Mengenal Hari Bipolar Sedunia

Ilustrasi Bipolar (IStock)

Bayangkan seseorang yang tampak penuh energi dan antusias hari ini, tetapi esok harinya tenggelam dalam kesedihan yang mendalam. Kondisi ini bukan sekadar perubahan suasana hati biasa, melainkan bagian dari kehidupan mereka yang mengidap gangguan bipolar.

Gangguan ini masih sering disalahpahami, padahal pemahaman yang lebih baik bisa membantu banyak orang mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan. Untuk itu, setiap tanggal 30 Maret, dunia memperingati Hari Bipolar Sedunia sebagai momen penting dalam meningkatkan kesadaran akan gangguan bipolar dan pentingnya kesehatan mental.

Menurut laman National Today, tanggal peringatan ini dipilih bertepatan dengan hari ulang tahun pelukis terkenal Belanda, Vincent van Gogh, yang meskipun baru didiagnosis setelah kematiannya, diyakini mengidap gangguan bipolar. Van Gogh merupakan salah satu seniman paling berpengaruh dalam sejarah seni Barat, dan kreativitasnya sering dikaitkan dengan kondisi mentalnya.

Gangguan bipolar adalah gangguan kesehatan mental yang menyebabkan perubahan suasana hati secara drastis, yang berkisar antara episode depresi dan mania. Kondisi ini dapat berdampak signifikan pada kesehatan seseorang, produktivitas, serta hubungan sosialnya. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami kondisi ini dan memberikan dukungan yang tepat kepada mereka yang mengalaminya.

Hari Bipolar Sedunia merupakan inisiatif dari International Society for Bipolar Disorders (ISBD) yang bekerja sama dengan International Bipolar Foundation (IBPF) dan Asian Network of Bipolar Disorders (ANBD). Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk menyebarkan informasi mengenai gangguan bipolar serta mendorong pemahaman dan empati terhadap mereka yang mengidapnya.

Gangguan bipolar bukanlah fenomena baru. Diagnosisnya sudah ada sejak zaman Yunani kuno, dengan Hippocrates, yang dikenal sebagai “bapak kedokteran,” mencatat tentang perubahan suasana hati ekstrem yang kini kita kenal sebagai depresi dan mania.

Pada abad ke-19, pemahaman modern mengenai gangguan bipolar mulai berkembang. Pada tahun 1854, dua ahli medis Prancis, Jules Baillarger dan Jean-Pierre Falret, secara independen mengajukan deskripsi mereka tentang gangguan ini kepada Académie de Médecine di Paris. Baillarger menyebutnya ‘folie à double forme’ (kegilaan dua bentuk), sedangkan Falret menyebutnya ‘folie circulaire’ (kegilaan melingkar). Istilah ‘gangguan bipolar’ sendiri baru muncul di kemudian hari.

Upaya Global dalam Menangani Gangguan Bipolar

Sejak didirikan pada tahun 1999, International Bipolar Foundation (IBPF) telah berkontribusi dalam penelitian dan edukasi mengenai gangguan bipolar. Gangguan ini lebih umum daripada yang diperkirakan banyak orang. Perubahan suasana hati yang ekstrem sering kali tidak disadari dan hanya dianggap sebagai masalah temperamental, padahal sebenarnya orang yang mengalaminya sedang menghadapi episode mania atau depresi yang serius.

Hidup dengan gangguan bipolar tidaklah mudah. Kondisi ini dapat menghambat aktivitas sehari-hari dan kualitas hidup seseorang. Namun, dengan diagnosis yang tepat, pengobatan yang memadai, dan konseling yang berkelanjutan, penderita gangguan bipolar tetap dapat menjalani kehidupan yang produktif.

Vincent van Gogh pernah berkata, “Awalnya mungkin lebih sulit daripada apa pun, tetapi tetaplah bersemangat, semuanya akan baik-baik saja.” Kutipan ini menjadi pengingat bahwa meskipun gangguan bipolar membawa tantangan, harapan dan dukungan yang tepat dapat membantu seseorang untuk tetap menjalani hidup dengan semangat dan optimisme.

Hari Bipolar Sedunia adalah kesempatan bagi kita semua untuk belajar lebih banyak, berbagi informasi, dan menunjukkan empati kepada mereka yang hidup dengan gangguan ini. Dengan lebih banyak pemahaman dan dukungan, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan peduli terhadap kesehatan mental. [UN]