Menteri Profesor Doktor Yuddy Bikin Gaduh Lagi

Yuddy Chrisnandi

Koran Sulindo – Masyarakat, terutama kalangan aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai negeri sipil (PNS), dibuat waswas oleh pemerintah. Awalnya adalah pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Yuddy Chrisnandi, yang mengatakan akan ada rasionalisasi atau pemutusan hubungan kerja bagi satu juta PNS sampai tahun 2019.

Yuddy berpandangan, rasionalisasi atau pengurangan jumlah PNS harus dilakukan untuk menekan belanja pemerintah. “Pemerintahan ini dibangun dengan rasionalitas, tentu menentukan kebutuhan pegawai pun harus rasional. Perhatikan kapasitas anggaran masing-masing. Masa anggaran belanja pegawai jauh lebih besar dari belanja publik? Pemerintahan ada untuk menyejahterakan publik. Pegawai itu alatnya, bagaimana roda pemerintahan bisa dijalankan?” kata Yuddy seperti ditulis situs kementerian di Jakarta, 18 Maret 2016 lalu.

Diungkapkan Yuddy, saat ini ada sekitar 244 kabupaten/kota yang komposisi belanja aparatur pada APBD-nya di atas 50%. Hal tersebut merupakan fenomena pemerintahan yang kurang rasional, harusnya sebagian besar APBD dialokasikan untuk belanja publik. “Karena itu harus ada rasionalisasi pegawai. Diawali audit organisasi, dilanjutkan pemetaan pegawai, serta nantinya berujung pada pengurangan pegawai secara proporsional sesuai dengan kondisi obyektif masing-masing,” tutur Yuddy.

Lebih lanjuta dipaparkan, Kementerian PAN-RB sedang mengkaji rencana rasionalisasi itu. Pengurangan PNS akan dilakukan melalui beberapa tahap dan semua itu akan dilakukan dengan pendekatan yang rasional. Dalam waktu dekat, Kementerian PAN-RB akan mengeluarkan aturan teknis untuk memetakan sumber daerah manusia di daerah, baik dari sisi jumlah maupun jabatan untuk mengetahui kebutuhan SDM yang diperlukan.

Pemerintah dengan kebijakan rasionalisasi itu menargetkan penurunan belanja pegawai secara nasional dari 33,8% menjadi 28% dari total APBN/APBD selama rentang 2015-2019.

Soal rencana tersebut juga diamini oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Ia mengatakan, rencana pengurangan jumlah PNS hingga satu juta ini masih menunggu proposal dari Kementerian PAN-RB. Tapi, belanja negara dipastikan akan dihemat dengan kebijakan ini. “Ya dikali satu juta jumlah gajinya. Tapi kan harus semacam ada pesangon,” ucap Bambang di Jakarta, 29 Mei lalu.

Diyakini Bambang, pengurangan jumlah PNS ini tidak akan memengaruhi pelayanan ke masyarakat. PNS yang diberhentikan ke depannya bisa saja digantikan oleh sistem teknologi informatika yang lebih canggih. “Ya enggaklah. Yang harusnya dirampingkan kan yang dianggap fungsinya sudah tergantikan oleh yang ada maupun oleh sistem. Kalau kami kan butuh untuk yang penerimaan pajak dan bea-cukai. Mungkin kami ada pengurangan, terutama dengan bidang-bidang yang bisa digantikan. Kan sudah banyak yang online dan pakai IT,” kata Bambang.

Namun, pada 2 Juni lalu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, rencana itu baru sebatas wacana yang berkembang di Kementerian PAN-RB. Pram menegaskan, hal itu tidak pernah diinstruksikan oleh Presiden Jokowi. :Sehingga kami menganggap ini masih dalam tahap gagasan, ide, wacana yang berkembang di Kementerian PAN-RB,” kata Pramono di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Pram malah mengatakan, Presiden Jokowi belum pernah dilaporkan oleh Kementerian PAN-RB soal rencana tersebut. Jadi, katanya, rencana itu belum tentu disetujui oleh Presiden Jokowi dalam waktu dekat. “Dan ini karena angkanya juga sangat besar, seyogianya pasti harus diputuskan oleh presiden kalau memang ada usulan itu. Ratas saja belum pernah membahas itu,” tuturnya.

Tak ketinggalan Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menanggapi soal rencana yang dilontarkan Yuddi tersebut. JK mengatakan tidak ada keputusan pemerintah soal rasionalisasi sejuta PNS. Pengurangan akan dilakukan secara alamiah melalui kebijakan negative growth. “Sama sekali tidak ada keputusan soal rasionalisasi satu juta PNS. Itu hanya hitung-hitungan Kementerian PAN dan RB dalam rangka efisiensi dan reformasi birokrasi,” tutur Kalla di Istana Wakil Presiden, Jakarta, 3 Juni 2016.

JK mengungkapkan, efisiensi dan reformasi birokrasi tidak akan dilakukan dengan memensiun-dinikan PNS secara tiba-tiba. Cara yang diambil adalah dengan kebijakan negative growth. Contohnya, jika ada 100 PNS yang pensiun, jumlah pegawai yang direkrut hanya 50 orang. Di masa lalu, lanjutnya, kebijakan yang diambil adalah zero growth. Misalnya, ada 100 PNS yang pensiun, yang direkrut juga berjumlah 100 pegawai. Nah, negative growth ini rencananya akan dilakukan selama delapan tahun. “Ini rencananya, belum disetujui,” kata JK.

Pada 3 Juni lalu itu juga, anggota Komisi II DPR dari PDI Perjuangan Arteria Dahlan mempertanyakan rencana Menteri Yuddy Chrisnandi tersebut. “Untuk kesekian kalinya saya menghormati pernyataan Menpan RB terkait rencana pemangkasan PNS. Apa ini serius? Apa kebijakan ini diambil dengan penuh pertimbangan matang? Apa pernyataan ini tidak akan ditarik kembali?” kata Arteria.

Ia juga mengingatkan Menteri Yuddy agar memperhitungkan secara cermat tentang pengangkatan honorer untuk menjadi PNS yang hingga kini belum selesai sebelum membuat isu baru pengurangan PNS dengan alasan efisiensi. “Isu tersebut meresahkan. Tanpa konsultasi dengan Komisi II DPR pula,” tutur Arteria.

Menteri Yuddy, katanya, lebih baik memperjelas nasib tenaga honorer agar segera diangkat sebagai PNS sesuai janjinya. Kebijakan itu akan lebih baik daripada mewacanakan pengurangan PNS yang justru meresahkan. Arteria mengaku khawatir, jika kebijakan itu diterapkan akan timbul disharmoni dalam birokrasi dan menjadikan iklim bekerja tidak sehat serta memengaruhi pencapaian kinerja.  “Ironi, kementerian yang ditugaskan men-trigger kinerja aparatur justru menjadi penghambat birokrasi sehat. Jadi, jangan bikin ruwet, masalah mafia dan percaloan PNS saja belum clear,” katanya.

Sebelumnya, Arteria juga sempat memarahi Menteri Yuddy saat rapat kerja dengan Komisi II DPR RI di Gedung DPR RI, Jakarta, 22 Februari 2016 lalu. Karena, Menteri Yuddy tak menepati janjinya untuk menggangkat tenaga honorer K2. “Saya dari PDIP tidak takut pada kekuasaan yang tidak berpihak kepada rakyat. Camkan itu Pak Menteri,” ujar Arteria.

Namun, rupanya, Yuddy mencoba mengalihkan pembicaraan. “Saya bisa maklumi, memahami, pendapat anggota komisi II. Saya pernah jadi anggota dewan. Bedanya, saya menghargai mitra kerja. Kami keberatan dengan beberapa ungkapan yang melecehkan kedudukan Presiden Joko Widodo dan kami merekam,” tutut Yuddy.

Respons Yuddy itu malah membuat Arteria Dahlan naik pitam.  “Forum ini dicatat dan di-record, harusnya kami kecewa karena pemerintah tak juga angkat tenaga honorer. Jangan-jangan Presiden Jokowi tersesat dengan informasi yang disampaikan Yuddy,” kata Arteria.

Menurut dia, apa yang disampaikan Yuddy adalah upaya pengalihan isu karena ketidakmampuan Yuddy menepati janji untuk mengangkat tenaga honorer. “Presiden Jokowi harus tahu soal Yuddy,” tutur Arteria lagi.

Bukan hanya Arteria yang marah dalam rapat kerja itu. Idham Samawi, yang juga dari PDI Perjuangan, juga bersikap sama ketika itu. “Saya kecewa dengan sikap Menteri Yuddy yang tidak menunjukkan iktikad baik dalam menyelesaikan masalah terkait pengangkatan tenaga K2,” kata Idham.Malah, Dadang S Muchtar dari Fraksi Partai Golkar melontarkan perkataan yang lebih keras. “Percuma Anda punya gelar doktor tapi goblok,” katanya. [JAN/PUR]