Koran Sulindo – Merasa dikhianati, pendiri Lion Air Rusdi Kirana berniat membatalkan rencana pembelian pesawat dari Boeing senilai US$22 miliar atau Rp 134 triliun.
Rusdi mengaku tengah menyiapkan dokumen untuk mengajukan pembatalan.
“Saya merasa dikhianati. Saya menyiapkan dokumen untuk mengajukan pembatalan. Semuanya masih dalam pertimbangan sekarang,” kata Rusdi seperti dikutip Blommberg, Kamis, (6/12).
Rencana pembatalan itu merupakan buntut perselisihan antara Lion Air dan Boeing setelah kecelakaan pesawat Lion Air PK-LQP akhir Oktober lalu yang menewaskan 189 orang. Rusdi Kirana menganggap Boeing lempar handuk atas insiden kecelakaan dan lebih menyalahkan Lion atas insiden itu.
Menurut Rusdi, Boeing enggan mengubah desain pesawat yang dianggap menjadi biang keladi kecelakaan. “Secara etika mereka tidak harus berkomentar atas laporan awal kecelakaan tersebut,” kata dia.
Sebagai salah satu pembeli terbesar, Rusdi yang mengaku dalam posisi sulit sebagai mitra Boeing mestinya membantu dengan tak memberikan kesan negatif.
Boeing dalam pernyataannya menanggapi kecelakaan itu menyoroti data penerbangan terakhir dan masalah pemeliharaan. Perusahaan itu justru sama sekali tak menyebut kurangnya peringatan atas sistem perangkat lunak terbaru pesawat 737 Max 8 itu.
“Lion Air adalah pelanggan yang berharga dan kami mendukung mereka melalui masa sulit ini,” kata Boeing dalam sebuah pernyataan.
“Hati kami bersama semua orang yang terkena dampak ini, dan keselamatan tetap menjadi prioritas nomor satu kami. Kami mengambil setiap langkah untuk sepenuhnya memahami semua aspek dari kecelakaan ini, dan bekerja sama dengan tim penyelidik dan semua pihak berwenang yang terlibat.”
“Kami mengambil setiap langkah untuk memahami seluruh aspek kecelakaan tersebut dan bekerja sama erat dengan tim investigasi dan seluruh otoritas regulator yang terlibat. Kami juga mendukung konsumen kami melalui masa-masa yang sangat berat.”
Belakangan, produsen pesawat itu mengaku tengah menyelidiki perubahan pada perangkat lunak setelah kecelakaan tersebut. Namun mereka bersikeras bahwa semua prosedur yang diterapkan untuk pilot membatalkan gerakan mengangkat hidung pesawat secara otomatis yang dialami 737 MAX akibat kesalahan pembacaan sensor.
Di sisi lain, menyusul kecelakaan JT610, Boeing dikecam pilot-pilot AS karena tidak menyebutkan sistem MCAS yakni modifikasi pencegahan hilangnya daya angkat atau anti-stall dalam manual 737 MAX yang mulai beroperasi tahun lalu.
Lion Air merupakan pembeli terbesar untuk pesawat Boeing 737 Max 8 mengikuti Southwest Airlines and Flydubai.
Maskapai itu memesan 218 Boeing 737 Max 8 senilai total US$22 miliar dengan 11 unit telah dikirim termasuk pesawat yang jatuh di perairan Karawang Oktober.
Selain Boeing 737 Max 8, Lion Air juga memesan 50 unit Boeing Max 10 yang diteken bulan Mei 2018 silam. Kontrak pembelian senilai $6,24 miliar atau setara Rp85,5 triliun itu membuat Lion Air tampil sebagai pemesan terbesar jenis MAX 10 hingga saat ini.
Menurut Bloomberg, Lion Air sebenarnya tak bisa membatalkan pesanan Boeing itu secara sepihak. Mereka biasanya tak bakalan setuju pembatalan pesanan atau penundaan pengiriman tanpa negosiasi. Umumnya, pembatalan atau penundaan bakal dikenai sanksi.[TGU]