Pada 1 Oktober 2021 nanti, pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin akan mewujudkan penggabungan empat Badan Usaha Milik Negara Pelabuhan atau PT Pelindo I-IV persero.
Pelindo sendiri nantinya akan bertindak sebagai surviving entity dalam merger ini. Namanya akan menggunakan PT Pelindo. Tentu, dalam penggabungan ini diharapkan bisa membawa kontribusi guna mendukung perekonomian nasional dan daerah.
Karena, secara otomatis, integrasi Pelindo akan meningkatkan produktivitas dan efisiensi melalui standarisasi proses bisnis dan pelayanan di pelabuhan. Situasi ini, secara bertahap akan berdampak terhadap penurunan harga barang yang diangkut dari daerah.
Pasalnya, menurut Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia IV Prasetyadi, saat ini biaya logistik nasional masih tergolong tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Yakni, sekitar 23 persen dari total Gross Domestic Product (GDP) Indonesia. Hal itu disebabkan oleh karena operasional dan infrastruktur pelabuhan yang belum optimal.
Dengan kondisi tersebut, maka pemerintah melakukan integrasi Pelindo. Tujuannya, untuk meningkatkan konektivitas nasional dan standarisasi pelayanan pelabuhan, layanan logistik yang terintegrasi, serta meningkatkan skala usaha. Sekaligus, sebagai penciptaan nilai BUMN Layanan Pelabuhan melalui keunggulan operasional serta komersial dan keuangan.
Dan, tak kalah pentingnya, integrasi Pelindo juga akan memudahkan koordinasi pengembangan kawasan industri dan ekonomi khusus di sekitar pelabuhan di daerah-daerah, sehingga mampu mendorong peningkatan konektivitas hinterland yang akan berdampak pada meningkatnya volume ekspor-impor dan trafik pelabuhan.
Dengan demikian, integrasi Pelindo juga bisa merangsang pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah. Karena, skema integrasi BUMN Pelabuhan dipilih dengan mempertimbangkan beberapa faktor. Antara lain, potensi penciptaan nilai yang efisien dan terkoordinasi secara sistematis, fokus kompetensi yang saat ini dimiliki, dan tingkat disrupsi yang tidak terlalu tinggi karena terdapat penyesuaian sinergi secara bertahap dari business as usual.
Selain itu, cost of fund dapat dioptimalkan sebagai entitas yang lebih besar dan kuat. Entitas penerima surviving entity bisa mengelola aset lebih baik dan efisien. Penggabungan ini bisa segera diwujudkan karena bisnis yang dimiliki serupa.
Selanjutnya, bila sudah merger, maka Pelindo akan membentuk empat klaster bisnis atau subholding untuk anak perusahaan yang dimiliki oleh Pelindo I-IV. Subholding ini dibentuk berdasarkan kategori bisnis. Keempat subholding tersebut adalah, pertama, peti kemas; kedua, nonpeti kemas; ketiga, logistik dan hinterland development; serta keempat, marine, equipment, dan port services.
Pemfokusan ini, berdasarkan keterangan Direktur Utama Pelindo II dan Ketua OC Penggabungan Pelindo Arif Suhartono, untuk klaster-klaster bisnis terjadi peningkatan kapabilitas dan keahlian, yang akan berdampak pada peningkatan kepuasan pelanggan melalui kualitas layanan yang lebih baik, dan peningkatan efisiensi dalam penggunaan sumber daya keuangan, aset, dan SDM.
Setelah itu, anak perusahaan Pelindo I-IV selanjutnya akan ditempatkan di masing-masing subholding berdasarkan lini bisnisnya. Contohnya, kata Arif, semua anak perusahaan Pelindo I-IV yang bergerak di bidang peti kemas akan masuk ke subholding peti kemas.
Pembentukan subholding dinilai tepat, karena anak perusahaan-anak perusahaan tersebut akan tetap dengan identitasnya dan berdiri sendiri-sendiri. Yang berbeda adalah, jika sebelumnya yang bertindak sebagai parent company adalah Pelindo I, II, III, atau IV, kini anak perusahaan tersebut berada di bawah pengawasan masing-masing keempat subholding sebagai business owner.
Penggabungan ini tentu menjadi pertanyaan, karena sebagai perusahaan operator pelabuhan yang memiliki peran besar dalam menjaga rantai distribusi logistik, dan berimplikasi pada kemajuan ekonomi negara, apakah diperlukan terobosan melalui integrasi BUMN Pelabuhan ini?
Terlebih, Peraturan Pemerintah tentang Penggabungan BUMN Pelabuhan masih dalam proses penerbitan. Kemudian, selanjutnya akan berlaku efektif setelah penandatanganan akta penggabungan.
Meskipun rencana integrasi ini telah mendapat dukungan penuh dari berbagai kalangan, termasuk dari Serikat Pekerja seluruh Pelindo. Seperti, pada 24 Agustus 2021, Serikat Pekerja PT Pelindo IV menggelar rapat koordinasi, yang salah satu agendanya adalah memberikan dukungan penuh atas integrasi Pelindo.
Urgensikah?
Meski Oktober akan resmi digabungkan, tetapi apa urgensi dari penggabungan itu? Demikian yang dipertanyakan oleh pengamat BUMN Herry Gunawan.
Target utama dari penggabungan itu, meski disampaikan sendiri oleh BUMN untuk mendukung pemulihan ekonomi, harus dengan langkah kongkrit demi menjaga stabilitas ekonomi yang saat ini berada dalam masa pandemi.
Skenario dan tujuan merger yang hanya agar menjadi gabungan besar itu, harus diantisipasi karena dikhawatirkan nantinya hanya akan memperbesar potensi terjadinya moral hazard alias risiko moral. Bukan hanya di Kementerian BUMN, melainkan juga di empat Pelindo tersebut.
Jangan sampai penggabungan empat Pelindo tersebut hanya menjadi sekadar holding atau sub-holding, dengan tujuan menjual saham tanpa adanya underlying proyek, atau skenario besar di sektor pelabuhan.
Sekalipun wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo atau Tiko menyebutkan bahwa, pemerintah menargetkan integrasi ini untuk meningkatkan posisi Pelindo. BUMN Pelabuhan ini ditargetkan menjadi operator terminal peti kemas terbesar ke-8 di dunia. Dengan total throughput peti kemas sebesar 16,7 juta TEUs.
Tentunya, apa yang disampaikan Tiko masih belum bisa memberikan gambaran jelas soal target penggabungan empat Pelindo tersebut. Bilapun memang terbesar ke-8, lalu mengapa? Atau, untuk apa? Apakah sekadar untuk tarik pinjaman atau rencana IPO?
Ketimbang melakukan penggabungan, sebaiknya Kementerian BUMN menargetkan penggabungan BUMN Pelabuhan sebagai sarana untuk meningkatkan dukungan bagi kegiatan ekonomi.
Hal itu berangkat dari marwah pelabuhan, yang merupakan infrastruktur pendukung ekonomi dan bisnis. Karena itu, yang lebih penting, bagaimana dukungannya bagi kegiatan ekonomi. Misalnya, perdagangan antarpulau atau pengembangan kawasan industri di wilayah-wilayah baru. Ini lebih penting dan jelas, sehingga menjadi prioritas pengembangan pelabuhan. [WIS]
Baca juga: