Burung hantu Serak Jawa. (asianagri.com)

Indonesia, dengan kekayaan alamnya yang melimpah, tak hanya terkenal dengan hutan tropis yang hijau dan beragam satwa. Namun, di balik pesonanya, ancaman terhadap keberlanjutan spesies yang tinggal di sana semakin nyata. Burung-burung endemik Indonesia yang dulunya mengisi langit dengan kicauannya kini semakin sulit ditemukan. Banyak di antaranya yang kini terancam punah akibat hilangnya habitat, perburuan, dan perdagangan ilegal.

Dalam artikel ini, kita akan menyelami kisah beberapa burung langka yang menjadi ikon alam Indonesia, spesies yang meski langka, menyimpan potensi besar bagi keseimbangan ekosistem dan kebudayaan. Dari Jalak Bali yang menjadi simbol konservasi di Bali hingga Cendrawasih yang elegan di Papua, mari kita telusuri lebih dalam peran dan tantangan yang mereka hadapi, serta pentingnya upaya konservasi untuk menjaga agar nyanyian hutan Indonesia tetap ada.

1. Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)

Jalak Bali (Leucopsar rothschildi), dengan bulu putih bersih dan mata yang tampak cerdas, merupakan salah satu ikon konservasi satwa Indonesia. Burung ini hanya ditemukan di bagian barat Pulau Bali, menjadikannya sangat rentan. Dalam beberapa dekade terakhir, perburuan liar untuk pasar hewan peliharaan menyebabkan populasinya anjlok drastis. Meski kini program penangkaran dan pelepasliaran terus diupayakan, keberlangsungan hidupnya tetap menghadapi tantangan serius.

2. Maleo (Macrocephalon maleo)

Di Sulawesi, burung Maleo (Macrocephalon maleo) menyimpan keunikan tersendiri. Alih-alih mengerami telurnya, Maleo memanfaatkan panas alami dari matahari atau geotermal untuk menetaskan anak-anaknya. Telurnya berukuran besar dan menjadi incaran karena dianggap eksotis. Selain perburuan, kerusakan habitat di area pesisir tempat bertelur membuat populasi Maleo terus menurun secara perlahan.

3. Cendrawasih (Paradisaeidae)

Burung Cendrawasih (Paradisaeidae), atau yang dikenal dengan sebutan “burung surga,” hidup di hutan Papua yang lebat. Keindahan bulunya menjadikannya simbol keagungan alam timur Indonesia. Namun, keindahan yang sama juga menjadikannya sasaran perburuan. Meski sebagian spesies belum masuk kategori terancam punah, tekanan terhadap populasi liar terus meningkat, seiring berkurangnya kawasan hutan primer yang menjadi tempat hidup mereka.

4. Kakatua Kecil Jambul Kuning (Cacatua sulphurea)

Kakatua Kecil Jambul Kuning (Cacatua sulphurea) memiliki ciri khas jambul kuning yang mencolok dan suara yang keras. Burung ini dulunya banyak ditemukan di Nusa Tenggara dan Sulawesi. Namun kini, keberadaannya kian terbatas. Banyak yang ditangkap untuk dijadikan peliharaan karena kemampuannya menirukan suara manusia. Akibatnya, populasi liar menyusut drastis, sementara habitat alami mereka juga terus menyempit.

5. Elang Flores (Nisaetus floris)

Flores menjadi rumah bagi elang endemik yang gagah dan misterius, Elang Flores (Nisaetus floris). Elang ini hidup di kawasan hutan dataran rendah yang kini mulai terfragmentasi akibat aktivitas manusia. Dengan wilayah sebaran yang sempit dan jumlah yang sangat terbatas, keberadaannya terancam dari dua arah sekaligus: kehilangan tempat tinggal dan menurunnya ketersediaan mangsa.

6. Serak Jawa (Tyto alba javanica)

Burung hantu jenis Serak Jawa (Tyto alba javanica) memiliki wajah berbentuk hati dan mata besar yang khas. Meski berperan penting sebagai pengendali populasi tikus di lahan pertanian, burung ini kerap dianggap sebagai pertanda buruk dalam kepercayaan lokal. Akibatnya, keberadaan mereka tak jarang diusir, bahkan diburu. Mitos yang keliru menjadi ancaman tambahan bagi keberlanjutan spesies ini.

Kehilangan satu spesies burung bukan sekadar kehilangan satu jenis makhluk hidup. Ia berarti terganggunya rantai ekosistem, hilangnya penanda budaya, dan runtuhnya warisan alam yang seharusnya bisa diwariskan ke generasi mendatang. Burung-burung ini tidak hanya cantik atau unik, tetapi punya peran penting dalam keseimbangan alam.

Menjaga mereka berarti menjaga kelestarian alam. Tanpa upaya nyata dari manusia, terutama masyarakat dan pemerintah, nyanyian hutan Indonesia bisa benar-benar sepi suatu hari nanti. Yang menyedihkan lagi, anak cucu kita nanti hanya bisa melihat lewat gambar gambar dalam buku ataupun gadget. [UN]