Koran Sulindo — Presiden RI Kelima Megawati Soekarnoputri meyakini sepenuhnya bahwa disrupsi akibat perkembangan teknologi yang dihadapi manusia Indonesia bisa diatasi dengan kepemimpinan strategik yang melekat dengan ideologi bangsa, yakni Pancasila.
Hal itu disampaikan Megawati saat menyampaikan orasi ilmiah pengukuhan gelar profesor kehormatan (Guru Besar Tidak Tetap) Ilmu Pertahanan bidang Kepemimpinan Strategik dari Universitas Pertahanan (Unhan) RI, Jumat (11/6).
Menurut Megawati, satu hal yang melekat dalam jati diri kepemimpinan strategik pada masa krisis adalah tanggung jawab. Ia tidak hanya diukur dari kemampuan menjalankan tujuan bernegara. Akan tetapi, bagaimana kemampuan menghadapi berbagai perubahan yang membawa disrupsi.
“Saya meyakini, bahwa disrupsi bisa diatasi dengan kepemimpinan strategik yang melekat dengan ideologi bangsa, yakni Pancasila. Pancasila menjadi dasar dan tujuan di dalam menghadapi turbulensi peradaban,” kata Megawati.
Untuk itulah, kepemimpinan strategik dalam perspektif ideologi bangsa mengajarkan pentingnya filsafat, dasar haluan negara, dan sekaligus weltanschauung atau cara pandang bangsa Indonesia terhadap dunia.
“Ketika disrupsi akibat perkembangan teknologi menjauhkan amal kemanusiaan, membelah rasa kebangsaan, menempatkan superioritas pada opini bukan fakta, dan menjauhkan nilai keadilan sosial, di situlah Pancasila menjadi landasan yang menyeimbangkan atau bahkan mengoreksi, agar teknologi tetap menempatkan supremasi nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal,” papar Megawati.
Dengan Pancasila, ketika teknologi dicermati dalam perspektif Ketuhanan, maka teknologi tersebut harus mendorong persaudaraan seluruh umat manusia yang bertanggung jawab sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
“Teknologi dengan nilai Ketuhanan ini, menjadikan bumi seisinya untuk dijaga kelestariannya, keharmonisannya, dan menjadi rumah bagi seluruh makhluk hidup agar selalu berada dalam kesimbangan ekosistem kehidupan seluruh alam semesta,” kata Megawati.
Megawati menegaskan, kepemimpinan strategik melekat dan tidak bisa dipisahkan dengan pemahaman terhadap ideologi Pancasila.
Baginya, sehebat-hebatnya disrupsi dan krisis yang terjadi, selama bangsa Indonesia punya pegangan Pancasila, maka akan bisa melewati berbagai ujian sejarah yang membentang.
“Kepemimpinan strategik menempatkan penguasaan negara Indonesia atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, untuk dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat,” katanya.
Megawati juga menyebut bahwa pemimpin strategik bukanlah sosok yang suka melakukan pencitraan semata. Namun harus turun ke bawah dan langsung bersentuhan dengan rakyat kecil.
“Kepemimpinan strategik juga tidak bisa berdiri atas dasar pencitraan,” kata Megawati.
Mengutip Jim Collins, Megawati mengatakan kepemimpinan strategik merupakan kepemimpinan yang membangun organisasi, yang jauh lebih penting daripada sekedar popularitas diri.
Sebaliknya, kepemimpinan strategik memerlukan kerja turun ke bawah, dan langsung bersentuhan dengan rakyat bawah atau wong cilik.
“Sebab ukuran kemajuan suatu bangsa, parameter ideologis justru diambil dari kemampuan negara di dalam mengangkat nasib rakyat yang paling miskin dan terpinggirkan,” kata Megawati.
“Itulah tanggung jawab etik dan moral terbesar seorang pemimpin: menghadirkan terciptanya keadilan sosial,” tegasnya.
Megawati lalu mengajak agar kritik dan otokritik dilakukan. Agar hakekat kepemimpinan strategik bagi bangsa dan negara dipahami esensi dan implementasinya.
“Saya mengajak seluruh elemen bangsa, khususnya para pemimpin di jajaran pemerintahan negara, baik pusat maupun daerah, Pimpinan Partai Politik, TNI, POLRI dan seluruh aparatur sipil negara, untuk mengambil hikmah terbesar tentang makna kepemimpinan strategik yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat,” ujar Megawati.
Langkah Tepat Jokowi Bentuk BRIN
Megawati juga menyinggung keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang membentuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebagai salah satu wujud langkah pemimpin strategik.
Menurut Megawati, saat ini terjadi berbagai perkembangan teknologi yang bersifat revolusioner. Misalnya teknologi rekayasa genetika, teknologi rekayasa atomik, teknologi informasi, hingga realitas virtual.
Di tengah keadaan itu, menurutnya, keputusan Presiden Jokowi mengintegrasikan seluruh lembaga pengembangan dan riset ke dalam BRIN adalah tepat. Apalagi dengan menempatkan ideologi Pancasila sebagai tonggak eksistensi seluruh strategic policy dari BRIN.
“Dengan keberadaan BRIN maka _research based policy_ harus dikedepankan. Dengan -_guidelines_ Pancasila, BRIN diharapkan mempercepat jalan berdiri di atas kaki sendiri atau berdikari, di bidang ekonomi,” kata Megawati.
“Tanpa berdikari, sulit bagi negara besar seperti Indonesia untuk berdaulat di bidang politik,” tegas Megawati.
Megawati lalu mengutip apa yang disampaikan oleh Proklamator RI Bung Karno di dalam pidato singkat sebelum membacakan Teks Proklamasi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Saat itu Bung Karno menyatakan, “Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib bangsa dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri dengan kuatnya”.
“Spirit percaya pada kekuatan sendiri inilah yang harus menjadi spirit bangsa. Inilah peran dan tugas kepemimpinan strategik, menggelorakan semangat bagaikan api nan tak kunjung padam. Inilah tugas kepemimpinan strategik pada masa krisis: menggelorakan dedication of life tanpa pernah mengenal akhir bagi bangsa dan negaranya. Inilah spirit menjadi patriot bangsa yang selalu dikobarkan di Kampus Pertahanan dan Bela Negara ini,” urai Megawati.
Lebih lanjut, Megawati mengatakan, dengan adanya BRIN, seluruh kerja strategis riset dan inovasi ditujukan pada empat hal pokok. Yakni manusianya, flora dan faunanya, serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tepat bagi kemajuan bangsa.
“Kalau skala prioritas riset dan inovasi diperas lagi, maka menghadirkan amal pengetahuan dan teknologi bagi perbaikan peri kehidupan rakyat sehari-hari sebagai prioritas utama,” ujar Megawati.
“Saat ini stunting akibat kekurangan gizi. Di situlah salah satu prioritas BRIN.”
Megawati menilai Indonesia memiliki potensi kekuatan besar. Dari jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 270 juta, bonus demografi, sumber kekayaan hayati, hingga sumber daya alam besar. Baginya, hal itu sangat memerlukan kepemimpinan strategik yang memuat aspek ideologis, kepemimpinan teknokratik, dan kepemimpinan berkarakter. Ini yang membangun legitimasi bagi konsolidasi seluruh kekuatan nasional bagi kemajuan suatu bangsa.
“Kepemimpinan teknokratis memerlukan kepemimpinan intelektual, guna memahami arah masa depan bangsa dan dunia. Darinya, kepemimpinan tersebut akan memberikan arah terhadap setiap keputusan yang diambil, yang di satu sisi menyelesaikan berbagai persoalan rakyat, dan disisi lain sebagai investasi bagi masa depan,” kata Megawati. [CHA]