Menteri Marwan Apresiasi Peta Desa yang Dibuat Badan Informasi Geospasial

Kenagarian Taram, Kecamatan Harau, Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat. Foto: Bodi Ch

Sulindomedia –  Badan Informasi Geospasial (BIG) bekerja sama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemen DPD2T) meluncurkan program “Peta Desa untuk Percepatan Pembangunan Desa dan Kawasan Perdesaan” pada 16 Februari 2016 lalu. Peta desa merupakan data geospasial atau informasi geospasial (IG) yang akan menjadi dasar untuk perencanaan pembangunan wilayah pedesaan. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menegaskan, desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwewenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisionalyang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Indonesia memiliki 74.093 desa dan 8.412 kelurahan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56/2015. Jumlah tersebut merupakan tantangan besar bagi perencanaan pembangunan desa. Sekarang ini, kegiatan sosial ekonomi masyarakat  desa masih terbatas dan pengelolaan sumber daya alamnya pun masih kurang optimal.

Dalam acara peluncuran tersebut, Kepala BIG Priyadi Kardono menyampaikan, usaha BIG menyiapkan peta desa ini antara lain karena ingin mengyukseskan program kerja Pemerintah Joko Widodo, yaitu tata worksync. Karena, peta desa tata worksync adalah peta yang sudah masuk dalam peta nasional. “Jadi, BIG menyiapkan tentang NSPK, termasuk juga jumlah jenisnya, bagaimana menyelesaikan peta desa, siapa saja bisa membuat ini, tapi menggunakan standard yang sudah disiapkan oleh BIG. Jadi, mau pihak ketiga atau pemda sendiri yang membuat, silakan, tapi gunakan standard yang penting, supaya tidak sendiri-sendiri dan yang lebih baiknya lagi jangan tumpang-tindih, jangan sampai satu desa bikinnya dua kali atau sebagainya,” papar Priyadi Kardono.

Sementara itu, di kesempatan terpisah, saat berbicara di “Seminar Nasional Peta Desa” di University Club Universitas Gadjah Mada (UGM)-Yogyakarta, Rabu kemarin (24/2), Menteri DPD2T Marwan Jafar mengapresiasi program “Peta Desa” yang dibuat BIG. Bahkan, Marwan mengakui, kementeriannya sampai sekarangf belum mampu membuat peta desa dengan detail sepeti yang dilakukan BIG.

“Kami memanfaatkan Peta Desa sebagai rujukan pembangunan kawasan desa,” ujar Marwan. Peta itu, tambahnya, sangat berguna bukan hanya bagi Kemen DPD2T, tapi juga untuk 17 kementerian dan lembaga lain yang terkait, seperti TNI dan Polri, untuk pembangunan desa sesuai Nawacita yang digulirkan pemerintahan Presiden Joko Widodo, yakni membangun Indonesia dari pinggir. Dengan kata lain, peta desa punya kontribusi yang besar bagi pengambilan kebijakan-kebijakan penting yang bermanfaat bagi masyarakat.

Adanya peta desa ini, lanjut Marwan, juga berguna untuk mencocokkan data yang ada di kementerian dengan kondisi riil lapangan. “Misal dari data kami ada sekitar 13 ribu desa tertinggal, nanti kami lihat, benar-enggak, sih. Hasilnya kami sinergikan dengan data Badan Pusat Statistik,” ujarnya lagi.

Pendapat serupa juga dilontarkan Guru Besar Fakultas Geografi UGM, Prof Dr Aris Marfa’i. Pemetaan, katanya, memegang peran penting dalam upaya percepatan pembangunan desa, mengingat lebih dari separo jumlah desa di Indonesia masih dikategorikan sebagai desa tertinggal. Ia menyebutkan enam urgensi pembuatan peta desa, yaitu untuk mengetahui posisi desa terhadap kawasan di sekitarnya; melihat potensi desa; menyelesaikan sengketa batas wilayah; inventarisasi aset desa dan pengelolaan badan usaha milik desa; membantu perencanaan pembangunan infrastruktur desa, serta; sebagai dasar informasi untuk integrasi spasial pembangunan wilayah.

Terobosan ini juga mendapat apresiasi dan dukungan dari Rektor UGM, Prof Ir Dwikorita Karnawati, MSc, PhD. “Langkah ini sangat penting dan perlu segera diimplementasikan. Namun, setelah ada peta, pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana peta dapat dimanfaatkan oleh para pamong desa dan bagaimana peta terus di-update mengikuti perkembangan wilayah yang begitu cepat. Saya kira ini menjadi ‘pekerjaan rumah’ selanjutnya yang harus dipikirkan bersama-sama,” kata Dwikorita. [YUK/PUR]