Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati/ANTARA FOTO-Akbar Nugroho Gumay

Koran Sulindo – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan Indonesia berpeluang lolos dari sergapan resesi ekonomi. Caranya, ekonomi Indonesia pada kuartal III 2020 harus kembali ke tren positif hingga 0,4 persen (year on year/yoy) setelah di kuartal II 2020 laju Produk Domestik Bruto diperkirakan terkontraksi hingga negatif 4,3 persen (yoy).

“Kalau penanganannya efektif, dan berjalan seiring dengan pembukaan aktivitas ekonomi, maka kondisi ekonomi bisa recover (pulih) pada kuartal III dengan ‘positive growth’ (pertumbuhan ekonomi positif) 0,4 persen,” kata Menkeu Sri Mulyani, dalam keterangan pers seusai rapat terbatas mengenai Rancangan Postur APBN Tahun 2021 melalui video conference bersama Presiden Joko Widodo, di Jakarta, Selasa (28/7/2020), seperti dikutip antaranews.com.

Resesi adalah keadaan ekonomi suatu negara terkontraksi selama dua kuartal atau lebih.

Pada kuartal II 2020, yang diperkirakan sebagai fase terberat dari pandemi COVID-19, pemerintah memproyeksikan laju ekonomi akan negatif ke 4,3 persen. Jika ekonomi Indonesia di kuartal III 2020 mampu berbalik ke tren positif, maka Indonesia lolos dari jeratan resesi ekonomi.

Di masa pandemi global COVID-19, Singapura dan Korea Selatan sudah mengalami resesi setelah laju ekonomi di kuartal I dan II terkontraksi.

“Pemulihannya juga sangat tergantung pada penanganan Covid terutama semester 2 yaitu kuartal 3 dengan positive growth 0 hingga 0,4% dan kuartal 4 akselerasi ke 3%. Kalau itu terjadi, maka pertumbuhan ekonomi keseluruhan tahun, bisa tetap di zona positif di 2020 ini,” kata Menkeu, seperti dikutip kemenkeu.go.id.

Presiden Jokowi memerintah semua menteri dan semua pemerintah daerah (Pemda) agar tetap berada di dalam skenario pemulihan ekonomi agar bisa berjalan pada zona positif. Karena itu RAPBN 2021 didesain siap menghadapi ketidakpastian dan kemungkinan pemulihan ekonomi yang masih sangat dipengaruhi oleh kecepatan penanganan Covid-19.

RAPBN ini masih mungkin berubah walau sudah terdapat kesepakatan dengan DPR dalam pembahasan awal.

Sebelumnya, DPR menerima rancangan defisit awal sebesar 4,17% dari PDB, namun dalam catatan kesimpulan pembicaraan awal tersebut DPR juga mengindikasikan defisit untuk tahun depan bisa dinaikkan menjadi 4,7% dari PDB.

“Dalam sidang kabinet pagi hari ini, Bapak Presiden telah memutuskan kita akan memperlebar defisit menjadi 5,2% dari PDB. Jadi, lebih tinggi lagi dari desain awal yang sudah disepakati dan ada catatan dari DPR lebih tinggi dari 4,7%,” katanya.

Dengan proyeksi defisit 5,2% dari PDB tahun 2021, maka perekonomian akan memiliki cadangan belanja sebesar Rp179 triliun. Presiden akan menetapkan prioritas belanja uang sebanyak itu untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional tahun depan.

Kementerian Keuangan dengan Bappenas mendapatkan tambahan banyak sekali usulan belanja dari seluruh Kementerian/Lembaga (K/L). Menurut Menkeu, Presiden meminta koordinasi bersama Menko Perekonomian untuk memfokuskan belanja-belanja yang didukung dengan tambahan defisit agar benar-benar bisa memulihkan ekonomi dan melakukan penciptaan kesempatan kerja dan mengurangi kemiskinan lebih cepat.

“Memang ini terjadi perubahan sehingga kami juga berkomunikasi dengan DPR. Dengan keputusan hari ini kami akan langsung melakukan komunikasi dengan para Pimpinan Badan Anggaran maupun komisi-komisi keuangan serta Pimpinan DPR mengenai perubahan ini sehingga tetap akan proses politiknya bisa berjalan dengan baik,” kata Menkeu.

Untuk RAPBN 2021 tersebut, pemerintah dan DPR masih menyepakati asumsi makro pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5-5,5 persen. [RED]