Koran Sulindo – Selain menguntungkan para terdakwa, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi meyakini proyek KTP elektronik (e-KTP) juga memberi keuntungan pada orang lain dan korporasi. Mereka yang diuntungkan para anggota DPR, mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan swasta.
Majelis hakim menjatuhkan hukuman tujuh tahun dan lima tahun penjara kepada Irman dan Sugiharto, mantan pejabat di Kemendagri itu. Keduanya juga didenda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan.
Menurut hakim mereka yang diuntungkan dari proyek e-KTP adalah Ade Komarudin US$ 100 ribu (Golkar), Miryam S Haryani US$ 1,2 juta (Hanura), Markus Nari US$ 400 ribu (Golkar), pengacara Hotma Sitoempoel US$ 400 ribu, Ketua Tim Teknis e-KTP Husni Fahmi US$ 20 ribu dan Rp 30 juta. Juga Ketua Panitia Pengadaan e-KTP Drajat Wisnu Setyawan US$ 40 ribu dan Rp 50 juta.
Di luar orang-orang tersebut, ada juga enam orang anggota panitia lelang yang mendapat masing-masing Rp 10 juta. Lalu, direksi PT LEN Industri, Wahyudin Bagenda, Abraham Mose, Agus Iswanto, Andra Agus Salam dan Darma Mapangara masing-masing senilai Rp 1 miliar. Disebutkan juga uang tersebut dipakai untuk gathering PT LEN Industri senilai Rp 2 miliar.
Hakim juga menyinggung sejumlah anggota Tim Fatmawati yang dibentuk Andi Agustinus alias Andi Narogong tersangka dalam kasus itu yakni Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby, Eko Purwoko, Andi Noor, Wahyu Setyo, Benny Akhir, Dudi dan Kurniawan, masing-masing Rp 60 juta.
Hakim juga menyebut Irman dan Sugiharto menguntungkan Mahmud Toha selaku auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Rp 30 juta. Kemudian, manajemen bersama konsorsium sebesar Rp 137 miliar.
Korupsi itu juga disebut menguntungkan Perum PNRI sebesar Rp 107 miliar, PT Sandipala Arthaputra sebesar Rp 145 miliar, dan PT Mega Lestari Unggul sebesar Rp 148 miliar.
Selain itu, PT LEN Industri sebesar Rp 3,4 miliar, PT Sucofindo sebesar Rp 8,2 miliar, PT Quadra Solutions sebesar Rp 79 miliar.
Gandeng FBI
Dalam sidang putusan itu, hakim juga menyebut nama Setya Novanto, Ketua DPR. Novanto kini menjadi tersangka dalam kasus tersebut. Terbaru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut menggandeng Biro Investigasi Federal (FBI) untuk menelusuri aset Novanto di Amerika Serikat (AS).
Di samping itu, KPK disebut meminta keterangan Johannes Marliem, Direktur Biomorf Lone LLC, AS, perusahaan penyedia layanan teknologi biometrik. Dalam dakwaan Irman dan Sugiharto, orang ini dikatakan sebagai penyedia produk automated finger print identification system (AFIS) merek L-1 untuk proyek kartu tanda penduduk elektronik.
Ketika proyek ini disebut bermasalah, Johannes Marliem langsung meninggalkan Indonesia. Sejak itu, ia tinggal di Singapura dan Amerika Serikat. Johannes mengaku memiliki rekaman pertemuan yang ia ikuti ketika membahas proyek megaskandal itu selama empat tahun.
Setiap pertemuan ia mengaku selalu merekamnya. Rekaman dengan memori 500 giga bita itu disebut bisa menjadi bukti menuntaskan korupsi yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun tersebut.
Mengenai Novanto ini, hakim telah menyebutkan bahwa sosok ini merupakan kunci anggaran e-KTP dalam sidang vonis dua terdakwa e-KTP di Pengadilan Tipikor. [KRG]