Koran Sulindo – Pembangunan desa bukanlah bergantung kepada dana desa yang saban tahun dialokasikan pemerintah lewat Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Akan tetapi, dana desa dimaksudkan untuk membangun Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) agar perekonomian warga desa meningkat.
Dengan demikian, kata Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo, dana desa bisa digunakan untuk memperoleh pendapatan. Ketika dana desa dimanfaatkan untuk memperoleh pendapatan, maka desa tersebut bisa mandiri dan bisa mendanai keperluan warga.
“Dana desa bisa digunakan berbagai cara, semisal untuk modal usaha atau membangun tempat wisata,” kata eko di Padangpariaman, Sumatera Barat seperti dikutip antaranews.com pada Sabtu (13/5).
Eko menuturkan, beberapa desa kini telah memiliki pendapatan melalui BUMDes-nya lebih besar dari alokasi dana desa. Misalnya, Desa Ponggok, Sleman, Yogyakarta. Padahal desa itu terpencil dan hanya terdiri atas 12 ribu jiwa dengan luas 300 hektare.
Melalui dana desa, BUMDes-nya kemudian membenahi dan mengelola kolam tua yang telah berdiri sejak zaman Belanda. Awalnya pendapatan BUMDes hanya Rp 10 juta per tahun. Setelah warga desa merombak kolam tersebut dengan berbagai kreativitas, kini kolam tersebut digunakan untuk lokasi berswafoto.
Para pengunjung kemudian penasaran dengan kolam itu dan membuat pendapatan BUMDesnya meningkat berkali-kali lipat menjadi Rp 6,3 miliar per tahun. Keuntungan yang diperoleh dari nilai tersebut mencapai Rp 3 miliar.
Melalui keuntungan itu pula, BUMDes kemudian membangun penginapan, simpan pinjam, usaha selepas panen, dan pengelolaan air bersih sehingga keuntungannya melonjak menjadi Rp 10,3 miliar pada 2016.
Di sisi lain alokasi dana desanya kurang dari Rp 1,5 miliar per tahun. BUMDes Desa Ponggok hari ini membiayai keluarga tidak mampu di desa tersebut untuk pendidikan hingga ke perguruan tinggi. Sebagian lagi diperuntukkan untuk membangun jalan desa sepanjang 66.884 kilometer dan lain-lain. [KRG]