Melemahnya Rupiah dan Peringatan Akan Defisit Transaksi Berjalan

Ilustrasi/pxhere.com

Koran Sulindo – Melemahnya rupiah karena imbas pelemahan lira Turki diyakini hanya bersifat sementara. Pasalnya, investor sedang berhitung dan berkonsolidasi karena khawatir dengan ekonomi Turki. Terlebih investor menilai Indonesia dan Turki merupakan sama-sama emerging market.

“Setelah itu, kondisi akan kembali normal seperti semula,” kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Bambang Brodjonegoro seperti dikutip CNN Indonesia pada Senin (13/8).

Nilai tukar rupiah terhadap dolar saat ini menembus Rp 14.608 per dolar. Padahal, pada Jumat lalu nnilai tukar terhadap dolar baru di level Rp 14.478. Menanggapi pelemahan ini, Bambang optimistis rupiah akan membaik karena ditopang oleh intervensi Bank Indonesia. Ditambah lagi inflasi masih terjaga.

Dikatakan Bambang, jika dibandingkan dengan Turki, kondisi Indonesia masih jauh lebih baik. Inflasi Turki telah mencapai 2 digit. Sementara inflasi Indonesia hanya berkisar 3 hingga 4 persen. Jika merujuk ke data Badan Pusat Statistik inflasi secara bulanan pada Juli 2018 meningkat 0,28 persen secara bulanan dan mencapai 2,18 persen secara tahunan.

Di samping pelemahan rupiah akibat dampak dari pelemahan lira Turki, Menteri Koordinator Perekonomian Damin Nasution mengingatkan semua pihak agar waspada terhadap meningkatnya defisit transaksi berjalan pada kuartal (tiga bulan) II yang menembus level 3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Kata Darmin, defisit demikian terbilang besar.

Dikatakan Darmin, angka defisit itu merupakan tertinggi sejak kuartal II 2014. Karena itu, pemerintah harus menyiapkan langkah-lamngkah agar turun kembali. Ia mengakui, untuk menurunkan angka defisit transaksi berjalan adalah kompleks. Pasalanya, pemerintah tidak hanya menyelesaikan masalah neraca perdagangan melainkan juga neraca jasa.

Data BI menyebutkan, neraca perdagangan mencatat surplus bersih senilai US$ 300 juta di kuartal II. Tapi, neraca jasa dan pendapatan mengalami defisit US$ 1,8 miliar dan US$ 8,2 miliar. Pemerintah, kata Darmin, memang belum membahas lagi langkah menyeluruh tentang cara mengatasi defisit transaksi berjalan.

Namun, ia pernah mengusulkan agar mengurangi beban impor dengan cara melaksanakan percampuran 20 persen biodiesel di dalam bahan bakar minyak jenis solar (B-20) yang dimulai pada 1 September nanti. Lewat itu, impor akan berkurang dan memperbaiki defisit transaksi berjalan.

Uang yang bisa dihemat dari langkah itu bisa mencapai US$ 21 juta per hari atau sekitar US$ 5,9 miliar per tahun dengan asumsi harga minyak US$ 70 per barel. Kebijakan utama yang perlu diperhatikan adalah defisit transaksi perdagangan, lalu transaksi berjalan walau cakupannya lebih luas.

Data BI menunjukkan defisit transaksi berjalan pada kuartal II mencapai US$ 8 miliar atau naik secara tajam dari posisi kuartal I sebesar US$ 5,7 miliar. [KRG]