Melayani Kepentingan Israel, Apa yang Didapat AS?

Penyanyi Selandia Baru Lorde panen kecaman gara-gara membatalkan konser di Israel.

Koran Sulindo – Presiden Amerika Serikat Donald Trump akhirnya terpaksa menutup tahun 2017 dengan rengekan menghadapi penentangan Republik Demokratik Rakyat Korea.

Kecuali secara pribadi atau nasional benar-benar berniat bunuh diri, pemimpin Korea Kim Jong-un tak bakal mengambil langkah-langkah esktrim yang memicu perang.

Jauh lebih berbahaya dan harus diwaspadai adalah nafsu perang orang-orang neocon di Gedung Putih yang mengeliling Trump. Mereka terus menerus mengumandangkan ancaman, gertakan dan 1001 sanksi untuk melumat Pyongyang.

Setiap kali diplomat seperti Menteri Luar Negeri Rex Wayne Tillerson menyatakan diplomasi tengah digagas, ia langsung dipotong koleganya Nikki Haley atau oleh Trump langsung dengan menyebut diplomasi sudah buntu.

Padahal baik Tillerson, Haley atau Trump jelas tahu negoisasi adalah cara menang paling murah untuk mengekang Pyongyang.

Meski Trump sebelumnya menjanjikan untuk ‘memperbaiki’ hubungan dengan Rusia, AS memilih ‘menembak’ kaki sendiri dengan menggelar latihan militer di depan hidung Moskow. Latihan didasarkan pada asumsi keliru yang menganggap Rusia sebagai kekuatan ekspansionis.

Trump juga menyetujui penjualan senjata ofensif ke Ukraina, yang meskipun tidak menguntungkan geopolitik AS di saat yang benar-benar mengancam kepenting vital Rusia. Pendekatan itu menjamin bekunya hubungan Moskow-Washington tetap dingin di masa depan.

AS terlalu banyak mencampuri urusan negara-negara lain yang bahkan tak sanggup diselesaikannya sendiri. Masalah bertambah dengan Trump di kursi kepresidenan mereka.

Kegagalan AS di Timur Tengah adalah berawal dai ketidakstabilan yang sengaja ditimbulkan Israel. Washington menyeret Saudi agar berbaikan dengan Israel membuka front baru di Timur Tengah untuk menghancukan hegemoni Iran.

Meski AS mungkin saja tak punya kepentingan utama dengan yang dilakukan Israel dan Saudi. Namun mereka jelas memiliki perhatian untuk tak membiarkan wilayah itu sebagai persemaian kelompok teroris transnasional sekaligus menjaga pasokan energi fosil mereka.

AS bahkan jelas siap memulai Perang Dunia III jika kedua hal itu diusik.

Menjadi masalah justru lobi domestik Israel yang seringkali kontraproduktif. Meski secara konsisten dapat membuat siapapun yang berada di Gedung Putih menari sesuai irama Tel Aviv yang seringkali justru memicu masalah serius.

Sialnya, dengan Donald Trump yang terus berusaha mencari sesuatu untuk ‘menyenangkan’ Benjamin Netanyahu konflik di Timur Tengah justru makin sengit. Trump bahkan rela memberi sesuatu bahkan sebenarnya belum pernah diminta Israel. Pengakuan dan pemindahan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem adalah salah satu pemberian seperti itu.

Pendapat itu meski sumir, tak bisa sepenuhnya dibilang salah. Trump sepenuhnya dikelilingi oleh orang-orang Yahudi Ortodoks dan juga Zionis Kristen seperti Mike Pence dan Nikki Haley. Mereka inilah yang berpedoman Israel First, dan itu jelas bukan formula yang tepat untuk bagi rumus Trump untuk Making America Great Again.

Para penasihat Yahudi itu juga memiliki jelas-jelas memiliki hubungan keuangan dan bisnis dengan Israel  jika ingin menemukan campur tangan pemerintah asing pada politik AS.

Salah satu contoh terakhir bagaimana untuk menyenangkan Israel dan meminimalkan pelanggarannya mereka adalah Duta Besar AS untuk Israel David yang menelan mentah-mentah propaganda Israel yang merujuk ke tanah Palestina dicuri dari mereka dan diduduki.

Friedman bagaimanapun adalah pendukung yang penuh gairah dari upaya membangun pemukiman bagi Yahudi fanatik yang sebenarnya justru tampil sebagai ‘pencuri’. Ia menghaluskan sifat ‘pendudukan’ itu dengan ‘perbaikan’ atau ‘pemilik yang kembali.’

Model Friedman ini mungkin belum seberapa jika dibanding otak-otak zionis lainnya seperti Michael Makovsky yang mengepalai Jewish Institute for National Security Affairs (JINSA). Makovsky adalah eksekutor atas kampanya dugaan bahwa Iran ingin melawan Israel  dengan membangun ulang sebagian besar perbatasan di Timur Tengah. Ia juga yang meyakinkan bahwa,  “Suriah, Irak, Lebanon dan Yaman sebagai keberadaan yang tidak wajar dan hanya melayani kepentingan Iran.”

Makovsky ingin menghancurkan semua negara itu hanya menjadi komponen suku, etnis dan agama mereka. Ide itu dimulai dengan memisahkan wilayah Kurdi dari Irak sekaligus menghancurkan Suriah menjadi tiga negara bagian yang terpisah.

Ia juga pura-pura abai menyebutkan bahwa ide itu tidak orisinil karena persis dengan Rencana Yinon yang digagas tahun 1980-an dan neocon AS dalam proposal Clean Break. Proposal itu ditulis Yahudi jenius seperti Richard Perle, Doug Feith atau David Wurmser yang dipresentasikan kepada Netanyahu tahun 1996.

Di media massa Makovsky sepenuhnya terlibat dalam memainkan ‘gelombang’ Israel termasuk ketika ia mengkaitkan Hizbullah dengan perdagangan narkoba ke AS. Meski cerita ini benar-benar palsu, kisah itu terus direproduksi oleh media-media mainstream Barat. Ketika cerita itu benar-benar gagal, pendekatan Israel First membuat ‘mainan’ baru.

Hari minggu lalu, Washington Post menampilkan iklan satu halaman penuh hanya untuk sekadar mengutuk penyanyi pop Selandia Baru, Lorde. Ia menuai kecaman gara-gara membatalkan pertunjukan di Israel dengan alasan politis.

Iklan yang dipasang rabi Shmuley Boteach dimuat pada edisi 31 Desember mengkritik penyanyi yang bahkan baru berusia 21 dengan menyebutnya bergabung dalam ‘boikot antisemik global terhadap Israel’. Iklan itu menuduh Lorde sebagai orang fanatik karena membatalkan konsernya sebagai kampanye pro-Palestina.

Kembalinya Washington mencemarkan nama baiknya sendiri dengan melindungi Israel di forum internasional seperti di PBB?Apa keuntungan AS terlibat perang dengan Iran yang dan menjadi sasaran utama gelombang baru serangan teror?

Sayangnya bagian yang paling menyedihkan mungkin sudah tamat. Media Israel melaporkan Trump dan Netanyahu telah meneken perjanjian rahasia untuk secara aktif menargetkan dan mengejar Iran atas program militernya yang dianggap ekspansif. Perang yang hanya akan membuat orang Amerika mati, bukan orang Israel.[TGU]