Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz [Foto: Istimewa]

Koran Sulindo – Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz akan memulai turnya ke Asia selama 21 hari ke depan. Ia akan mengunjungi Jepang, Malaysia, Tiongkok dan Indonesia, yang merupakan negara-negara pengimpor minyak dari Arab Saudi.

Jika tidak ada halangan dan pembatalan, Raja Salman akan berada di Indonesia mulai tanggal 1 hingga 9 Maret 2017. Tidak tanggung-tanggung, ia memboyong rombongan sebanyak 1.500 orang termasuk 10 menteri dan 25 pangeran.

Lelaki berusia 81 tahun itu, berkuasa sejak dua tahun lalu telah meluncurkan program reformasi ekonomi seperti menciptakan industri energi baru. Menteri Energi Saudi Khalid al-Falih menggandeng para eksekutif perusahaan minyak Aramco dan termasuk dalam rombongan Raja Salman ke Indonesia.

Besarnya jumlah rombongan Raja Salman itu menjadi pertanda pentingnya Asia bagi Riyadh. Soal ini, Yon Machmudi, dosen Universitas Indonesia berpendapat kunjungan Raja Salman ini menjadi penting setidaknya dilihat dari dua hal. Pertama, kunjungan ini merupakan yang pertama bagi raja Saudi setelah 47 tahun. Padahal, selama reformasi beberapa presiden Indonesia telah berkunjung ke Saudi.

Dimulai dari Gus Dur, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo. Akan tetapi, sejak 1970, tidak pernah sekalipun raja Saudi berkunjung ke Indonesia. Sesuatu yang janggal, kata Yon Machmudi. Kedua, perubahan politik dunia, terutama di Amerika Serikat (AS) yang sedang kurang bersahabat dengan Islam dan Timur Tengah sehingga menjadikan kunjungan Raja Salman menjadi penting artinya.

Kebijakan Presiden AS Donald Trump yang diskriminatif terhadap Islam dan Timur Tengah membuat ketidaknyamanan bagi investor Timur Tengah. Indonesia sebagai negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia mulai dilirik oleh negara-negara di kawasan Timur Tengah.

Pergeseran Arab Saudi
Pergeseran  arah politik luar negeri Saudi, kata Yon, terjadi sejak kepemimpinan Raja Abdullah yang berkuasa pada periode 2005 hingga 2015. Negara ini menjadikan Asia sebagai mitra menggantikan hegemoni Barat (AS). Strategi yang digunakan dikenal dengan sebutan managed multy dependence (MMD). Ini merupakan strategi mencari beragam hubungan luar negeri dengan negara-negara utama untuk mengurangi ketergantungan dan hegemoni pada satu negara besar (AS).

Seperti Yon Machmudi, Makio Yamada, peneliti dari King Faisal Centre for Research and Islamic Study juga melihat arti penting dari kunjungan Raja Salman ke Asia terutama untuk Jepang. Menurutnya, Tokyo dan Riyadh telah berupaya menciptakan kerja sama ekonomu yang lebih beragam di antara kedua negara. “Jepang berupaya menjadikan Saudi sebagai negara utama pemasok minyak,” kata Yamada seperti dikutip sputniknews.com pada 25 Februari lalu.

Salah satu poin kunci bisnis Saudi adalah berharap pada 2018 bisa secara konsisten melepas lima persen saham Aramco. Sebuah penawaran umum perdana (IPO) terbesar dalam sejarah negeri itu.

Kemudian pada akhir Agustus tahun lalu, Deputi Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman mengunjungi Tiongkok dan bertemu dengan Wakil Perdana Menteri Zhang Gaoli. Kedua perwakilan negara tersebut sepakat menandatangani 15 perjanjian awal dengan berbagai isu termasuk proyek air, gudang penyimpanan minyak.

Saudi baru-baru ini juga menjalin kerja sama dengan Japan’s SoftBank Group dan berencana berinvestasi hingga US$ 45 miliar di bidang teknologi sebagai upaya tambahan untuk diversifikasi industri Saudi. Sementara itu, di Malaysia, Saudi akan menandatangani perjanjian kerja sama untuk proyek Refinery and Petrochemical Integrated Development (RAPID) dengan Petronas, perusahaan minyak milik negara Malaysia.

Pilihan Saudi mengalihkan investasi dari Barat ke Asia nampaknya agak masuk akal. Terlebih Tiongkok, Jepang dan India mampu menyerap lebih dari 39 persen minyak Saudi pada 2014. Sementara AS pada tahun yang sama hanya mampu menyerap sekitar 19 persen. Total impor minyak negara-negara Asia dari Saudi mencapai 51 persen pada 2015.

Sedangkan laporan Reuters menyebutkan, merujuk pada pernyataan Sekretaris Kabinet Pramono Anung, kunjungan Raja Salman ini mampu meningkatkan investasi Riyadh ke Indonesia hingga mencapai US$ 25 miliar. Juga diharapkan Aramco dan Pertamina mampu menjalin kerja sama untuk meningkatkan kilang minyak di Indonesia.

Rombongan Raja Salman ini disebut akan menginap di tujuh hotel berbintang lima di daerah resort Nusa Dua, Bali. [KRG]