Pihak PDI Perjuangan sudah menegaskan berkali-kali tidak akan pernah mendukung calon perseorangan. “PDI Perjuangan hanya mencalonkan mereka yang bersama PDI Perjuangan menempuh jalan kepartaian untuk rakyat,” kata Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di Jakarta, 30 Maret 2016.

Diungkapkan Hasto, pengelolaan pemerintahan membutuhkan kerja sama eksekutif dan legislatif. Jalur partai politik dianggap lebih bisa menyinergikan dua hal itu. “Untuk mengelola pemerintahan diperlukan sebuah kepemimpinan yang mampu menyatupadukan seluruh potensi tersebut, bukan yang memecah belah potensi-potensi itu,” tuturnya.

Dengan jumlah kursi terbanyak di DPRD DKI Jakarta, 28 kursi, PDI Perjuangan merupakan satu-satunya partai yang bisa mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur sendiri, tanpa harus berkoalisi. Namun, sinyal untuk berkoalisi dengan partai politik lain pun telah ditiupkan dari “kandang banteng”.

Keinginan untuk berkoalisi itu patut diapresiasi, karena bisa dilihat sebagai implementasi semangat gotong-royong untuk membangun negeri ini. Dengan berkoalisi, kemungkinan mendapat calon berkualitas dan berkompeten untuk diusung sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta pun lebih terbuka lebar.

Sungguhpun begitu, siapa pun calon yang diusung PDI Perjuangan nanti mestilah memahami dengan benar serta memiliki rekam jejak yang dipenuhi sikap dan tindakan yang sesuai garis perjuangan PDI Perjuangan: Pancasila 1 Juni 1945. Sekadar mengingatkan, beginilah bunyi Pancasila: 1 Ketuhanan yang Maha Esa; 2 Kemanusiaan yang Adil dan Beradab; 3 Persatuan Indonesia; 4 Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan; 5 Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dengan berlandaskan nilai-nilai Pancasila, mestinya memilih siapa pun pemimpin daerah dan pemimpin negeri ini menjadi relatif mudah. Patokannya sudah jelas. Inilah (sebenarnya) salah satu kehebatan Indonesia dan kehebatan Bung Karno yang telah merumuskan Pancasila.  [DIS/PUR]