Ilustrasi/beritaharian.sg

Koran Sulindo – Satu lagi pejuang ISIS asal Indonesia dilaporkan tewas di Suriah. Abu Muhammad al-Indonesia dilaporkan tewas dalam sebuah serangan bom bunuh diri di Suriah. Menargetkan tentara Suriah di Tadmur sebelah timur kota kuno Plamyra, mobilnya meledak sebelum mencapai sasaran.

Kematian Abu Muhammad kali pertama ditulis kantor berita Al-Masdar yang berbasis di UEA mengutip media resmi ISIS, Amaq. Nama Bahrumsyah muncul pertama kali di The Strait Times, yang berbasis di Singapura. Media itu menulis, Abu Muhammad al-Indonesi adalah nom de guerre dari Bahrumsyah.

Di Indonesia, sosok Bahrumsyah alias Abu Muhammad memang sudah dikenal luas. Ia dianggap salah satu tokoh Katibah Nusantara, sempalan ISIS di Asia Tenggara dengan wilayah mencakup Indonesia, Malaysia hingga Filipina.

Ia mulai menarik perhatian setelah muncul dalam video propaganda yang dirilis ISIS pada akhir 2014. Mengenakan surban dan gamis hitam serta senjata laras panjang dia mengajak masyarakat Indonesia berjuang bersama ISIS. Iaa dianggap sebagai penghubung antara milisi Abu Sayyaf dengan Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Santoso.

Ketika Abu Bakar Al-Baghdadi mendeklarasikan Daulah Islamiah dan mengangkat dirinya sebagai pemimpin pada Juni 2014, Bahrumsyah langsung tertarik dan ganti haluan bergabung dengan ISIS.

Kegagalan serangan bom mobil di medan perang Suriah dan Irak sudah menjadi pemandangan umum. Belajar dari pengalaman, tentara Suriah relatif mampu menetralisir ancaman pembom bunuh diri sebelum mereka cukup dekat untuk meledakkan diri.

Di awal perang, tentara Irak yang menang jumlah dan persenjataan kabur dari Mosul karena teror bom mobil. ISIS mengirim bom mobil untuk menghancurkan pos terdepan sekaligus meruntuhkan mental musuh.

Keadaan berbalik, perkembangan di medan perang tak lagi berpihak kepada ISIS. Mereka seperti tinggal menghitung hari kejatuhannya setelah sebagian besar wilayah di Irak dan Suriah jatuh. Raqqah, yang diklaim sebagai ibu kota de-facto kekalifahan juga terkepung.

Tentara Irak secara bertahap menunjukkan perkembangan pasti merebut Mosul, meski harus bertempur blok per blok dengan ISIS. Di Suriah kesulitan juga dihadapi ISIS dan kehilangan sebagian besar wilayah yang dulu pernah dikuasai. Meski masih butuh waktu, secara militer kehancuran ISIS tak terelakkan.

Semenjak merebut Aleppo dari pemberontak akhir tahun lalu, Tentara Suriah (SAA) mengalami kemajuan hampir di semua front. Kemenangan di Aleppo memompa moril prajurit dan strategi perang SAA terbukti makin efektif. Rezim juga diuntungkan dengan berkurangnya tekanan politik kepada Bashar al-Assad.

Runtuh
Daesh menghadapi setidaknya tiga musuh yang tengah adu cepat menuju Raqqah. SAA yang didukung Rusia, Tentara Pembebasan Suriah (FSA) yang didukung Turki dan Aliansi Kurdi Syrian Democratic Forces (SDF) yang didukung AS. Meski bersaing dan mengusung agenda masing-masing, musuh-musuh Daesh mempunyai tujuan sama. Menaklukkan Raqqah secepat mungkin.

Daesh adalah akronim dari al-Dawla al-Islamiya al-Iraq al-Sham frasa Arab merujuk Negara Islam Irak dan Suriah. Frasa ini sangat dibenci ISIS karena terdengar seperti kata daes yang berarti meremukkan sesuatu di bawah kaki dan dahes bermakna orang yang menabur perselisihan.

SDF dengan faksi utama Syrian Kurdish Popular Mobilisation Units (YPG) bergerak menuju Raqqah dengan menyusuri sisi timur Sungai Eufrat. Didukung AS, SDF kini praktis mengelilingi ibukota ISIS itu. SDF juga memotong jalur pasokan ISIS yang menghubungkan Raqqah dengan Deir ez-Zor. Dikuasainya jalur ini membuat ISIS mustahil mengirim bala bantuan dari wilayah lain ke Raqqah.

Selain serangan udara dan personel pasukan khusus, AS juga mengirim ratusan marinir untuk mengoperasikan artileri berat memperkuat serangan SDF. AS juga menyiapkan 1.000 personel cadangan di Kuwait yang bisa dipakai menyerang ISIS setiap saat. SDF sejauh ini telah menguasai hampir seratus kota dan desa tepi Eufrat dari seberang Jarabulus hingga ke Al-Thawrah di dekat Raqqah. Pencapaian SDF tersebut adalah berita buruk bagi Turki.

Menggelar Operation Euphrates Shield, tentara Turki (TAF) menyerbu ke wilayah utara Suriah Agustus tahun lalu dengan menggandeng FSA. Angkara mengumumkan tujuan Operation Euphrates Shield adalah menghabisi kelompok teror seperti ISIS atau Partai Pekerja Kurdistan (PKK) sekaligus mencegah terbentuknya negara Kurdi Merdeka di Suriah.

Dari Karkamis di Turki,  mereka menyerbu Jarablus di Suriah yang dikuasai ISIS dan menyusuri Sungai Eufrat mengincar kota strategis Al-Bab di Aleppo timur. Sementara itu dari Azas yang dikuasai FSA, Turki maju ke Ar Rai. Belakangan gerak maju itu macet berbulan-bulan di pinggiran Al-Bab yang dipertahankan mati-matian oleh ISIS. Di saat yang sama, SDF menyeberang Sungai Eufrat merebut Manbij dan terus bergerak ke timur menjepit gerak maju Turki.

Di sisi lain, SAA dengan dukungan udara Rusia dengan agresif menyerbu kota-kota di tenggara Aleppo seperti Taddif dan Dayr Hafir. Tujuannya jelas, membendung gerak maju Operation Euphrates Shield ke Raqqah.

Perlawanan sengit ISIS di Al-Bab membalik ide pameran kekuatan Turki menjadi demonstrasi kelemahan. Terbukti, FSA lumpuh dan tak bisa maju tanpa dukungan langsung tentara Turki, kapasitas mereka hanya sanggup memainkan peran terbatas. Ketika Al-Bab akhirnya direbut tanggal 23 Februari lalu, Turki kehilangan 60 tentara dan FSA 469 korban. Jumlah yang terluka mencapai 1.700 orang dan belasan tank Turki yang hancur.

Menguasai Al-Bab tentara Turki langsung berhadapan dengan garis pertahanan SAA yang menarik front sepanjang rute M4 dari Aleppo. Garis ini mencegah akses langsung Turki menuju Raqqah. Menjadi menarik, karena SDF justru sepakat menyerahkan wilayah luas sekitar Manbij kepada SAA sebagai zona penyangga. Tentara AS, juga bergser ke Manbij mencegah serangan FSA. Perkembangan itu menunjukkan AS tak keberatan dengan masuknya ‘konvoi kemanusiaan’ SAA dan Rusia.

Perkembangan terbaru itu terjadi hanya beberapa minggu setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengumumkan Operation Euphrates Shield bakal terus maju ke ibukota ISIS atau ke Manbij. Turki tak bisa terus maju ke Raqqah tanpa menyerbu Manbij. Simalakama, melawan SAA berarti melawan Rusia sementara menghantam YPG sama saja bermusuhan dengan AS.

Menunggu Waktu
Di front Timur, SAA dengan dukungan penuh pesawat Rusia merebut kembali kota kuno Palmyra. Kota ini jatuh ke tangan ISIS Desember tahun lalu ketika SAA tengah sibuk merebut Aleppo. SAA merebut Palmyra Maret 2016 dari ISIS melalui pertempuran berdarah selama beberapa minggu.

Di Palmyra, pertama kalinya dalam sejarah militer AS dan Rusia bekerjasama setelah PD II. Jet tempur AS menghantam posisi ISIS di Bandara Palmyra, sementara helikopter Rusia terbang rendah membersihan ISIS di utara kota dan ladang gas di sisi barat.

Merujuk pada berlarut-larutnya perebutan Mosul oleh Tentara Irak dan Al-Bab oleh Turki, jelas penaklukan Raqqah tak bakalan mudah. Laporan Wall Street Journal menyebutkan pada bulan Juni 2014 ISIS masih memiliki setidaknya 4.000 prajurit di Irak. Jumlah itu melonjak beberapa bulan kemudian menjadi 20,000-31,500 prajurit di Irak dan Suriah. Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia memperkirakan di puncak kekuasaannya, prajurit ISIS bahkan mencapai 80,000-100,000 orang. Mereka secara de fakto menguasai wilayah seluas Inggris yang membentang dari Kirkuk dan Ramadi di Irak hingga pinggiran Damaskus hingga Aleppo di Suriah.

Analis berpendapat taktik ofensif ISIS yang terbukti sukses menguasai Mosul dan Fallujah tak bakalan bermfaat jika diterapkan untuk posisi bertahan. Dalam posisi statis, infantri ISIS sangat rentan serangan udara yang dipanggil musuh. Mundur menjadi satu-satunya pilihan masuk akal dan menerapkan perang gerilya di kota.

Tanda-tanda ISIS mempersiapkan pertahanan masif bisa dilihat ketika mereka memerintahkan laki-laki di Raqqa untuk berpakaian seperti mereka. Menyatu dengan warga berguna untuk mencegah desersi sekaligus menyulitkan kombatan musuh menghantam target di kota.

Di Mosul, ISIS setidaknya masih memiliki 4.000 pejuang tangguh termasuk komandan-komandan yang berpengalaman memimpin. Mereka inilah yang sukses membunuh setidaknya 500 tentara Irak dan melukai 3.000 lainnya hanya di Mosul timur. Sekadar gambaran, tentara Irak sebelumnya sesumbar sanggup merebut Mosul dalam tiga minggu, praktiknya meski sudah memasuki bulan kelima kota itu masih belum ditaklukkan sepenuhnya. [TGU]