Menko Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan saat meresmikan peletakan batu pertama proyek produksi material energi baru dari Nikel Laterit Indonesia di IMIP Morowali, Jumat (11/1).

Koran Sulindo – Indonesia kini sedang melakukan lompatan besar dalam pengembangan industri baterai lithium atau baterei li-ion. Baterei yang bisa diisi ulang ini memang sangat dibutuhkan masyarakat pada zaman sekarang, ketika teknologi informatika semakin canggih.

Ihwal lompatan besar itu dikatakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut B. Pandjaitan dalam keterangan pers yang diterima koransulindo.com, Ahad (13/1). “Indonesia saat ini sedang mengembangkan industri berbasis teknologi. Istilahnya, kita sedang melakukan lompatan katak untuk pengembangan industri baterai lithium baterai,” tutur Luhut.

Akhir pekan lalu, Luhut memang meresmikan pembangunan pabrik komponen utama baterai lithium, dari bahan dasar nikel, di kawasan industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Morowali, Sulawesi Tengah. Pabrik tersebut milik PT QMB New Energy Materials, perusahaan kerja sama perusahaan Cina, Indonesia, dan Jepang.

Adanya pabrik pertama di Indonesia ini, kata Luhut, merupakan salah satu upaya untuk menekan impor. “Kita tidak mau lagi bahan mentah. Kita ingin semua punya nilai tambah. Saya ingin garisbawahi, pegawai di sini sekarang sudah 30.000 orang lebih, nantinya akan menjadi 100.000 lebih. Tenaga kerja Cina jumlahnya 3.000 lebih, jadi kurang-lebih hanya 10 persen dan bertahap akan kita kurangi,”  ujar Luhut.

Pabrik itu dikembangkan di atas lahan seluas 120 hektare. Investasinya US$ 700 juta dan produksi yang dihasilkan bisa senilai US$ 800 juta. Diungkapkan Luhut, pabrik tersebut bisa mendukung percepatan kendaraan bermotor listrik untuk transportasi jalan, dengan target 2.200 mobil listrik, 711.000 mobil hibrida, dan 2,1 juta unit sepeda motor listrik pada tahun 2025.

Menurut Luhut, saat ini sudah ada beberapa investor yang tertarik untuk membangun pabriknya di Indonesia, termasuk dari Cina dan Jepang. Pada tahun 2018 lalu, total investasi di kawasan industri PT IMIP mencapai US$ 5 miliar, dengan 30.085 orang pekerja.

Kawasan ini juga memiliki kapasitas produksi nickel pig iron 2 juta ton per tahun dan 3,5 juta ton stainless steel per tahun. Nilai ekspornya pada tahun 2018 mencapai US$ 3,5 miliar  dan US$ 2 miliar pada tahun 2017.

Kawasan IMIP akan terus bertransformasi menuju industri 4.0. “Ini penting, supaya kita mandiri. Berpuluh tahun kita hanya ekspor bahan mentah. Dulu, kita ekspor nikel mentah, nilainya 200 juta sampai 240 juta dolar AS. Sekarang, turunan pertamanya saja, kita ekspor pada tahun lalu menjadi 4 miliar dolar AS. Perubahan ini luar biasa. Kami masih menghitung berapa nilainya jika sampai turunan keempat,” kata Luhut.

Luhut berharap, dari industri hulu hingga produk akhirnya bisa dikerjakan di Indonesia, termasuk stainless steel. Karena, industri-industri di Indonesia yang membutuhkan stainless steel selama ini masih impor. Dengan adanya stainless steel yang dihasilkan di kawasan IMIP ini akan bisa diserap oleh industri dalam negeri. Karena, bisa menghemat biaya transportasi, bahkan bisa memunculkan industri-industri hilir baru.

Sebelum meresmikan pabrik itu, pada Kamis malamnya (10/1), Luhut menggelar pertemuan dengan para investor dan calon investor asal Cina. Dalam pertemuan itu, ia mengatakan, pemerintah Indonesia akan membantu IMIP agar bisa dikembangkan menjadi kawasan ekonomi khusus. “Tetapi, syaratnya, Anda harus menggandeng partner lokal. Hal ini tidak boleh ditawar. Tentunya kerja sama itu harus menguntungkan kedua belah pihak,” katanya.

Hadir pada pertemuan tersebut antara lain Presiden Direktur Tsingshan Group Xiang Guangda; Presiden Direktur Gelinmei Xu Kaihua; Presiden Direktur CATL Li Changdong; Direktur dari BRUNP Recycling Chen Xuehua Huayou, dan; perwakilan perusahaan Jepang, Presiden Hanwa, Hironari Furukawa.

Ia juga mengusulkan, IMIP bisa memperkuat ekonomi rakyat dengan membeli bahan makanan untuk para karyawan dari masyarakat sekitar. Selain itu, kata Luhut lagi, akan ada alih teknologi dalam bidang metalurgi untuk pengembangan sumber daya manusia di kawasan tersebut.

Presiden Direktur PT Gelinmei Xu Kaihua, yang juga merupakan ahli metalurgi, ungkap Luhut, telah menjanjikan kepada dirinya akan mendidik penduduk Morowali. “Mr. Xu, yang selain pengusaha, juga profesor, dia tidak hanya memikirkan cari untung. Mereka akan kasih beasiswa ke Beijing untuk bidang metalurgi dan transfer teknologi. Di Cina, mereka masih 3.0, di sini mereka buat 4.0 dan dia mau transfer ini kepada kita,” tutur Luhut. [PUR]