Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin/kemenag.go.id

Koran Sulindo – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) boleh dikelola untuk hal-hal yang produktif, termasuk pembangunan infrastruktur. Menurut Menag, sudah ada perundangan dan fikih yang memperbolehkan.

“Dana haji boleh digunakan untuk investasi infrastruktur selama memenuhi prinsip-prinsip syariah, penuh kehati-hatian, jelas menghasilkan nilai manfaat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dan demi untuk kemaslahatan jamaah haji dan masyarakat luas,” kata Menag Lukman di Jakarta, Sabtu (29/7), melalui rilis media.

Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia IV Tahun 2012 tentang Status Kepemilikan Dana Setoran BPIH Yang Masuk Daftar Tunggu (Waiting List) menyebutkan dana setoran BPIH bagi calon haji yang termasuk daftar tunggu dalam rekening Menteri Agama boleh di-tasharruf-kan untuk hal-hal yang memberikan keuntungan, antara lain penempatan di perbankan syariah atau diinvestasikan dalam bentuk sukuk.

BPIH adalah Badan Pelaksana Pengelola Keuangan Haji.

Hasil investasi itu menjadi milik calon jemaah haji. Sedang pengelola berhak mendapatkan imbalan yang wajar.

Fatwa itu juga sejalan dengan aturan perundangan terkait pengelolaan dana haji, yaitu Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014. UU itu mengatur BPKH selaku Wakil akan menerima mandat dari calon jemaah haji selaku Muwakkil untuk menerima dan mengelola dana setoran BPIH.

Mandat itu merupakan pelaksanaan dari akad wakalah yang diatur dalam perjanjian kerja sama antara Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kemenag dan Bank Penerima Setoran BPIH tentang penerimaan dan pembayaran BPIH.

Akad wakalah ditandatangani setiap calon jemaah haji ketika membayar setoran awal BPIH. Melalui akad wakalah, calon jemaah haji selaku Muwakkil memberikan kuasa kepada Kemenag selaku Wakil untuk menerima dan mengelola dana setoran awal BPIH yang telah disetorkan melalui Bank Penerima Setoran (BPS) BPIH sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

UU 34/2014 mengamanatkan pengelolaan keuangan haji dilaksanakan oleh BPKH. Badan ini berwenang menempatkan dan menginvestasikan keuangan haji dalam bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung dan investasi lainnya. Imbal hasil pengelolaan keuangan haji ini untuk sebesar-besarnya kepentingan jemaah haji.

Namun  investasi yang dilakukan BPKH juga harus mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas serta kesesuaian dengan prinsip syariah.

“Selanjutnya, badan pelaksana maupun dewan pengawas BPKH bertanggung jawab secara tanggung renteng jika ada kerugian investasi yang ditimbulkan atas kesalahan dan/atau kelalaian dalam pengelolanya,” kata Menag.

Rp 80 Triliun

Sebelumnya, anggota Badan Pelaksana Pengelola Keuangan Haji ( BPKH) Anggito Abimanyu mengatakan BPKH siap menjalankan instruksi Presiden Joko Widodo untuk menginvestasikan dana haji.

Anggito mengatakan, per audit 2016, dana haji baik setoran awal, nilai manfaat, dan dana abadi umat mencapai Rp 95,2 triliun.  Akhir tahun ini, diperkirakan total dana haji sekitar Rp 100 Triliun.

“Dana yang bisa diinvestasikan kurang lebih Rp 80 triliun, 80 persen dari total dana haji,” kata Anggito, seusai dilantik sebagai Anggota BPKH oleh Presiden Joko Widodo, di Istana Negara, Jakarta, Rabu (26/7).

BPKH masih melakukan pemetaan terkait investasi yang akan dilakukan. Nantinya, proses investasi dana haji ini juga harus disetujui oleh Dewan Pengawas dan DPR.

“Sekarang kami mapping semua baik investasi perbankan, portofolio maupun langsung. Yang jelas investasi yang memberikan timbal hasil yang tinggi tapi resikonya kecil,” kata Anggito.

Presiden Jokowi ingin dana haji yang tersimpan di rekening Kemenag bisa diinvestasikan untuk pembangunan infrastruktur yang sudah pasti mendapatkan keuntungan seperti jalan tol dan pelabuhan. Keuntungan dari investasi tersebut bisa dipakai untuk mensubsidi ongkos dan biaya haji sehingga lebih terjangkau oleh masyarakat.

“Jadi bagaimana uang yang ada, dana yang ada ini, bisa dikelola, diinvestasikan ke tempat-tempat yang memberikan keuntungan yang baik,” kata Jokowi.

Sementara Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan rencana menginvestasikan dana haji untuk pembangunan infrastruktur bertujuan untuk menghindari risiko inflasi nilai rupiah terhadap dollar AS.

Dana haji yang disimpan oleh pemerintah berasal dari uang muka yang dibayarkan untuk keberangkatan pada 10 hingga 15 tahun ke depan. Sementara, pemerintah harus membayarkan biaya haji dalam mata uang dollar AS yang dibayarkan menjelang keberangkatan.

“Dana itu tentu ada risikonya, karena ongkos hajinya itu dibayar dengan dollar. Kalau tidak diupayakan, akan inflasi dan terkait daya beli, maka harus diinvestasikan ke proyek yang menguntungkan yang juga umumnya terkait dengan dollar,” kata Kalla, di Universitas Muhammadyah Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (28/7).

Pemerintah memilih menginvestasikan dana haji di bidang infrastruktur karena dinilai lebih menguntungkan, misalnya pembangunan jalan tol. Jika dihitung per tahun, keuntungan yang dihasilkan bisa mencapai 15 persen. Selain itu, tidak menutup kemungkinan pemerintah akan menginvestasikan di sektor lain yang lebih menguntungkan, seperti perkebunan sawit.

“Harus diinvestasikan ke lebih tinggi dari inflasi kalau tidak akan bangkrut bisa-bisa tidak naik haji. Itu alasannya,” kata Kalla. [DAS]