Koran Sulindo – Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM), Yasonna Laoly mencopot Kepala Kantor Wilayah Hukum dan HAM Jawa Barat, Indro Purwoko dan Kadiv PAS Jawa Barat, Alfi Zahrin Kiemas dari jabatannya.
Pencopotan tersebut pasca operasi tangkap tangan oleh KPK terhadap Kepala Lapas Sukamiskin, Wahid Husein, Sabtu (21/7).
“Secara institusi kami mengevaluasi maka per hari ini saya memberhentikan Kakanwil Jabar Indro Purwoko. Kadivpas Jabar Alfisah, saya baru saja tandatangan surat keputusan,” kata Menkumham Yasonna di Jakarta, Senin (23/7).
Menurut Yasonna, keduanya harus ikut bertanggung jawab dalam kasus ini, meskipun tidak terlibat suap secara langsung. Sebab, kedua orang tersebut seharusnya memonitoring perkembangan di Lapas Sukamiskin.
“Saya baru tandatangani surat pemberhentian. Karena dua tingkat di atas bertanggung jawab. Supaya jadi pelajaran untuk ke depannya,” kata Yasonna.
Kakanwil Hukum dan HAM Jabar nantinya akan diisi oleh Dodot Adie Koeswanto yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Divisi Administrasi Jabar.
Sedangkan Kadivpas Jabar akan dijabat oleh Agus Arianto yang sebelumnya menjabat Kadivpas Cirebon. Sementara Kalapas Sukamiskin akan diisi oleh Kusnali yang sebelumnya menjabat sebagai Kalapas Bancaeui Bandung.
Yasonna berharap, ketiga orang tersebut bisa membawa perubahan yang lebih baik. Mengingat tugas mereka mengawasi lapas Sukamiskin yang mayoritas diisi oleh narapidana korupsi.
“Saya sudah cek jejak rekam masing-masing supaya pas karena kita tahu Lapas Sukamiskin sangat menggoda,” kata Yasonna.
Terpisah, mantan Kalapas Sukamiskin, Jawa Barat, Wahid Husein diperiksa oleh penyidik KPK.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, pemeriksaan terhadap Kalapas Sukamiskin hari ini untuk mengkonfirmasi adanya penyitaan barang bukti yang ditemukan penyidik. “Ada kebutuhan administrasi penyitaan barang bukti,” kata Febri.
Namun, Febri belum bisa memastikan barang bukti apa saja yang dimaksud. Yang pasti, lanjutnya, saat OTT tersebut, KPK berhasil mengamankan 2 unit mobil, uang total Rp279.320.000 dan US$1.410 serta catatan-catatan penerimaan uang dan dokumen terkait pembelian dan pengiriman mobil.
Dalam perkara ini, KPK resmi menetapkan Kalapas Sukamiskin, Wahid Husein sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji dengan pemberian fasilitas, pemberian perizinan ataupun pemberian lainnya di Lapas Klas 1 Sukamiskin.
KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan 4 orang tersangka, yaitu diduga sebagai penerimaa Wahid Husein Kepala Lembaga Permasyarakatan Sukamiskin sejak Maret 2018; Hendry Saputra, Staf Wahid.
Diduga sebagai pemberi Fahmi Darmawansyah, narapidana Kasus Korupsi dan Andri Rahmat Narapidana Kasus Pidana Umum/Tahanan Pendamping Fahmi.
Fahmi yang merupakan Direktur Utama PT Merial Esa telah divonis 2 tahun 8 bulan dan denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Diduga Wahid menerima pemberian berupa uang dan 2 mobil dalam jabatannya sebagai Kepala Lapas Sukamiskin sejak Maret 2018 terkait dengan pemberian fasilitas, izin Iuar biasa dan lainnya yang tidak seharusnya kepada narapidana tertentu.
Atas perbuatannya, Wahid dan Hendry pasal yang disangkakan sebagai pihak yang diduga penerima adalah Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 128 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara sebagai pemberi Fahmi dan Andri yang diduga pemberi disangkakan melanggar Pasal S ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
KPK menduga Fahmi Darmawansyah, suami Inneke Koesherawati menyuap Wahid agar bisa mendapatkan kemudahan untuk keluar-masuk tahanan. Ia juga terlibat dalam hal jual beli fasilitas mewah, jual beli izin keluar masuk tahanan.
Untuk fasilitas tambahan, narapidana harus merogoh kocek yang dalam. Mereka harus menyetor uang berkisar Rp200 hingga 500 juta. (CHA/TGU)