Membongkar Sejarah Pers Indonesia

Tema dan logo HPN 2025 (Dok PWI)

Pers memiliki peran yang tak tergantikan dalam perjalanan sejarah sebuah bangsa. Sebagai pilar keempat demokrasi, pers tidak hanya berfungsi sebagai penyampai informasi, tetapi juga sebagai alat kontrol sosial yang mengawasi kebijakan pemerintah, mengungkap kebenaran, dan memberikan ruang bagi masyarakat untuk menyuarakan aspirasi mereka.

Di Indonesia, pers telah melalui perjalanan panjang yang penuh liku, mulai dari masa kolonial, era perjuangan kemerdekaan, hingga reformasi yang membawa angin segar bagi kebebasan berekspresi.

Sejarah pers di Indonesia bukan sekadar catatan perkembangan media, tetapi juga cerminan dari dinamika sosial, politik, dan ekonomi yang terjadi di setiap zamannya. Dari surat kabar pertama yang terbit pada masa kolonial hingga maraknya platform digital di era modern, pers selalu menjadi saksi dan sekaligus aktor dalam berbagai peristiwa penting yang membentuk wajah bangsa ini. Dalam beberapa periode, pers harus berhadapan dengan sensor ketat dan berbagai bentuk pembungkaman, tetapi pada saat yang lain, ia juga menjadi alat perjuangan yang memperjuangkan kebebasan dan hak-hak rakyat.

Momentum Hari Pers Nasional yang diperingati setiap tanggal 9 Februari menjadi saat yang tepat untuk menengok kembali bagaimana perjalanan panjang pers di Indonesia telah membentuk lanskap media yang kita kenal saat ini. Tahun 2025, peringatan Hari Pers Nasional mengusung tema “Pers Mengawal Ketahanan Pangan untuk Kemandirian Bangsa”, yang menunjukkan betapa media tidak hanya berperan dalam menyampaikan berita, tetapi juga dalam mendukung pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan rakyat.

Untuk memahami bagaimana pers mencapai posisinya saat ini, kita perlu melihat kembali ke masa lalu, ke zaman di mana menerbitkan sebuah surat kabar bukan hanya soal mencetak berita, tetapi juga perjuangan melawan penindasan. Dari era kolonial hingga reformasi, pers di Indonesia telah melewati berbagai tantangan dan kemenangan. Seperti apa perjalanan panjang tersebut? Mari kita telusuri lebih dalam.

Setiap bulan selalu ada peringatan, dan di bulan Februari tanggal 9, di Indonesia memperingati Hari Pers Nasional sekaligus memperingati HUT Persatuan Wartawan Indonesia yang ke-79.

Dihimpun dari laman resmi PWI, tema Hari Pers Nasional 2025 adalah “Pers Mengawal Ketahanan Pangan untuk Kemandirian Bangsa”. Tema ini menunjukkan dukungan pers terhadap upaya menciptakan sistem pangan berkelanjutan berbasis inovasi dan kearifan lokal.

Pers di Indonesia memiliki sejarah panjang yang mencerminkan dinamika politik dan sosial di berbagai era. Melansir laman Museum Pendidikan Nasional, sejak masa kolonial, keinginan untuk menerbitkan surat kabar sudah ada, tetapi selalu mendapat hambatan dari pemerintah VOC. Baru pada masa kepemimpinan Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff, surat kabar pertama di Hindia Belanda, “Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementen,” terbit pada 7 Agustus 1744. Pada tahun 1829, “Javasche Courant” menggantikan “Bataviasche Courant” dan mulai terbit tiga kali seminggu dengan memuat pengumuman, peraturan, dan keputusan resmi.

Memasuki abad ke-20, pers nasional mulai berkembang dengan terbitnya “Medan Prijaji” pada tahun 1907 di Bandung. Surat kabar ini menjadi pelopor media nasional karena diterbitkan oleh pengusaha lokal, Tirto Adhi Soerjo. Namun, saat Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942, pers mengalami perubahan besar dengan adanya propaganda melalui berbagai surat kabar seperti Jawa Shinbun di Pulau Jawa, Boernoe Shinbun di Kalimantan, Celebes Shinbun di Sulawesi, Sumatra Shinbun di Sumatra, dan Ceram Shinbun di Seram.

Periode tersebut juga melahirkan beberapa institusi penting dalam sejarah pers Indonesia, seperti berdirinya Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara pada 13 Desember 1937, Radio Republik Indonesia (RRI) pada 11 September 1945, serta Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada tahun 1946, yang kemudian menjadi dasar peringatan Hari Pers Nasional.

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, perjuangan pers tidak berhenti. Berbagai tantangan muncul dalam masa Orde Lama dan Orde Baru, di mana kebebasan pers sering kali dibatasi. Namun, semangat wartawan untuk menyuarakan kebenaran tetap menyala. Pada tahun 1985, pemerintah menetapkan 9 Februari sebagai Hari Pers Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985 untuk menghormati peran penting pers dalam membangun demokrasi.

Era reformasi pasca-1998 membawa angin segar bagi kebebasan pers di Indonesia. Regulasi yang lebih mendukung kebebasan berekspresi mulai diberlakukan, memungkinkan media untuk bekerja tanpa ketakutan terhadap sensor atau represi. Hari Pers Nasional kini menjadi momen refleksi atas peran pers dalam menyebarkan informasi, mengawasi kekuasaan, dan menjaga demokrasi.

Di tengah kemajuan teknologi dan dinamika media modern, penting bagi masyarakat untuk terus mendukung kebebasan pers. Sejarah panjang perjuangan pers di Indonesia mengingatkan kita akan pentingnya menjaga kebebasan berekspresi demi kepentingan bersama dan tegaknya demokrasi. [UN]