SINYAL kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM yang disubsidi pemerintah sudah semakin menguat. Beberapakali jajaran menteri kabinet Joko Wododo (Jokowi) menyebut beban APBN untuk subsidi BBM yang kian membengkak dan pertimbangan menaikkan harga.
Rencana kenaikan harga BBM bersubsidi semakin menguat dengan pernyataan Menko Maritim dan Investasi, Luhut Panjaitan, yang menyebut Jokowi akan segera mengumumkan kenaikan harga BBM di akhir Agustus 2022.
Sepekan menjelang peringatan hari kemerdekaan RI ke 77, Presiden memang sudah memerintahkan agar Kementerian Keuangan meenakar kesanggupan APBN menghadapi krisis dan menangani subsidi. Jokowi juga menyampaikan tingginya beban subsidi energi termasuk BBM yang mencapai 502 triliun rupiah setara 25 persen APBN.
“Perlu kita ingat subsidi terhadap BBM sudah terlalu besar dari Rp170 triliun sekarang sudah Rp502 triliun. Negara mana pun tidak akan kuat menyangga subsidi sebesar itu,” kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jumat (12/8).
Jokowi pun merasa ragu mengenai kesanggupan APBN menanggung subsdi BBM hingga Rp502 triliun.
“Apakah angka Rp502 triliun itu terus kuat kita pertahankan? Kalau bisa Alhamdulillah artinya rakyat tidak terbeban, tetapi kalau APBN tidak kuat bagaimana?” ujar Jokowi.
Harga BBM Pertalite
Bahan bakar jenis RON 90 produk pertamina yang disebut Pertalite selama ini paling banyak dikonsumsi masyarakat pengguna kendaraan bermotor.
Pertamina menyebut 80 persen pengguna kendaraan bermotor mengkonsumsi pertalite. Jumlah Pertalite yang di konsumsi juga terus meningkat. Pada tahun 2020 tercatat konsumsi pertalite mencapai 18,1 juta kilo liter sedang kan pada tahun 2021 naik menjadi 23 juta kilo liter. Pada tahun 2022 diperkirakan akan menembus 25 juta kilo liter.
Meningkatnya konsumsi BBM bersubsidi otomatis meningkatkan pengeluaran pemerintah yang kemudian menjadi beban APBN. Seperti yang disampaikan Jokowi, tahun ini diperkirakan harus menanggung beban subsidi energi mencapai 500 triliun rupiah, jauh melampaui yang dianggarkan dalam UU APBN.
Dalam rapat kerja bersama Dewan Perwakilan Rakyat (25/8), Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebut harga Pertalite yang saat ini dijual 7.650 rupiah jauh dibawah harga aslinya yaitu 14.450 per liter.
“Kita jualnya hanya Rp7.650 per liter. Ada perbedaan Rp6.800 per liter itu harus kita bayar ke Pertamina. Itulah subsidi kompensasi,” ujar Menkeu.
Berdasar data itu, maka subsidi khusus untuk jenis BBM pertalite bakan mencapai 17 triliun rupiah jika konsumsi tahun ini mencapai 25 juta kilo liter dan asumsi harga minyak dunia masih di kisaran 100 dolar per barel.
Permasalahannya, pada APBN 2022 jumlah subsidi energi yang dianggarkan sebesar 208 triliun rupiah dengan target realisasi 134 triliun. Target realisasi subsidi itu dialokasikan untuk subsidi BBM dan LPG sebesar Rp77,5 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp56,5 triliun.
Dengan terus tingginya harga minyak dunia maka dapat dipastikan APBN akan jebol untuk subsidi BBM.
Perkiraan kenaikan harga pertalite
Asumsi harga BBM yang ditetapkan pemerintah pada APBN tahun 2020 sebesar 63-70 dolar AS per barel. Dengan asumsi harga tersebut subsidi BBM ada di angka 77,5 triliun rupiah.
Dengan adanya kenaikan harga minyak dunia mejadi 100 dolar AS maka diperkirakan ada kenaikan angka subsidi BBM menjadi 180 triliun rupiah. Jika pemerintah ingin mempertahankan angka subsidi BBM di bawah 100 triliun rupiah maka harga BBM Pertalite diprediksi akan naik secara signifikan.
Dengan asumsi tersebut maka kenaikan harga BBM Pertalite akan menyentuh angka 3.000 rupiah. Artinya harga BBM pertalite akan diperjualkan di harga 10-11 ribu rupiah.
Kenaikan harga yang sangat tinggi tentunya masih dalam pertimbangan pemerintah, apalagi saat ini tingkat inflasi cukup tinggi di 4,9 persen. Dikhawatirkan kenaikan drastis akan mengakibatkan lonjakan harga dan kenaikan tajam inflasi.
Ada berbagai strategi yang dikemukakan pemerintah diantaranya dengan membatasi konsumsi BBM bersubsidi hingga kenaikan secara bertahap. Langkah itu ditujukan untuk menghindari guncangan besar pada perekonomian.
Namun apapun langkah yang dipilih pemerintah sebenarnya laju inflasi tidak akan bisa direm. Hanya saja jika ada kenaikan BBM terlalu tinggi akan berdampak lebih cepat dibanding menahan harga BBM.
Hal penting yang tidak boleh dilupakan adalah perlindungan terhadap rakyat kecil terdampak kenaikan BBM seperti rumah tangga, UMKM ataupun sektor pertanian. Diperlukan program tepat sasaran baik itu berupa subsidi produsen kecil maupun subsidi konsumsi agar daya beli masih dapat terjaga.