Sore itu petugas penerima tamu sedang sibuk dengan gawai, dan alat tulisnya, untuk mencatat setiap pemesanan tiket masuk destinasi wisata Kampung Sabin.
Petugas terus berinteraksi dengan calon pengunjung melalui gawai, untuk memastikan tempat yang berada di wisata Kampung Sabin masih menampung wisatawan.
“Ada 30 orang yang akan memesan tiket masuk pak,” demikian kata seorang petugas kepada Pengelola Kampung Sabin Cirebon Tommy Prasojo beberapa waktu lalu.
Kampung Sabin Cirebon, memang sudah melek dengan layanan digital, di mana wisatawan bisa memanfaatkan itu semua, di destinasi wisata yang mengusung konsep ala Ubud, Bali.
Semua itu dilakukan untuk mempermudah para wisatawan saat berkunjung, apalagi saat ini masih pandemi COVID-19 yang mengharuskan harus meminimalkan interaksi.
Dengan menerapkan layanan digital di tempat wisata, baik pembayaran tiket masuk, pemesanan makanan, dan juga penyewaan mainan, diharapkan bisa lebih menarik semua kalangan.
“Layanan digital yang ada ini untuk mempermudah wisatawan,” kata Tommy.
Wisatawan kini tak harus membawa uang tunai ketika akan membayar tiket masuk, karena saat ini sudah bisa dilakukan secara digital.
Layanan itu dihadirkan untuk menarik wisatawan terutama para milenial yang sudah enggan membawa uang kes, karena mereka lebih memilih menggunakan dompet digital.
“Kalau kesini (Kampung Sabin) kita tinggal scan barcode Qris, jadi lebih mudah tanpa harus mengeluarkan uang tunai,” ujar pengunjung Kampung Sabin Cirebon Mariah.
Digitalisasi Pariwisata
Plt Kepala Bidang Pariwisata, Dinas Pariwisata Kabupaten Cirebon Nana Mulyana mengatakan saat ini digitalisasi pariwisata terus dilakukan, tujuannya untuk mempermudah para wisatawan.
Karena dengan digitalisasi, diharapkan pengunjung semakin terbantu dan membuat destinasi wisata di Kabupaten Cirebon semakin dikenal.
Digitalisasi memang sangat perlu digencarkan, apalagi saat ini sudah masuk era digital, di mana semua kebutuhan dapat dengan mudah didapatkan hanya menggunakan gawai atau telepon pintar.
Untuk itu, semua harus melek dan menerima perubahan yang terus terjadi ini, agar tidak tertinggal, karena dengan lambatnya perubahan nantinya bisa ditinggalkan.
Begitu juga destinasi pariwisata, harus terus bertransformasi, dahulu wisata hanya menampilkan keindahan alami yang memang sudah dimiliki.
Namun era digital, tempat gersang yang diubah sedemikian rupa, juga bisa menarik wisatawan untuk berdatangan.
“Memang kita terus mengarah ke era digital, dan tempat wisata juga harus mengikutinya, agar bisa terus berkembang. Saat ini di Kabupaten Cirebon masih sedikit yang sudah menerapkan sistem digital,” ujar Nana.
Layanan digital meningkat
Layanan digital di wilayah Ciayumajakuning, yang terdiri dari Kabupaten/Kota Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kabupaten Kuningan, terus menunjukkan peningkatan.
Pada tahun 2020 Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Cirebon mencatat “merchant” (pedagang) baik di tempat wisata maupun lainnya yang menggunakan layanan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) sekitar 94 ribu.
Sedangkan pada tahun 2021 ini hingga bulan September, pengguna layanan digital itu bertambah menjadi 227 ribu, dan itu menunjukkan tren yang positif.
“Peningkatan dalam setahun, ‘merchant’ yang menggunakan layanan QRIS naik hingga 140 persen,” kata Kepala KPw BI Cirebon Bakti Artanta.
Peningkatan layanan digital tersebut memang masih perlu digencarkan lagi terutama pengguna layanan, mengingat perubahan itu tidak bisa dilakukan sehari dua hari jadi.
Namun butuh proses yang tidak sebentar, agar masyarakat bisa beralih dari menggunakan uang kartal ke layanan digital.
Karena ketika semua sudah terbentuk menggunakan layanan digital, baik pedagang, pengelola wisata, rumah makan, dan pembayaran lainnya, maka tentu akan meningkatkan keamanan.
Dengan menggunakan transaksi non tunai atau digital, masyarakat tidak lagi dihantui uang rusak, lusuh, palsu, dan sebagainya yang membuat was-was.
“Dengan transaksi non tunai, semua menjadi lebih mudah, dan tentunya biaya murah serta aman,” tuturnya.
Era digital memang sudah terjadi di negeri ini, semua bisa terpenuhi hanya lewat telepon pintar atau gawai yang dimiliki.
Dengan menggunakan gawai, masyarakat kini bisa berbelanja, belajar, bertransaksi, dan bahkan dapat digunakan untuk bekerja.
Selain itu gawai juga bisa menjelma menjadi dompet digital, serta beragam kegunaan lainnya. Dengan terus berkembangnya teknologi, semua tentu harus mengikuti perubahan itu.
Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pengguna gawai atau telepon pintar di Indonesia mencapai 160 juta lebih dari total penduduk di kisaran 270 juta.
Data tersebut menunjukkan betapa besar peluang di sektor digitalisasi, untuk itu dengan semakin banyaknya warga negara yang menggunakan gawai, maka harus terus ditingkatkan pula layanan serba digitalnya.
Begitu juga di tempat wisata, karena sampai saat ini hanya ada beberapa yang sudah melek digital, sedangkan sisanya masih banyak yang belum tergarap dengan baik.
Untuk itu program digitalisasi pariwisata yang sedang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, harus ikut didorong dan dikembangkan oleh pemerintah daerah masing-masing. [Khaerul Izan/antara/AT]