerimanya. “Tapi itu pahit karena meski saya telah lulus dari sebuah universitas, masih banyak buruh migran yang mengalami penganiayaan dan diperlakukan buruk,” katanya.

Di perguruan tinggi, Erwiana memilih jurusan ekonomi. Itu ia pilih untuk memahami mengapa begitu banyak orang memilih migrasi untuk mendapatkan pekerjaan. Seharusnya, kata Erwiana, buruh migran itu bisa hidup damai di negaranya sendiri tanpa harus bekerja ke luar negeri yang tanpa perlindungan sama sekali.

Ia akan membawa isu itu dan menyampaikan ketika ikut dalam barisan rakyat yang memprotes pertemuan tahunan IMF – Bank dunia yang digelar di Bali pada bukan depan. Erwiana kini aktif bersama dengan kawan-kawan mantan buruh migran termasuk mendorong pembebasan buruh migran asal Filipina Mary Jane Veloso yang dipenjara dan terancam hukuman mati akibat penyelundupan narkotika di Indonesia.

Umumnya, buruh migran di Hong Kong berasal dari Indonesia dan Filipina yang berlatar belakang keluarga miskin serta acap mendapat perlakuan buruk dari majikannya. Perlakuan yang sama atau bahkan lebih buruk diperoleh buruh migran dari kedua negara yang berada di Timur Tengah.

Buruh migran asal Filipina pada Februari lalu, misalnya, ditemukan tewas di Kuwait dimana mayatnya disimpan di dalam kulkas. Peristiwa itu sempat memicu protes besar dan kemarahan dari rakyat Filipina. Sementara dari Indonesia terjadi di Malaysia. Adalah Adelina Sau yang tewas di rumah sakit setelah mendapat siksaan yang begitu kejam dari majikannya. Majikannya kini menghadapi tuduhan pembunuhan terhadap Adelina.

Berbagai peristiwa itu mendorong Erwiana untuk berjuang demi hak-hak buruh migran dan tidak mau menyerah terhadap nasibnya. “Saya tidak pernah membayangkan saya akan mewujudkan mimpi ini, saya hampir menyerah. Tapi karena keluarga dan teman-teman buruh migran memberi saya kekuatan, saya jadi bersemangat untuk bangkit kembali,” kata Erwiana. [KRG]