Koran Sulindo – Pembahasan tentang pemilihan calon presiden pada 2019 justru bergeser kepada siapa calon wakil presiden yang layak untuk diusung. Untuk calon presidennya tentu saja hanya mengarah kepada satu nama: Joko Widodo.
Itulah yang dibahas dalam sebuah diskusi oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) bertajuk “Pencalonan Pilpres 2019: Menantang Gagasan Antikorupsi dan Demokrasi” di kantornya. Dalam diskusi itu, salah satu pematerinya adalah peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris.
Dalam kesempatan itu, ia menuturkan, ada empat bakal calon wakil presiden yang bisa mendampingi Presiden Jokowi pada 2019. Kelompok pertama, ketua umum partai politik pendukung Jokowi. Mereka adalah Muhaimin Iskandar (Ketua Umum PKB), Airlangga Hartarto (Ketua Umum Partai Golkar), Romahurmuziy (Ketua Umum PPP) dan Zulkifli Hasan (Ketua Umum PAN).
Kelompok kedua, mereka yang merupakan anggota kabinet Jokowi. Semisal, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, dan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. Kelompok ketiga adalah tokoh masyarakat, tokoh perempuan atau pimpinan organisasi kemasyarakatan.
Mereka antara lain mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, putri Gus Dur Yeni Wahid, Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia atau ICMI Jimly Asshiddiqie, Ketua NU, Ketua Umum Muhammadiyah, dan lain sebagainya. Kelompok terakhir adalah mereka yang terjaring dari hasil survei publik seperti putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono, mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, dan Gubernur DKI Anies Baswedan.
“Dari keempat kelompok itu, Jokowi perlu memilih cawapres yang bisa menutupi kelemahan pemerintahannya yang sudah empat tahun berjalan,” kata Haris seperti dikutip Kompas pada Selasa (6/3).
Menurut Haris, kelemahan pemerintahan Jokowi itu ada pada bidang penegakan hukum meliputi pemberantasan korupsi, penegakan hak asasi manusia dan demokrasi. Berdasarkan kelemahannya itu, Jokowi perlu mempertimbangkan mereka yang bisa menutupi kelemahannya.
Kata Haris, tentu saja itu menjadi penting agar Jokowi tidak terjebak pada faktor koalisi dan elektabilitas semata. Jika terjebak pada hal-hal demikian, maka masyarakat tidak akan mendapat apapun dari berlangsungnya pemilihan presiden pada 2019. [KRG]