Soekarno dan Soeharto (Sumber: ist)

Sejarah politik Indonesia dipenuhi dengan momen-momen krusial yang menentukan arah bangsa. Salah satu peristiwa penting yang mengubah lanskap pemerintahan adalah pencabutan mandat Presiden Soekarno pada 7 Maret 1967.

Keputusan ini bukan sekadar pergantian kepemimpinan, tetapi juga menjadi simbol transisi dari era Orde Lama ke Orde Baru, yang membawa dampak besar bagi kehidupan politik, sosial, dan ekonomi Indonesia. Bagaimana peristiwa ini terjadi, dan apa implikasinya bagi bangsa? Mengutip berbagai sumber, mari kita telusuri lebih dalam perjalanan sejarah yang mengguncang republik ini.

Latar Belakang Peristiwa

Setiap tanggal 7 Maret, Indonesia mengenang salah satu peristiwa bersejarah dalam perjalanan politiknya, yakni pencabutan mandat Presiden Soekarno. Keputusan ini diambil oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dalam sidang istimewa yang berlangsung pada 7 Maret 1967, yang secara resmi mencabut kekuasaan Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia.

Peristiwa pencabutan mandat ini erat kaitannya dengan Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret), yang diberikan oleh Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto pada 11 Maret 1966. Supersemar bertujuan untuk memulihkan keamanan dan stabilitas politik yang terguncang pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S).

Dalam perjalanannya, Supersemar menjadi dasar bagi Soeharto untuk mengambil berbagai langkah politik, termasuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan menahan beberapa tokoh politik yang dianggap bertanggung jawab atas gejolak nasional.

Namun, seiring waktu, MPRS menilai bahwa Soekarno tidak lagi mampu menjalankan pemerintahan secara efektif. Keadaan negara yang tidak stabil serta tekanan dari berbagai pihak membuat MPRS akhirnya menggelar sidang istimewa untuk membahas masa depan kepemimpinan nasional.

Keputusan MPRS

Dalam Sidang Istimewa MPRS pada 7 Maret 1967, lembaga tertinggi negara ini mengeluarkan TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 yang berisi tiga poin utama:

1. Mencabut kekuasaan pemerintahan dari tangan Presiden Soekarno.

2. Menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Soekarno beserta segala kewenangannya sesuai UUD 1945.

3. Mengangkat pengemban Tap Nomor IX/MPRS/1966 tentang supersemar sebagai pejabat Presiden hingga terpilihnya Presiden menurut hasil pemilihan umum.

Dengan keputusan ini, Soekarno secara resmi kehilangan kekuasaannya sebagai Presiden. Proses transisi kepemimpinan pun berlangsung dengan Soeharto sebagai pejabat Presiden hingga akhirnya ia dilantik secara resmi pada 26 Maret 1968 oleh Ketua MPRS, Jenderal TNI Abdul Haris Nasution.

Pencabutan mandat Soekarno menandai berakhirnya era Orde Lama dan menjadi awal dari pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto. Keputusan ini juga mencabut gelar “Pemimpin Besar Revolusi” yang sebelumnya disandang oleh Soekarno. Peristiwa ini juga menandai perubahan besar dalam politik Indonesia, di mana arah pemerintahan menjadi lebih terpusat dengan kebijakan-kebijakan yang berbeda dari era sebelumnya.

Meskipun peristiwa ini masih menjadi bahan perdebatan dalam sejarah politik Indonesia, tidak dapat disangkal bahwa 7 Maret 1967 adalah salah satu titik balik yang mengubah lanskap pemerintahan dan perjalanan bangsa Indonesia. Hari ini menjadi pengingat akan dinamika politik yang terjadi di masa lalu serta pelajaran bagi generasi mendatang tentang pentingnya stabilitas dan kepemimpinan dalam bernegara. [UN]