Mendag: Gudang Bulog Penuh Bukan Urusan Kita; Buwas: Matamu!

Ilustrasi: Gudang Bulog/bulog.co.id

Koran Sulindo – Tingginya pasokan beras dalam negeri karena beras impor terus masuk dan penyerapan beras ke pasar sangat minim membuat gudang Badan Urusan Logistik (Bulog) penuh. Bulog terpaksa menyewa gudang milik TNI AU.

Kementerian Perdagangan yang memberi izin impor beras menyatakan tidak mau mengurus soal gudang penyimpanan beras ini.

“Gak tau saya. Bukan urusan kita. Urusan Bulog,” kata Mendag Enggartasto Lukita, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Selasa (18/9/2018), seperti dikutip merdeka.com.

Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso (Buwas) mengaku heran pada pola pikir Kemendag yang lepas tangan itu.

“Saya bingung ini berpikir negara atau bukan. Coba kita berkoordinasi itu samakan pendapat, jadi kalau keluhkan fakta gudang saya bahkan menyewa gudang itu kan cost tambahan. Kalau ada yang jawab soal Bulog sewa gudang bukan urusan kita, matamu! Itu kita kan sama-sama negara,” kata Buwas, di Perum Bulog, Jakarta Selatan, Rabu (19/9/2018), seperti dikutip detik.com.

Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso (Buwas), mengatakan sampai Juli 2019 stok beras aman.

“Hasil hitung-hitungan teman-teman dari BIN, Kepolisian, dan orang yang paham, hasil keputusannya sampai Juli 2019 kita tidak perlu impor beras,” kata Buwas, panggilan Budi Waseso, dalam sambutan pada peluncuran Politeknik Pembangunan Pertanian di Bogor, Jawa Barat, Selasa (18/9/2018), seperti dikutip antaranews.com.

Baca juga: Dirut Bulog: Sampai Juli 2019 tak Perlu Impor Beras

Buwas berharap Kemendag dan Bulog bisa bersinergi mendorong langkah pemerintah menjaga pasokan beras.

“Kita kan aparatur negara jangan saling tuding-tudingan, jangan saling lempar-lemparan itu pemikiran yang tidak bersinergi,” katanya.

Pasokan Bulog saat ini berjumlah 2,4 juta ton. Untuk menyimpan beras, Bulog mesti menggelontorkan Rp 45 miliar untuk menyewa gudang di beberapa daerah.

Data Meragukan

Sementara itu Center for Indonesia Policy Studies (CIPS) meragukan data kecukupan pasokan beras nasional milik Kementerian Pertanian dan Perusahaan Umum (Perum) Bulog. Peneliti CIPS, Hizkia Respatiadi, mengatakan keraguan didasarkan pada pergerakan harga beras belakangan ini.

Di saat kedua institusi tersebut mengklaim pasokan beras nasional melimpah, di sisi lain harga bahan pokok tersebut masih tinggi.

“Kalau memang stok melimpah seperti yang diklaim oleh Bulog dan Kementan, harga seharusnya tidak semahal sekarang dong,” kata Hizkia, di Jakarta, Rabu (19/9/2018), seperti dikutip CNNIndonesia.com.

Sebagai informasi berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), harga beras berkualitas medium di seluruh Indonesia masih berkisar Rp9.200-Rp14.250 per kilogram (kg), kualitas bawah Rp9.100-Rp12.500 dan kualitas super Rp10.150-Rp15.700 per kg.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rata-rata harga beras di tingkat perdagangan besar/grosir sepanjang Agustus 2018 mencapai Rp11.899 per kg atau naik 4,3 persen dibandingkan Agustus 2017 yang hanya Rp11.411 per kg.

Sementara berdasarkan data Bank Dunia, rata-rata harga komoditas beras Thailand pada bulan lalu hanya US$405 per ton atau sekitar Rp5.896,74 per kg, dengan asumsi kurs tengah rata-rata Agustus Rp14.599,86. Rata-rata harga beras kualitas yang sama dari Vietnam US$401,6 per ton atau berkisar Rp5.847,24 per kg.

Menurut CIPS, saat ini rata-rata harga beras di Indonesia lebih dari dua kali lipat harga beras internasional. Kondisi tersebut terus terjadi sejak 2009 silam, membuatnya semakin menjauhi rata-rata harga beras di pasar internasional.

“Seharusnya, kalau impor beras hanya dipercayakan pemerintah kepada Bulog, harus ada mekanisme yang lebih baik supaya Bulog bisa mengambil keputusan sesuai analisis pasar sendiri,”kata Hizkia. [DAS]