Koran Sulindo – Jenazah Romzi alias Basir salah satu dari anggota kelompok teroris jaringan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora akhirnya berhasil di evakuasi.
Medan berat serta jarak yang jauh dari perkampungan warga membuat aparat gabungan kesulitan untuk melakukan evakuasi pasca terjadinya kontak tembak.
Jazad Romzi yang berada di wilayah pegunungan akhirnya berhasil dibawa turun dengan cara dipikul untuk kemudian diangkut dengan mobil ambulas dan dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sulteng.
“Jenazah akhirnya sudah berhasil kita evakuasi dan selanjutnya dibawa menuju RS Bhayangkara Polda untuk penyelidikan. Selain evakuasi jenazah, dari TKP kita juga menemukan barang bukti lainnya seperti bom lontong serta tas pakaian diduga milik para DPO yang melarikan diri saat kontak,” kata Kapolda Sulteng Brigjen Polisi Lukman Wahyu Haryanto, Senin (3/4).
Romzi ditemukan tewas setelah terlibat baku tembak dengan aparat gabungan dari Satuan Tugas Operasi Tinombala I 2019 di wilayah perkebunan Padopi, Dusun Maros, Desa Kilo, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Minggu (3/3).
Selain berhasil menewaskan Romzi, Satgas Operasi Tinombala I 2019 juga berhasil menangkap Aditya alias Idat asal warga Ambon yang merupakan anggota teroris jaringan Ali Kalora.
Ditangkap dalam kondisi hidup, Aditya diserahkan ke Mapolda Sulteng untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Tak cuma meringkus Aditya, polisi juga menyita barang bukti lain seperti senjata api type M-16 dan sebuah bom lontong dan lima rangsel berisi pakaian.
Saat ini Satgas Tinombala I 2019 terus melakukan pengejaran sekaligus penyekatan semua pintu keluar masuk yang kemungkinan dipakai kelompok Ali Kalora di di wilayah Poso. Di duga dengan jumlah anggota kurang dari 14 orang.
Meski persenjataan sangat minim, pergerakan Ali sangat licin karena hingga kini Satgas Timobala belum berhasil menangkap semua anggota kelompok MIT.
“Kekuatan mereka saat ini 14 orang. Senjatanya M-16 sisa 2, senjata pendek ada 2 revolver. Jadi kemarin orangnya nambah 6, tapi senjatanya tidak tambah,” kata Asisten Bidang Operasi Kapolri Irjen Rudy Sufahriadi di Mabes Polri, Senin (4/3).
Rudi menambahkan kendala yang dihadapi Satgas Tinombala adalah masalah-masalah klasik seperti para DPO lebih menguasai medan dan hidup dengan berpindah-pindah.
“Dari dulu klasik, medan yang susah, mereka berpindah-pindah, mereka lebih menguasai medan. Sementara Satgas ganti personel enam bulan sekali,” kata dia.
Ali Kalora adalah nama lain dari Ali Ahmad militan yang didapuk menjadi pimpinan Mujahidin Indonesia Timur setelah meninggalnya Santoso. Ia diduga bersembunyi di hutan belantara di sekitar Kabupaten Poso dan Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah bersama dengan sisa kelompok MIT.
Sebagai pengganti Santoso, Ali adalah target utama dari Operasi Tinombala.
Lahir di di Desa Kalora, Poso Pesisir Utara, Poso, Ali beristri Tini Susanti Kaduka alias Umi Farel. Sedangkan nama Kalora pada namanya diambil dari desa tempatnya dilahirkan.
Sebelum menjadi pemimpin di MIT, Ali adalah salah satu pengikut paling senior dari Santoso. Setelah kematian Daeng Koro yang merupakan satu figur utama MIT. Kedekatannya dengan Santoso dan kemampuannya dalam mengenal medan gerilya membuat ia diangkat menjadi pemimpin.
Menurut Ridwan Habib, peneliti bidang terorisme intelijen dari Universitas Indonesia, Ali Kalora adalah penunjuk arah dan jalan di pegunungan dan hutan Poso karena memang dia berasal dari tempat ini.
Pada suatu kesempatan, Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian menganggap bahwa Ali tak memiliki kemampuan kepemimpinan yang sama dengan Santoso dan Basri, juga dengan spesialisasi dan militansi.
Namun, Tito berpendapat, kaderisasi anggota baru bisa terjadi apabila aparat dan pemerintah menghentikan operasi penanggulangan terorisme di Poso sehingga operasi harus terus dilakukan untuk menetralisir dan menangkal ideologi radikal. [TGU]