Pemerintah berpeluang meningkatkan potensi pendapatan negara dari sektor cukai [Foto: istimewa]

Koran Sulindo – Pajak disebut sebagai salah satu instrumen untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi pada 2017. Pencapaian pajak akan digunakan sebagai modal belanja negara.

Dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2017, target penerimaan pajak ditetapkan Rp 1.498,9 triliun. Angka ini tetap akan menjadi tantangan pemerintah untuk mencapainya.

Namun, baru awal tahun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah mengeluhkan soal itu. Apalagi basis perpajakan yang dimiliki pemerintah masih terbatas. Ia mengatakan hanya 62 persen dari total wajib pajak yang benar-benar membayar pajak.

Sri Mulyani menyebut hal itu mempersulit pemerintah untuk mencapai target penerimaan pajak. “Kita harap industri manufaktur bisa menyumbang lagi setoran pajak yang besar ke negara, tapi jika pemerintah memaksakannya justru akan mengganggu iklim investasi,” katanya di Jakarta, Selasa (7/2).

Menambah Penerimaan Cukai
Kekhawatiran Sri Mulyani sesungguhnya masuk akal. Apalagi pada Maret nanti program pengampunan pajak akan selesai. Dan hasilnya barangkali tidak sesuai dengan harapan. Untuk mengatasi keluhan Sri Mulyani itu, pengamat perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyarankan agar pemerintah “mengintip” potensi pendapatan di sektor cukai.

Cukai, kata Yustinus, bisa menjadi alternatif penerimaan negara ketika pajak tidak bisa dikejar dalam jangka pendek. Ia melihat potensi penerimaan negara dari sektor cukai mencapai Rp 700 triliun. Terlebih realisasi cukai periode 2007 hingga 2014 selalu melebih target. Kendati demikian, penerimaan cukai saat ini baru 1,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Dibandingkan negara lain, Bolivia, misalnya, penerimaan cukainya sudah mencapai 7,8 persen terhadap PBD. Rasio penerimaan cukai negara itu paling tinggi berasal dari cukai hydrocarbon minyak dan gas. Sementara Turki memungut cukai dari bahan bakar minyak (BBM), kendaraan bermotor, tembakau dan minuman bersoda.

Menurut Yustinus, meski kecil terhadap PDB, namun itu peluang bagi pemerintah untuk memaksimalkan pendapatan negara. Antara lain dengan menambah objek baru yang dikenai cukai. Ia mengusulkan minuman ringan berpemanis, kendaraan motor dan bahan bakar minyak untuk dikenai cukai.

Kalau itu dilakukan, penerimaan dari cukai pada tahun ini bisa mencapai Rp 28,52 triliun hingga Rp 103,26 triliun atau sekitar 18,11 persen hingga 65,69 persen dari target cukai yang ditetapkan dalam APBN.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi sebelumnya menyinggung tentang rencana penambahan jumlah barang yang dikenai cukai. Beberapa barang itu antara lain baterai, minuman berpemanis, piringan cakram dan lain sebagainya. [KRG]