Koran Sulindo – Upaya Peninjauan Kembali (PK) yang ditempuh Kementerian Keuangan atas putusan Mahkamah Agung (MA) soal swastanisasi air di Jakarta mendapat kritik. Pasalnya, upaya Kementerian Keuangan itu dinilai sebagai jalan untuk melegalisasi swastanisasi air di Jakarta.
Perwakilan Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta, Arif Maulana mengatakan, langkah hukum Kementerian Keuangan itu adalah kecerobohan besar. Setidaknya ada enam alasan mengapa Kementerian Keuangan disebut melakukan kecerobohan.
Pertama, Kementerian Keuangan dinilai menyalahi aturan soal pengelolaan air karena menyerahkannya kepada swasta. Kemudian, upaya PK justru menghambat eksekusi putusan MA mengenai swastanisasi air. Selanjutnya, Kementerian Keuangan justru akan membebani keuangan negara karena harus menanggung kerugian PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), dan PT Aetra.
“Itu ada dalam support letter pada Desember 1997 yang akan menanggung seluruh kerugian Palyja dan Aetra dalam upaya swastanisasi air di Jakarta,” tutur Arif dalam keterangan resminya seperti dikutip kontan.co.id pada Senin (7/5).
Suhendri Nur, rekan Arif menimpali, sejak beberapa tahun lalu PAM Jaya justru makin merugi. Ia merujuk kepada hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perwakilan Jakarta yang menyebutkan ada kerugian senilai Rp 1,2 triliun yang ditanggung PAM Jaya sejak kontrak kerja sama dengan Palyja dan Aetra hingga Desember 2016.
Ia karena itu menolak pernyataan Direktur PAM Jaya yang mengatakan kerugian perusahaannya hanya ada di atas kertas.
Setelah itu, Arif melanjutkan, alasan keempat mengapa upaya PK Kementerian Keuangan ceroboh karena secara terbuka menunjukkan watak pemerintah yang mendukung swastanisasi air. Lalu, Kementerian Keuangan yang bertindak sebagai bendahara negara tidak mencerminkan prinsip penggunaan anggaran negara yang efisien dan efektif. Buktinya merujuk kepada support letter Desember 1997 itu.
Terakhir, Kementerian Keuangan sesungguhnya tidak punya alasan untuk mengajukan KPK.
Kementerian Keuangan secara resmi mengajukan PK atas putusan MA terkait dengan swastanisasi air dengan mendftarkannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 22 Maret 2018. Melalui Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti, pihaknya mengajukan PK karena support letter yang menyebutkan seluruh kerugian Palyja dan Aetra dalam upaya swastanisasi air di Jakarta.
Itu sejalan dengan kebijakan pemerintah sehingga harus menempuh upaya hukum maksimal. Tentu saja Kementerian Keuangan, kata Nufransa, menghormati putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap. [KRG]