Setiap tanggal 22 Juli, masyarakat Indonesia memperingati Hari Kejaksaan Nasional, yang lebih dikenal sebagai Hari Bhakti Adhyaksa. Peringatan ini menjadi momentum penting untuk merefleksikan perjalanan panjang dan peran strategis Kejaksaan Republik Indonesia dalam menjaga tegaknya supremasi hukum dan keadilan di tanah air.
Sebagai salah satu pilar penegakan hukum, Kejaksaan memiliki kedudukan yang sangat vital dalam sistem peradilan nasional.
Tahun 2025 ini menjadi momen istimewa, karena menandai peringatan ke-65 sejak ditetapkannya tanggal 22 Juli sebagai hari bersejarah bagi institusi Kejaksaan.
Selama lebih dari enam dekade, Kejaksaan Republik Indonesia telah menjalankan fungsi dan tugasnya secara konsisten, meski tantangan zaman terus berubah dan bertambah kompleks.
Namun, tidak banyak masyarakat yang mengetahui latar belakang penetapan Hari Bhakti Adhyaksa sebagai hari nasional, yang sesungguhnya memiliki muatan sejarah dan hukum yang kuat.
Asal-Usul Penetapan Hari Bhakti Adhyaksa
Penetapan Hari Kejaksaan Nasional bermula dari keputusan penting pemerintah Indonesia pada 22 Juli 1960, saat diadakannya rapat kabinet yang menghasilkan keputusan untuk menjadikan Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang berdiri secara mandiri.
Sebelumnya, kejaksaan berada di bawah struktur Kementerian Kehakiman, dan keputusan pada tahun 1960 tersebut menjadi tonggak penting bagi pembentukan Kejaksaan sebagai lembaga independen dalam sistem peradilan nasional.
Langkah strategis ini merupakan pengakuan negara terhadap peran strategis Kejaksaan dalam sistem hukum nasional, khususnya dalam menegakkan hukum dan keadilan secara merata di seluruh pelosok negeri.
Untuk memperkuat legalitas keputusan tersebut, pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 204 Tahun 1960, yang secara resmi menetapkan Kejaksaan sebagai institusi tersendiri yang tidak lagi berada di bawah kementerian lain.
Keputusan ini kemudian dikuatkan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia. Undang-undang ini memberikan dasar hukum yang jelas mengenai struktur, fungsi, tugas, dan kewenangan lembaga Kejaksaan.
Sejak saat itu, tanggal 22 Juli diperingati sebagai Hari Bhakti Adhyaksa, simbol dari pengabdian, dedikasi, dan loyalitas insan Kejaksaan kepada hukum dan negara.
Makna Hari Kejaksaan Nasional
Peringatan Hari Bhakti Adhyaksa bukan hanya sekadar bentuk seremonial tahunan, melainkan juga merupakan pengingat kolektif terhadap pentingnya peran Kejaksaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ia menjadi simbol penghormatan terhadap insan Adhyaksa yang senantiasa mengabdikan diri dalam menjalankan tugas-tugas penegakan hukum, bahkan di tengah tekanan dan tantangan besar yang menyertai profesi mereka.
Lebih dari itu, Hari Bhakti Adhyaksa memiliki makna moral yang mendalam, yakni mengajak seluruh insan Kejaksaan untuk terus meningkatkan profesionalisme, integritas, dan akuntabilitas dalam menjalankan tugas.
Kejaksaan diharapkan tidak hanya menjadi penuntut umum dalam proses peradilan, tetapi juga sebagai pelindung hak-hak masyarakat, pembela kepentingan umum, serta ujung tombak dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Peringatan ini juga menjadi refleksi untuk memperkuat semangat reformasi birokrasi di tubuh Kejaksaan, sehingga lembaga ini bisa terus memperbaiki diri, menyesuaikan dengan perkembangan zaman, dan menjaga kepercayaan publik.
Dengan demikian, Hari Kejaksaan Nasional tidak hanya mengenang sejarah, tetapi juga menjadi pemicu perubahan positif dalam praktik penegakan hukum di Indonesia.
Tugas dan Wewenang Kejaksaan Republik Indonesia
Secara kelembagaan, Kejaksaan Republik Indonesia merupakan lembaga negara yang menjalankan kekuasaan negara di bidang penuntutan. Institusi ini dipimpin oleh seorang Jaksa Agung, yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Secara struktur, Kejaksaan terbagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:
1. Kejaksaan Agung, yang berada di tingkat pusat dan memimpin koordinasi nasional.
2. Kejaksaan Tinggi, yang beroperasi di tingkat provinsi.
3. Kejaksaan Negeri, yang menjalankan tugas di tingkat kabupaten atau kota.
Seiring dengan perubahan dan tuntutan zaman, tugas dan fungsi Kejaksaan terus diperluas. Melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021, yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, Kejaksaan kini tidak hanya berfungsi sebagai penuntut umum, tetapi juga memiliki wewenang yang lebih luas.
Beberapa kewenangan baru yang ditegaskan dalam UU No. 11 Tahun 2021 antara lain:
1. Menjalankan penegakan hukum di luar pengadilan.
2. Menjadi pelindung hak asasi manusia (HAM).
3. Melakukan penyelidikan terhadap kejahatan luar biasa, termasuk korupsi, pelanggaran HAM berat, dan tindak pidana pencucian uang.
4. Menjadi pengacara negara untuk membela kepentingan pemerintah di dalam maupun di luar pengadilan.
5. Melakukan mediasi penal dalam kasus tertentu.
6. Melaksanakan fungsi intelijen penegakan hukum.
Selain itu, amanat Pasal 2 Ayat (1) UU No. 11 Tahun 2021 menyebutkan bahwa Kejaksaan merupakan lembaga negara yang menjalankan tugas dan wewenangnya secara mandiri dan bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya, termasuk intervensi politik.
Prinsip independensi ini sangat krusial untuk menjaga keadilan yang tidak berpihak dan menjamin bahwa penegakan hukum berlangsung secara objektif, adil, dan transparan.
Dalam konteks sosial dan politik, Kejaksaan memiliki peran penting sebagai pilar utama dalam sistem hukum nasional. Kejaksaan tidak hanya berhadapan dengan pelanggaran hukum secara konvensional, tetapi juga terlibat aktif dalam menanggulangi kejahatan-kejahatan yang bersifat lintas negara, seperti perdagangan manusia, narkotika, hingga kejahatan siber.
Kejaksaan juga memainkan peran sentral dalam pengawasan terhadap penggunaan keuangan negara, memproses tindak pidana yang merugikan keuangan publik, dan melakukan penyelamatan terhadap aset negara yang diselewengkan.
Dalam banyak kasus, Kejaksaan turut menjadi penggerak perubahan sosial dengan menghadirkan rasa keadilan yang lebih substantif bagi masyarakat.
Dalam usia yang ke-65 ini, Kejaksaan Republik Indonesia dihadapkan pada tantangan baru, terutama dalam menjaga integritas dan meningkatkan kepercayaan publik.
Di era keterbukaan informasi dan digitalisasi, Kejaksaan dituntut untuk lebih transparan, akuntabel, serta responsif terhadap dinamika masyarakat.
Penguatan sistem kerja berbasis teknologi, peningkatan kapasitas SDM, dan reformasi kelembagaan menjadi agenda penting yang perlu terus dikawal.
Peringatan Hari Bhakti Adhyaksa 22 Juli 2025 bukan hanya peringatan historis, tetapi juga menjadi momentum untuk menyatukan komitmen seluruh jajaran Kejaksaan dalam memperkuat peran mereka sebagai garda terdepan dalam menegakkan hukum yang berkeadilan, berintegritas, dan humanis.
Dengan semangat pengabdian, dedikasi tinggi, serta integritas yang kokoh, Kejaksaan Republik Indonesia diharapkan terus menjadi penopang keadilan dan kepercayaan hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. [UN]




