Sebagai warga Indonesia, lagu kebangsaan Indonesia Raya pasti sudah tidak asing lagi bahkan mungkin seluruh warga Indonesia menghafalnya. Namun tahukah siapa pencipta lagu Indonesia Raya? Nama pencipta lagu tersebut adalah WR Soepratman lengkapnya adalah Wage Rudolf Soepratman. Profil WR Supratman dikenal sebagai pencipta lagu kebangsaan yaitu Indonesia Raya.
Ternyata WR Soepratman tidak hanya berkecimpung di dunia musik, tapi juga seorang reporter surat kabar.

Lantas, seperti apa karakter WR Soepratman?
Profil Wage Rudolf Soepratman atau WR Supratman lahir pada tanggal 19 Maret 1903 di Desa Somongari, Kecamatan Kaligesing, Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah, pada Jumat Wage, menurut website Museum Sumpah Pemuda Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Saat berusia tiga bulan, WR Supratman dan orang tuanya pindah ke Jatinegara. WR Supratman lahir dari pasangan Sersan Djoemeno Senen Sastrosoehardjo dan Siti Senen. Meskipun lahir di Purworejo, ayah WR Supratman mencatatkan akta kelahiran putranya di Jatinegara, sehingga banyak yang menuliskan WR Supratman lahir di Jatinegara.

Pendidikan WR Soepratman

WR Soepratman menyelesaikan masa pendidikannya di sekolah keguruan. Berikut jejak pendidikan WR Supratman mulai dari taman kanak-kanak hingga sekolah pendidikan guru.

1. Frobelschool (Taman Kanak-kanak) di Jakarta
2. Tweede Inlandscheschool (Sekolah Angka Dua)
3. Lulus ujian Klein Ambtenaar Examen (KAE, ujian untuk calon pegawai)
4. Setelah KAE, berlanjut ke Normaalschool (Sekolah Pendidikan Guru)

WR Supratman Terjun ke Dunia Musik
Wage Rudolf Soepratman mendapat hadiah alat musik biola di hari ulang tahunnya yang ke-17. Hadiah tersebut diberikan oleh kakak Iparnya W.M. Van Eldick.

Kemudian WR Supratman mendirikan Grup Jazz Band bernama Black And White, bersama dengan Van Eldick. WR Supratman menciptakan lagu-lagu perjuangan, salah satunya Indonesia Raya.

Wage Rudolf Soepratman Jadi Jurnalis
Wage Rudolf Soepratman memulai karirnya sebagai jurnalis pada tahun 1924. Ia bekerja pertama kali pada surat kabar Kaoem Moeda. Setahun kemudian tepatnya tahun 1925, ia pindah ke Jakarta dan menjadi wartawan Surat Kabar Sin Po.

Sejak saat itu, ia rajin menghadiri rapat-rapat organisasi pemuda dan partai politik yang diadakan di Gedung Pertemuan di Batavia. WR Supratman juga terlibat dalam kongres Pemuda Kedua pada 27-28 Oktober 1928.

Lagu Indonesia Raya pertama kali dikumandangkan dengan iringan gesekan biola Wage Rudolf Soepratman di depan seluruh peserta kongres. Setelah itu, dibacakan Putusan Kongres Pemuda yang dikenal dengan Sumpah Pemuda.

WR Supratman Ditahan Belanda
Setelah Kongres Pemuda Kedua, WR Supratman menjadi incaran pihak Belanda. Hal itu dikarenakan kata “Merdeka, Merdeka” pada lagu karangannya, Indonesia Raya. Pada tahun 1930, Pemerintah Hindia Belanda melarang rakyat Indonesia menyanyikan lagu Indonesia Raya di hadapan umum.

Lalu pada tanggal 7 Agustus 1938, Wage Rudolf Soepratman ditangkap Belanda di studio Radio NIROM (Nederlandsch Indische Radio Omroep), Jalan Embong Malang Surabaya. Alasannya, karena lagu miliknya yang berjudul “Matahari Terbit” dinyanyikan oleh pandu-pandu KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia) yang dianggap sebagai wujud simpati pada Kekaisaran Jepang.
WR Supratman sempat ditahan Belanda. Namun, WR Supratman dilepas karena Belanda tidak dapat menemukan bukti-bukti bahwa dirinya bersimpati kepada Jepang.

Daftar Penghargaan WR Supratman
Wage Rudolf Soepratman meninggal dunia akibat gangguan jatung. Ia wafat pada tanggal 17 Agustus 1938 di Jalan Mangga No.21, Tambak Sari, Surabaya, dan dimakamkan di Pemakaman Umum Kapasan, Jalan Tambak Segaran Wetan, Surabaya.

Atas jasa-jasanya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, WR Supratman menerima beberapa penghargaan, di antaranya:

Pemindahan dan perbaikan makam
Anugerah Bintang Mahaputra Anumerta III pada 17 Agustus 1960 oleh Pemerintah RI
Gelar ‘Pahlawan Nasional’ melalui Surat Keputusan Presiden RI No.16/SK/1971 tanggal 20 Mei 1971
Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra Utama melalui Surat Keputusan Presiden RI No.017/TK/1974 tanggal 19 Juni 1974 oleh Presiden RI. [UN]