Koran Sulindo – Peringatan Hari Sumpah Pemuda di tahun 2024 terasa berbeda, sebab Lahyanto Nadie dan Zaenal Aripin meluncurkan buku yang mereka tulis bersama yaitu “M. Rochjani Soe’oed: Dari betawi untuk Indonesia”.
Peluncuran buku ini berlangsung di Museum Sumpah Pemuda pada pukul 14.00-17.00 waktu setempat. Penggiat seni budaya N. Syamsuddin Ch. Haesy dan dosen antropologi Universitas Indonesia Prof. Yasmine Zaki Shahab SS, MA, PhD hadir sebagai pembicara.
Buku “M. Rochjani Soe’oed: Dari betawi untuk Indonesia” membahas tentang kisah M. Rochjani Soe’oed, salah satu tokoh pemuda yang berperan sebagai pembantu V dalam Kongres Pemuda ll.
Melansir dari berbagai sumber, lelaki kelahiran Jakarta, 1 November 1906 ini memiliki masa muda yang penuh perjuangan. Ia tergabung dalam Jong Java 1921-1925 dan aktif dalam Jong Islamiten Bond sampai 1927.
Selain itu, ia mendirikan Organisasi Pemoeda Kaoem Betawi dalam Kongres Pemuda ll pada tahun 1927 dan memimpinnya bersama Mohammad Tabrani.
Salah satu alasan pembentukan organisasi ini adalah tidak ada organisasi khusus untuk pemuda Betawi pada masa itu. M. Rochjani Soe’oed berharap organisasi ini dapat mengumpulkan dan memajukan seluruh pemuda Betawi.
Dalam perjalanannya, organisasi ini mulai terbuka dan memberi kesempatan bagi pemuda dari daerah lain untuk bergabung. Kemudian, organisasi ini bergabung dengan organisasi lain seperti Jong Java dan Sekar Roekoen.
Adapun bahasa yang digunakan dalam rapat-rapat Organisasi Pemoeda Kaoem Betawi adalah Bahasa Indonesia. Ini menunjukkan kontribusi pemuda Betawi dalam mencapai kemerdekaan Indonesia.
Selain mendirikan Organisasi Pemoeda Kaoem Betawi, M. Rochjani Soe’oed merupakan utusan pemuda Betawi dalam deklarasi Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Ia menjadi penitia pelaksana Sumpah Pemuda 1928, tepatnya sebagai pembantu V, dan termasuk orang yang pertama kali mendengar lagu Indonesia Raya ciptaan WR Suprtaman saat Kongres Pemuda.
Setelah Sumpah Pemuda, M. Rochjani Soe’oed terjun ke dunia hukum dengan menjadi hakim Pengadilan Negeri di Ponorogo, Madiun. Ini dikarenakan ia merupakan seorang Meester in de Rechten (Sarjana Hukum) lulusan Rechshogeschool Batavia tahun 1927.
Kemudian ia menjabat sebagai Kepala Pengadilan Negeri di Purwakarta dan menjadi Wakil Ketua di Pengadilan Tinggi Jakarta.
Salah satu putusan yang diambil oleh M. Rochjani Soe’oed adalah ketika Bung Tomo menggugat Bung Karno perihal pembubaran DPR. Kala itu Hakim Rochjani Soe’oed menolak gugatan Bung Tomo, karena menurut Hakim, Pembubaran DPR oleh Bung Karno merupakan soal politik.
Selama menjalani tugasnya sebagai seorang hakim, M. Rochjani Soe’oed selalu menjunjung tinggi nilai kejujuran dan kesederhanaan.
Hal ini disampaikan cucunya, Dani Soe’oed saat memberikan sambutan di acara peluncuran buku “M. Rochjani Soe’oed: Dari Betawi untuk Indonesia” di Museum Sumpah Pemuda.
“Saya belajar tentang kejujuran dan kesederhanaan dari Engkong saya, berbeda dengan hakim yang kemarin di geledah ada uang hampir 1 triliun,” katanya.
”Kesederhanaan beliau terlihat sewaktu beliau meminta makan, beliau hanya makan makanan yang tersaji di meja makan, tidak pernah protes,” pungkasnya. [IQT]
(penyunting: Jemima)