Koran Sulindo – Pada tanggal 11 Oktober 2024, dunia memperingati Hari Anak Perempuan Internasional, sebuah kampanye global yang ditujukan bagi orang tua yang memiliki anak perempuan.
Tema tahun ini, sebagaimana dilansir dari situs resmi PBB, adalah “Visi Anak Perempuan untuk Masa Depan.” Tema ini menyoroti pentingnya tindakan segera untuk memastikan masa depan yang lebih baik bagi anak perempuan, dengan mengedepankan suara dan visi mereka dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks.
PBB menyoroti bahwa anak-anak perempuan saat ini berada di garis depan krisis global, termasuk krisis iklim, konflik, kemiskinan, dan diskriminasi gender. Terlalu banyak anak perempuan yang masih ditolak hak-haknya, sehingga membatasi potensi mereka untuk masa depan.
Oleh karena itu, penting bagi dunia untuk mendukung gerakan-gerakan yang memperjuangkan hak-hak perempuan. Gerakan ini sebenarnya telah dimulai pada tahun 1995 melalui Konferensi Dunia tentang Perempuan di Beijing. Saat itu, negara-negara secara bulat menyetujui Deklarasi dan Platform Aksi Beijing yang bertujuan untuk memajukan hak-hak perempuan dan anak perempuan.
Majelis Umum PBB kemudian secara resmi menetapkan tanggal 11 Oktober sebagai Hari Anak Perempuan Internasional melalui Resolusi 66/170 pada 19 Desember 2011. Tanggal ini dipilih untuk mengakui hak-hak anak perempuan serta tantangan unik yang mereka hadapi di seluruh dunia.
Di Indonesia, perjuangan hak perempuan telah lama digemakan oleh Raden Ajeng Kartini, seorang pahlawan nasional yang dikenal sebagai tokoh emansipasi perempuan.
Kartini memperjuangkan hak-hak perempuan di masa di mana pendidikan bagi perempuan biasa dianggap tabu. Hanya perempuan dari kalangan bangsawan yang berhak memperoleh pendidikan, sementara perempuan dari kalangan biasa cenderung dianggap hanya layak menjalani peran domestik.
Dalam suratnya kepada Stella Zeehandelaar pada 25 Mei 1899, Kartini menulis, “Kami, gadis-gadis masih terikat oleh adat-istiadat lama dan sedikit sekali memperoleh kebahagiaan dari kemajuan pengajaran. Untuk keluar rumah sehari-hari dan mendapat pelajaran di sekolah saja sudah dianggap melanggar adat.”
Kartini juga menyurat kepada Nyonya Nellie van Kol pada Agustus 1901, “Dengan pendidikan yang bebas itu, bukanlah sekali-kali maksud kami menjadikan orang Jawa itu orang Jawa Belanda, melainkan cita-cita kami ialah memberikan kepada mereka juga, sifat-sifat yang bagus yang ada pada bangsa-bangsa lain, akan jadi penambah sifat-sifat yang sudah ada padanya, bukanlah akan mengalangkan sifat-sifatnya sendiri itu, melainkan akan memperbaiki dan memperbagusnya,” tulis Kartini.
Pada Juni 1903, Kartini berhasil mendirikan sekolah untuk perempuan di Jepara, namun perjuangannya harus terhenti ketika ia diminta menikah.
Setelah melahirkan seorang putra pada 13 September 1904, Kartini meninggal dunia pada 17 September 1904. Walaupun cita-cita Kartini kandas, karyanya tetap hidup berkat pasangan Abendanon yang menerbitkan kumpulan surat-suratnya, memperkenalkan pemikiran Kartini kepada dunia.
Hari Anak Perempuan Internasional 2024 dan perjuangan RA Kartini menjadi pengingat bahwa masih banyak yang harus dilakukan untuk mencapai kesetaraan dan pemenuhan hak-hak anak perempuan di seluruh dunia. [UN]