Ilustrasi

Koran Sulindo – Basuki Tjahaya Purnama mengingat lagi sosok Joko Widodo ketika menjadi peserta pada Pilkada DKI 2012. Orang yang kini menjadi Presiden RI itu disebut Ahok memiliki insting tajam. “Dia bilang enggak. Lalu saya salah, ternyata dia bener. Kalau Pak Djarot, kadang-kadang masih saya yang bener. Kalau Pak Jokowi pasti bener. Walaupun saya ngotot gitu kan, karena saya kan ngeyel juga ya, beliau diem, nanti kita lihat katanya, dan berkali-kali dia bener,”‎ kata Ahok.

Pasangan itu akhirnya memenangkan putaran kedua Pilkada 2012 dengan selisih 351.315 suara dari pesaing mereka.

Dalam rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara di tingkat provinsi oleh Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta (KPU DKI Jakarta), September 2012, Jokowi-Basuki meraih 2.472.130 suara. Pasangan nomor urut tiga itu menguasai 53,82 persen suara dari 4.592.945 suara sah. Sementara itu, pasangan nomor urut satu, Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli mengantongi 2.120.815 suara atau 46,18 persen dari jumlah suara sah.

Sebagaimana putaran pertama pada Juli, pada putaran kedua kali ini, Jokowi-Basuki kembali menang di 5 wilayah utama Jakarta. Pasangan ini hanya kalah di Kabupaten Kepulauan Seribu.

Apa rahasianya? Mungkin ini: usai pemilihan putaran pertama ini, tim sukses pasangan Jokowi-Ahok meluncurkan video berisi kondisi DKI Jakarta saat ini dan keinginan untuk berubah.

Selain itu, seperti dicatat Merlyna Lim (Social Media & Pilkada DKI Jakarta 2012; 2012), mulai Pilkada 5 tahun lalu itu pertarungan Pilkada juga mulai ramai di media sosial seperti Facebook dan Twitter. Menurut Lim, Jokowi-Ahok pintar menggunakan senjata maya itu untuk mempengaruhi calon pemilih.

Pada Pilkada 2012 informasi juga merata dan terbuka. Dengan keterbukaan dan kemudahan mendapatkan informasi, para calon tidak bisa menghindar, apalagi mangkir dari yang mereka pernah lakukan. Contohnya, jika anda ingin tahu seperti apa jejak rekam Ahok, anda bisa datang ke situsnya, Ahok.org. Di sana kita bisa membaca hal-hal yang dilakukan Ahok, termasuk transparansi biaya dinas. Di tempat lain Fauzi Bowo saat ditagih air bersih juga bisa diakses banyak orang.

Yang mirip-mirip dengan Pilkada sekarang ini, saat itu pasangan Jokowi-Ahok benar-benar dibombardir dengan kampanye hitam, termasuk aksi penghadangan pada Ahok pada saat melakukan kampanye. Bahkan fitnah nyata dilakukan Rhoma Irama dengan mengatakan ibu Jokowi beragama Kristen. Mirip dengan yang terjadi pada pilkada sekarang.

Dalam putaran kedua, nampaknya isu program takkan banyak digunakan lagi untuk kampanye. Banyak pengamat luar negeri memperkirakan politisasi agama akan digunakan lebih keras dan brutal dalam 2 bulan ke depan oleh pasangan Anies-Sandi. Nampaknya, tak banyak berubah dari 5 tahun lalu walau saat itu Ahok penantang dan kini petahana: jika tidak ada program yang bisa melawan program dan realisasi program Ahok, maka bikinlah Ahok terlihat jahat dengan menyerang pribadi, atau suku, atau agamanya.

Apakah sejarah akan berulang?

Pada Pilkada 2017 ini Ahok bersanding dengan Djarot Saiful Hidayat. Dalam putaran kedua April 2017 nanti diprediksi menjadi pertarungan brutal dengan lawannya Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

Ahli psikologi politik Hamdi Muluk mengatakan Pilkada DKI Jakarta 2012 yang memenangkan Jokowi-Ahok sebagai ujian pertama yang berhasil.

“Pada 2012 ujian pertama lewat, Ahok sebagai wakil gubernur menang, sekarang apakah bisa melewati ujian yang lebih atas lagi, kali ini sebagai calon gubernur?” kata Hamdi, seperti dikutip BBC.

Menurut Hamdi, jika pemilih berhasil melewati momen Pilkada ini, dan memilih berdasarkan kinerja dan bahwa apa pun suku, agama rasnya semua orang tetap memiliki posisi yang setara, berarti demokrasi Indonesia semakin maju.

“Ujiannya di Pilkada DKI ini,” kata Hamdi. [DAS]