Setiap organisasi besar lahir dari perjalanan panjang dan dinamika sosial yang kompleks, tak terkecuali Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Sebagai wadah bagi pelajar dan santri NU, IPNU memiliki sejarah yang kaya akan semangat kebersamaan dan perjuangan dalam bidang pendidikan serta dakwah Islam.
Namun, bagaimana awal mula organisasi ini terbentuk? Apa latar belakang yang mendorong lahirnya IPNU sebagai badan otonom NU? Untuk memahami lebih dalam, mari kita telusuri sejarah berdirinya IPNU dan perjalanan panjangnya dalam membina generasi muda Nahdlatul Ulama.
Cikal Bakal Organisasi Pelajar NU
Setiap tanggal 24 Februari, keluarga besar Nahdlatul Ulama (NU) memperingati hari lahir Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Melansir laman resminya, organisasi ini didirikan pada 24 Februari 1954 di Semarang, menjadikannya badan otonom NU yang berfungsi sebagai wadah bagi pelajar dan santri dengan usia maksimal 30 tahun. Kelahiran IPNU tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui proses panjang yang diawali dengan tumbuhnya berbagai organisasi pelajar di lingkungan NU.
Sebelum IPNU berdiri, berbagai organisasi pelajar NU telah lahir secara lokal. Di Surabaya, putra-putra warga NU mendirikan Tsamrotul Mustafidin pada tahun 1936. Kemudian, pada tahun 1939, muncul Persatoean Santri NO (Persano), yang juga berperan dalam menghimpun pelajar NU.
Sementara itu, di Malang, berdiri Persatoean Anak Moerid NO (PAMNO) pada tahun 1941, diikuti oleh Ikatan Moerid NO pada tahun 1945. Madura pun tak ketinggalan dengan mendirikan Syubbanui Muslimin di tahun yang sama. Perkumpulan Ijtimaul Tolabah NO (ITNO) di Sumbawa, yang didirikan pada tahun 1946, bahkan memiliki tim sepak bola bernama Ikatan Sepak Bola Peladjar NO (ISPNO).
Perkumpulan-perkumpulan ini lahir di tengah revolusi kemerdekaan Indonesia sebagai bentuk kontribusi kalangan pesantren dalam perjuangan bangsa. Namun, setelah revolusi fisik mereda, aktivitas organisasi-organisasi tersebut mulai menurun. Sebaliknya, gagasan untuk menyatukan berbagai organisasi ini dalam satu wadah nasional semakin berkembang.
Pada awal 1950-an, beberapa organisasi embrio IPNU mulai bermunculan. Di Semarang, berdiri Ikatan Siswa Muballighin NO (Iksimno) pada tahun 1952. Kemudian, Persatuan Peladjar NO (Perpeno) lahir di Kediri pada tahun 1953, disusul oleh Ikatan Peladjar Islam NO (IPINO) di Bangil pada tahun yang sama. Di Medan, Ikatan Peladjar NO (IPNO) juga berdiri pada tahun 1954.
Kesadaran akan pentingnya wadah tunggal bagi pelajar NU akhirnya dibahas dalam Konferensi Besar LP Ma’arif NU pada Februari 1954 di Semarang. Para penggagas ide ini, seperti M. Softan Kholil, Mustahal, Ahmad Masyhud, dan Abdulghani Farida M. Uda, mengusulkan pembentukan organisasi nasional bagi pelajar NU.
Akhirnya, pada 20 Jumadil Akhir 1373 H / 24 Februari 1954 M, Konferensi Besar secara resmi menyetujui berdirinya Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dengan Mohammad Tolchah Mansoer sebagai ketua pertama, meskipun ia saat itu tidak hadir dalam konferensi.
IPNU awalnya berstatus sebagai organisasi di bawah LP Ma’arif NU dan hanya beranggotakan putra dari pesantren, madrasah, sekolah umum, serta perguruan tinggi. Organisasi ini berasaskan Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) dan bertujuan untuk menegakkan serta menyiarkan agama Islam, meninggikan kualitas pendidikan Islam, serta menghimpun seluruh pelajar Islam yang berpaham Aswaja.
Perkembangan dan Perubahan Organisasi
Pada Kongres ke-6 IPNU di Surabaya, IPNU berubah menjadi badan otonom di bawah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Selanjutnya, Kongres IPNU pada 29 Januari – 1 Februari 1988 di Pesantren Mambaul Ma’arif, Denanyar, Jombang, mengubah asas organisasi IPNU menjadi Pancasila.
Pada kongres ini, KH Abdurrahman Wahid mengusulkan penggabungan IPNU dengan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) menjadi Ikatan Remaja Nahdlatul Ulama (IRNU), tetapi usulan ini menimbulkan kontroversi. Akhirnya, diputuskan bahwa keduanya tetap terpisah, tetapi mengalami perubahan nama menjadi Ikatan Putra Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Putri-putri Nahdlatul Ulama (IPPNU). Dengan status baru ini, IPNU dan IPPNU berperan dalam Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) sebagai organisasi kepemudaan.
PBNU kemudian mengusulkan agar IPNU dan IPPNU kembali menjadi organisasi pelajar dalam Muktamar NU ke-30 di Lirboyo, Kediri, tahun 1999. Usulan ini akhirnya disahkan dalam Kongres IPNU-IPPNU di Asrama Haji Sukolilo pada 2003, yang menandai kembalinya IPNU-IPPNU ke khittah awalnya sebagai organisasi pelajar.
Hingga saat ini, IPNU tetap menjadi wadah bagi pelajar dan santri NU dalam membentuk karakter kepemimpinan serta memperjuangkan pendidikan berbasis Islam Aswaja. Dengan sejarah panjangnya, IPNU terus beradaptasi menghadapi tantangan zaman dan tetap eksis sebagai organisasi yang mendidik generasi muda NU menuju masa depan yang lebih baik. [UN]