Kerajaan Tarumanegara. (Grid.id)

Jika membahas raja di tanah Sunda, mungkin tokoh seperti Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi yang terlintas. Namun nyatanya ada seorang raja yang pernah menancapkan tonggak kekuasaan di wilayah barat pulau Jawa, dan dikenal sebagai raja pertama di Tanah Sunda. Nama raja itu dikenal dengan nama Sri Maharaja Tarusbawa. Tarusbawa bukan hanya pemimpin yang menguasai wilayah, tetapi juga sosok visioner yang meletakkan fondasi bagi identitas budaya dan kejayaan bangsanya.

Tarusbawa berperan penting dalam membentuk sejarah dan budaya Sunda. Sebagai raja pertama Kerajaan Sunda, ia membawa semangat pembaharuan dan kebijaksanaan yang menjadi inspirasi hingga kini. Artikel ini akan mengupas lebih dalam perjalanan hidup, kepemimpinan, serta warisan yang ditinggalkan oleh sosok yang dikenal sebagai pemimpin awal Kerajaan Sunda ini.

Latar Belakang Kehidupan

Sri Maharaja Tarusbawa, yang dikenal sebagai raja pertama Kerajaan Sunda, dilahirkan di Sundapura, bekas ibu kota Kerajaan Tarumanagara. Ia merupakan menantu Maharaja Linggawarman, raja ke-12 Tarumanagara. Setelah Linggawarman wafat pada tahun 669 M, Tarusbawa diangkat sebagai raja dengan gelar Sri Maharaja Tarusbawa Darmawaskita Manumanggalajaya Sundasembawa. Pelantikannya pada tanggal 18 Mei 669 M menandai awal perjalanan seorang pemimpin bertangan dingin yang mampu menyatukan banyak kerajaan di tanah Priangan.

Langkah pertama Tarusbawa sebagai raja adalah mengubah nama Kerajaan Tarumanagara menjadi Kerajaan Sunda. Perubahan ini dimaksudkan untuk mengembalikan kejayaan yang pernah dicapai kerajaan tersebut di masa pemerintahan Sri Maharaja Purnawarman (395–434 M). Selain itu, langkah ini juga bertujuan untuk mempertegas identitas baru kerajaan yang dipimpinnya.

Tarusbawa memindahkan ibu kota kerajaan dari Sundapura ke Pakuan (sekarang Bogor) dan mendirikan lima keraton yang dikenal sebagai panca persada: Bima, Punta, Narayana, Madura, dan Suradipati. Pendirian panca persada ini bukan hanya untuk memperkuat struktur pemerintahan, tetapi juga sebagai simbol kekuasaan yang kokoh.

Masa pemerintahannya yang berlangsung hingga tahun 723 M diwarnai oleh usaha menjaga stabilitas dan menghindari konflik dengan kerajaan tetangga. Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Tarusbawa adalah pemberontakan Wretikandayun yang mendirikan Kerajaan Galuh. Alih-alih bertempur, Tarusbawa memilih untuk membagi wilayahnya menjadi dua bagian demi menghindari perang saudara yang berlarut-larut. Keputusan ini menunjukkan kebijaksanaannya dalam memimpin.

Sebagai pemimpin yang damai, Tarusbawa memiliki kontribusi besar dalam penyebaran agama Hindu di wilayahnya. Ia mendirikan tempat-tempat ibadah dan memperkenalkan tradisi-tradisi Hindu kepada masyarakat Sunda. Di bawah kepemimpinannya, Kerajaan Sunda juga berkembang menjadi pusat perdagangan penting di Jawa Barat, menjalin hubungan dagang dengan berbagai kerajaan di Nusantara.

Namun, masa pemerintahannya tidak sepenuhnya mulus. Kondisi politik yang rumit serta ancaman dari kerajaan lain, seperti Sriwijaya, secara perlahan melemahkan kekuasaan Kerajaan Sunda. Meski demikian, Tarusbawa tetap dikenang sebagai pemimpin yang berusaha menjaga kejayaan dan stabilitas wilayahnya.

Akhir Hidup dan Peninggalan

Sri Maharaja Tarusbawa meninggal dunia pada tahun 723 M setelah memerintah selama 54 tahun. Sayangnya, ia tidak memiliki putra mahkota yang hidup lebih lama darinya. Kekuasaan kemudian diwariskan kepada Sanjaya, yang dikenal sebagai pendiri Wangsa Sanjaya. Kematian Tarusbawa menjadi akhir dari era kejayaan awal Kerajaan Sunda.

Warisan Tarusbawa tetap hidup dalam sejarah dan budaya masyarakat Sunda. Ia dikenang sebagai raja yang bijaksana, pemimpin yang damai, dan sosok yang berperan penting dalam pembentukan identitas budaya Sunda serta penyebaran agama Hindu di Indonesia. Keputusannya untuk menghindari konflik dan fokus pada stabilitas menjadikan masa pemerintahannya sebagai contoh kepemimpinan yang visioner dalam sejarah Nusantara. [UN]