Membongkar 10 ‘Mitos’ Agresi Saudi ke Yaman

Agresi Saudi memicu bencana kemanusiaan di Yaman.

Koran Sulindo – Mengapa bencana kemanusiaan akibat serbuan Saudi tidak pernah digambarkan sebagai holocaust. Mengapa pemerintah barat dan media-medianya menolak menggunakan kata itu sementara saat yang sama menghamburkannya untuk kejadian serupa di tempat lain.

Samantha Power, bekas wakil AS di PBB di New York menggunakan istilah holocaust untuk menggambarkan kesengsaraan #Aleppo akibat perlakuan Damaskus. Meski yang sebenarnya terjadi adalah kekejaman yang teroris dukungan AS terhadap warga sipil Suriah.

Dengan derajat terorisme yang sama terjadi di Yaman, istilah holocaust tidak digunakan karena pers barat berniat menghapus kejahatan koalisi Saudi yang didukung AS, Uni Eropa, Inggris dan PBB. Disebut kematian puluhan ribu warga sipil itu?

Yaman adalah holocaust telanjang yang dipertontonkan negara-negara Barat. Mereka sepenuhnya sadar kejahatan mereka dan klien regionalnya yang memicu agresi dan genosida terhadap orang-orang Yaman dalam 1.000 hari terakhir.

Berikut laporan Randi Nord dari Geopolitical Alert yang membongkar 10 mitos yang dikukuhi Barat dan persnya yang hipokrit untuk mengalihkan perhatian dari realitas proyek pembersihan etnis oleh koalisi Saudi;

Bukan Perang Saudara

Perang sipil bakal menunjukkan perseteruan orang-orang Yaman melawan orang-orang Yaman lainnya untuk memperebutkan kontrol. Ini sepenuhnya tidak terjadi.

Perlawanan orang-orang Yaman termasuk Ansarullah dan unit-unit resmi dari Garda Republik justru ditujukan melawan tentara bayaran dukungan Saudi. Mereka ini termasuk tentara Sudan, UEA dan kontraktor swasta Blackwater yang dipekerjakan secara pribadi.

Tak pernah menjadi perang sipil karena Arab Saudi dan sekutunya adalah kekuatan agresor yang menyerang dengan kapal dan pesawat-pesawat tempur asing.

Bukan Konflik Sunni vs Syiah

Jika ada berita yang menyebut perang di Yaman adalah kepanjangan konflik Sunni-Syiah, yang dilakukan adalah berhenti membaca tulisan media itu. Argumen itu jelas mengabaikan faktor-faktor dan struktur kekuatan lain seperti suku, aliansi hingga sisa permusuhan Yaman utara-selatan.

Benar, Ansarullah Yaman didirikan oleh Muslim Zaydi Syiah. Tapi mereka termasuk para pejuang dan politisi dari bermacam aliran dan agama yang sama-sama tak menginginkan asing mengendalikan Yaman. Ditambah lagi jika menyebut Arab Saudi sebagai Sunni dan mengabaikan Wahhabi yang tidak toleran justru bakal menjadi aib bagi semua Muslim Sunni yang damai.

Bukan Perang Proxy

Benar, ini bukan perang proxy, tapi satu-satunya proxy justru didukung Arab Saudi dan sekutu-sekutu mereka. Rakyat Yaman tidak pernah didukung pihak-pihak dari luar, mereka hanya ingin menentukan dan mengendalikan sendiri Yaman bebas dari campur tangan asing.

Agar konflik di Yaman bisa disebut menjadi perang proxy, kekuatan asing lain harus hadir memanipulasi perlawanan dan ini tidak terjadi di Yaman.

Dominasi Saudi di Yaman

Bukalah buku sejarah Arab hingga abad yang lalu, sejarah akan memberi tahu tentang niat Saudi di Yaman. Selama revolusi Yaman tahun 1962, Saudi mendukung kaum kerajaan yang bertempur menjaga Yaman sebagai bentuk Imamat. Mereka paham betul, Yaman yang merdeka bakal berubah menjadi negara kuat dan berpotensi menjadi pesaing utama Saudi.

Bahkan saat itu, meskipun imamah yang dipimpin Syiah lebih disukai daripada sebuah republik Yaman dari perspektif Saudi. Yaman tetap merupakan satu-satunya republik di semenanjung Arab.

Begitulah yang terjadi, Saudi tak bakalan tahan melihat sebuah republik merdeka yang plural, ekonomis, dan dapat diakses di Jazirah Arab.

Al-Qaeda Semenanjung atau AQAP adalah musuh utama Ansharullah/Houthi.

Al Qaeda Proxy AS di Yaman

Mengapa Arab Saudi membom warga sipil di wilayah yang sedangan dilanda perlawanan, di sisi lain al-Qaeda terus berkembang di tempat itu? Al-Qaeda di Semenanjung (AQAP) adalah sekutu de facto dan pion Saudi serta AS. Di selatan Yaman, anggota al-Qaeda berperang bersama tentara yang didukung Saudi. Mereka membayar tentara bayaran lokal memperjuangkan tujuan mereka. Siapa bilang tidak ada anggota al-Qaeda di dalam daftar gaji itu?

Apapun, al-Qaeda dan koalisi Saudi sama-sama melawan musuh bersama mereka, Ansarullah. Tujuan utama Saudi dalam perang ini adalah untuk menghancurkan gerakan perlawanan Yaman, bukan melawan al-Qaeda. Hampir semua serangan AS pada al-Qaeda dilakukan sedemikian rupa untuk memberi tekanan pada Ansarullah, seperti mereka menggunakan ISIS di Suriah dan Irak.

Houthi/Ansarullah Bukan Milisi Iran

Perilaku Saudi di Yaman benar-benar mengerikan sekaligus menjijikkan. Bagaimana bisa AS dan Eropa membenarkan tindakan militer untuk perang teror ini? Iran! Tapi sejauh ini tak ada secuil bukti yang mendukung tuduhan ini.

Hampir semua klaim ‘pengaruh Iran’ pada akhirnya menuju jalan buntu. Tak cuma Ansarullah, pemberontak Yaman, dan Iran menyangkal hubungan apapun. Tak ada bukti menguatkan tuduhan itu.

Komite Revolusi Tertinggi Yaman yang bermarkas di ibukota Sana’a memiliki peralatan untuk memproduksi dan mengembangkan senajat-senjata mereka sendiri. Mantan Presiden Saleh bagaimanapun adalah bekas AS sebelumnya terus digenlotori bantuan militer signifikan tahun-tahun awal ‘Perang Melawan Teror’. Lagipula, apakah media barat melupakan blokade darat, laut, dan udara yang diberlakukan Saudi ke Yaman?

Pejuang Suku Houthi bergerilya di pegunungan-pegunungan Yaman.

Houthi Musuh ISIS dan AQAP

Satu-satunya kekuatan yang mampu memerangi Al Qaeda dan ISIS di Yaman adalah Ansarullah. Mereka adalah satu-satunya musuh sejati kelompok teror ini di negara ini.

Sebagai gerakan revolusioner, mereka memiliki kepentingan vital menjaga masyarakat tetap aman dari kekerasan dan kekuatan reaksioner serta intoleran seperti al-Qaeda.

Ansarullah dan sekutunya adalah satu-satunya entitas di Yaman yang mengambil langkah-langkah penting untuk  memberantas kelompok teroris. Pasukan keamanan membuat beberapa pos pemeriksaan dan sering kali menjadi serangan teror. Fakta ini tentu saja diabaikan oleh media mainstream.

Masyarakat Internasional Bungkam

Sejak sekutu dunia bersekutu dengan Saudi dan kongsi mereka di Dewan Kerjasama Teluk, orang-orang Yaman minta tolong kepada dunia yang tuli. PBB bahkan sama sekali tidak melakukan apapun untuk memperlambat perang. Mereka tak menuntus Saudi membuka bandara Sana’a atau mendorong pembicaraan damai. Mereka juga tidak meminta AS dan Inggris berhenti mempersenjatai Saudi.

Di bawah tekanan Saudi, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon benar-benar menyingkirkan mereka dari daftar negara yang melanggar hak asasi anak-anak.

Blokade Membunuh Orang Lebih Cepat Dibanding Bom

Perkiraan resmi menyebutkan korban tewas di perang Yaman mencapai 12.000 orang. Sedangkan sumber-sumber lokal melaporkan jumlahnya jauh lebih tinggi. Tetap saja, angka ini hanya mencerminkan kematian akibat serangan udara dan operasi militer. Di sisi lain, sejak April lalu lebih dari 2.000 orang meninggal akibat wabah kolera yang belum pernah terjadi secara global. Sekali lagi, ini hanya angka resmi. Blokade darat, udara, dan laut yang diberlakukan Saudi bertanggung jawab langsung memicu wabah ini. Tindakan ini disengaja dan strategis.

Pers Barat Munafik

Sampai perang di Yaman berakhir, media Barat bakal terus bermain di luar pagar. Seperti kata-kata Donald Trump, mereka akan terus mengutuk “kekerasan di semua sisi.” Dan tentu saja mereka akan sama sekali mengabaikan bahwa satu pihak memiliki angkatan udara dan dukungan militer paling kuat di dunia sedangkan di pihak lain membela diri dari penjajah dan teroris. Pers Barat akan terus mengutuk kelompok yang salah sambil menutupi perilaku teror Saudi dan sekutu mereka.[TGU]